The Time

3.2K 364 8
                                    

MC masih membuka acara, tak terasa tanganku yang masih ada di genggaman Rama semakin menurun suhunya. Dingin. Grogi, aku grogi.

"Tenang aja Ka..." Rama seolah membaca kegugupanku. Aku hanya mengangguk.

"Kan kita main bareng-bareng, kamu gak sendirian di panggung" kata Rama lagi dengan pelan, hampir berbisik.

"Iya..." jawabku lirih, kami duduk di atas meja di pojok backstage sementara yang lain berada di ujung sayap panggung, mengintip berapa banyak orang yang datang dan apa yang sedang terjadi di panggung. Fiona sudah terlihat lebih tenang, tapi entah kenapa aku merasa ia memperhatikanku dan Rama.

"Kamu keren kok Ka, penonton pasti terpesona sama penampilanmu .." kata-kata Rama mengalihkanku.

"Kaya aku terpesona sama kamu" sejenak aku terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan.

"Eh...?" Rama menatap mataku dengan dalam....ah... aku ingin terus menatap mata itu.. Aku tidak ingin turun ke panggung.

"Ram.... merangkai kata bukan keahlianku, tapi kutahu dengan pasti bagaimana hati ini selalu tertuju padamu... " aku berpuisi dengan pelan seolah aku sudah menyiapkannya sebelumnya, menyatakan perasaanku dengan suara gemetar. Rama terdiam, sesaat ketika ia ingin berbicara Fiona memanggilnya untuk masuk ke panggung dalam waktu 30 detik. Mungkin karena sedang dalam keadaan yang agak panik aku mendengar getaran di suaranya.

Rama terlihat bingung, menatapku dengan penuh kegalauan tetapi panggung memanggilnya. Dengan pelan ia melepaskan genggamanku dan berjalan memasuki panggung, hatiku sakit seolah aku melepaskannya pergi jauh. Ketika aku berjalan pelan ingin mengintip dari pinggir sayap panggung, Rama kembali dengan tergesa dan memelukku dengan cepat. Tak ada kata, kemudian ia kembali ke panggung dengan setengah berlari menyusul mas Hadi dan bang David. Lampu menyala.

Aku terperangah, berusaha mengartikan dan menemukan maksud semua ini.

"Fokus Ka...semangat..." Fiona berbisik dengan pelan dari belakangku, mengembalikan kesadaranku.

"Iya Fi.....iya...." tanganku bergetar tanpa aku sadari. Ada apa dengan diriku?

"Lu mesti inget lu beruntung Ka"

"Beruntung..?"

"Udah lah gak usah pura-pura bego, kan lu tau selama ini gua ngefans sama Rama" Fiona tersenyum, seolah memberi penekanan kalau ia lebih dari sekadar 'ngefans'. Aku tidak sanggup berkata-kata, perasaanku bercampur aduk. Antara perasaan berdebarku, kebingunganku akan Rama yang memelukku tanpa kata, Fiona yang kuyakini sesungguhnya menyukai Rama... Fiona memelukku seolah ia telah ikhlas. Yang aku tahu, sahabatku ini adalah wanita yang kuat

"Dengan ini kami mempersembahkan....Gendhis" suara mas Hadi di atas panggunf disambut dengan gesekan lembut dari biola Rama, sangat lembut dan panjang. Rama terlihat memainkannya dengan sepenuh hati, tak lama petikan gitar dari bang David menyusul, baru kemudian mas Hadi memasukan ketukan jimbenya. Membentuk alunan harmoni nada yang indah dan menenangkan hati.

Aku setengah tak percaya, Rama rupanya bersungguh-sungguh saat ia berkata ingin menciptakan lagu karena terinspirasi dari namaku. Lagu ini terdengar indah, manis, dan lembut....memiliki rasa seperti River Flows in You karya Yiruma tapi jauh berbeda...

Tak terasa air mata menetes dari mata kananku, tahu-tahu Fiona mengkodekanku untuk masuk ke panggung. Musik sudah menurun, seperti kerasukan oleh danghyang panggung, aku memasuki panggung dan menampilkan deklamasiku seolah itu hal terakhir yang akan kulakukan dalam hidupku.

PhileoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang