Besuk

3.3K 360 2
                                    

"Ram nanti kita ke RS dulu ya?" kataku sambil mencuci piring, Rama mengeringkan piring di sebelahku sementara mas Hadi dan Yanti membantu membawakan piring kotor yang tersisa.

"Hmm boleh" Rama tidak banyak berbicara pagi ini, sebelum makan pagi ia hanya memainkan biolanya sebentar di ruang tamu sambil didengarkan oleh anak-anak Lumino. Bapak dan ibu siang ini akan ikut menjenguk Fiona, beliau sudah bersiap-siap lebih dahulu sementara aku masih membereskan cucian piring baru bersiap-siap.

" Itu temen lu yang mana sih?" tanya mas Hadi sambil berdiri dengan bertolak pinggang di belakangku, maksudnya menanyakan Fiona.

"Lu belom pernah ketemu mas.." jawabku sambil mengoper piring pada Rama. WA-ku belum dibalas Ima, aku menanyakan kabar terbaru tentang kondisi Fiona. Terakhir WA-ku hanya dibalas dengan emot menangis saat aku menyuruh Ima tidur.

Selesai mencuci piring aku masuk ke kamar untuk bersiap-siap mandi. Yang jelas tadi pagi aku malu karena Rama bangun lebih awal dariku dan sudah lebih dahulu mandi. Cukup pula moodku pagi ini berantakan karena Fidel langsung beraksi mendekatiku lagi saat aku memasak. Tapi cukup membuatku tersenyum juga ketika Rama seolah melindungiku dengan menyusup di antara aku dan Fidel dengan dalih ingin mengambil gelas. Fidel kemudian menyingkir secara perlahan.

"Ram, 5 menit. Bentar ya" kataku pada Rama setelah aku keluar dari kamar mandi. Ia mengangkat jempolnya dan tersenyum, sedang sibuk membersihkan biolanya. Rama sudah terlihat siap walau rambutnya tetap berantakan tentu saja. Aku masuk ke kamar dan mengganti bajuku dengan cepat. Setelah kurasa cukup dan barang-barang yang ingin kubawa juga sudah cukup, aku keluar kamar. Rama menengok ke arahku dan menatapku tanpa berbicara dengan cukup lama. Aku juga sempat terpana melihatnya yang sudah memakai flannel kotak-kotak merah-hitam yang tidak dikancing. Tadi sebelum aku masuk ke kamar ia hanya mengenakan kaos putih.

Aku mengalihkan pandanganku dan cepat-cepat masuk ke kamar ibu. Duh kok dia ganteng sih.

"Bu, udah? Yuk" ajakku pada ibu yang sedang memasukkan dompet hitamnya ke dalam tas jinjingnya.

"Iya ayo ndhuk, bapakmu lagi manasin mobil" kata ibu lalu berjalan keluar kamar bersamaku.

"Itu mas Hadi..."

"Masih mau disini katanya, biarin aja tadi ibu juga udah bilang mau ke rumah sakit dulu" kata ibu menjawab semua hal yang ingin kutanyakan.

"Tante, mau Rama yang nyetirin aja?" tawar Rama ramah.

"Nggak usah Rama, tante sama bapaknya Mika aja. Kita jalan sendiri-sendiri aja, katanya kalian masih mau main?" jawab ibu dengan lembut disertai senyum.

***

"Kamu mirip sama ibumu ya" kata Rama tiba-tiba, terang saja aku kaget karena belum ada kata terucap 5 menit belakangan ini. Ah tunggu, dia tadi bilang 'kamu'?

"Iyalah orang ibu sama anak..." ujarku, tiba-tiba aku jadi bingung harus menggunakan gua-elu atau aku-kamu.

"Hehe. Kalo matamu sama kaya bapakmu" kata ganti persona-nya berubah menjadi mode aku-kamu-an, ini anak kenapa?

"Haha. Ah jadi pengen liat orang tuanya Rama, pasti mirip juga sama Rama" aku malah merasa canggung dengan memanggil namanya secara lengkap dan terpaksa tidak memakai kata ganti persona karena tidak tahu harus ikut memakai aku-kamu atau gimana.

"Mau ke rumah?" tawarnya tiba-tiba.

"Eh? Sekarang?" aku menengok ke arahnya dengan cepat.

"Ya nanti abis dari Fiona..." katanya sambil tersenyum manis dan melihat ke arahku "sama potong rambut" sambungnya.

Ya Tuhan ini anak kenapa tiba-tiba jadi manis beginiiii?? Tadi pagi masak gak ngasih jampe-jampe apa-apa kok ya ampuuunnnn. Di dalam hati aku panik dan berteriak-teriak, seiring jantungku semakin giat berdetak, semoga tidak terlihat di wajahku. Rama biasanya hanya menjawabiku dengan tetap melihat ke jalan. Pun selama ini nada bicaranya selalu terdengar asal dan santai. Lepas begitu saja. Tapi kenapa sekarang ia menyempatkan untuk melihatku dan kata-katanya tadi terdengar sangat diniati...

"Eh hati-hati jangan lupa belok!" aku mengingatkan Rama karena kemarin pun kami hampir melewati belokan ini.

Mobil masuk ke parkiran rumah sakit. Mobil Pajero hitam milik Bapak sudah terparkir di bawah pohon palem. Bapak dan Ibu pasti sudah naik ke lantai 3 tempat Fiona di rawat. Aku dan Rama memasuki rumah sakit dan menaiki lift dengan diam. Pandangan mata kami beradu sekejap, ia tersenyum. Darahku serasa mengalir lebih kencang dan jantungku menjadi berdetak tak karuan melihat senyumnya. Aku mengalihkan perhatianku ke handphoneku, berpura-pura mengecek WA.

"Ka!" Ima menahanku yang baru saja membuka pintu kamar Fiona dan mengajakku keluar sebentar, Rama juga otomatis tertarik keluar bersamaku dan Ima. Aku bernafas lega melihat Ima yang sudah terlihat lebih segar.

"Gimana Ma??"

"Fiona udah sadar.....alhamdulillah...tapi jangan ditanyain aneh-aneh dulu ya. Kayanya dia sedikit lupa soal kejadian kemaren deh..." suara Ima terdengar lelah. Untung lah hari ini kalender merah dan besok hari sabtu sehingga masih ada waktu bagi Ima untuk memulihkan tenaga.

"Oh my God....iya iya gua gak nanya aneh-aneh kok... Lu udah makan?" Ima mengangguk pelan dan mengajak kami masuk, secara reflek aku memegang tangan Rama dan mengajaknya masuk ke dalam.

Fiona bersender pada ujung kasur yang sudah dinaikkan, ia tersenyum lebar saat melihatku masuk.

"Mikaaaa!!" ia merentangkan tangannya, untungnya ia tidak mengalami patah tulang atau retak tulang, hanya saja banyak luka dan memar di sekujur tangan dan kakinya. Aku memeluknya dengan perlahan.

"Udah makan?" pertanyaanku seperti mengkopas pertanyaa untuk Ima tadi. Ia mengangguk sambil tersenyum lebar. Pandangannya teralih ke arah Rama yang berdiri di belakangku, ia memicingkan matanya.

"Eh..Rama?" Rama menyeringai dan maju ke depanku.

"Halo apa kabar Fi?" mereka berdua bersalaman, terlihat canggung.

"Eh...." semua orang terdiam menunggu reaksi Fiona, yah walau bapak ibu sibuk berbincang dengan tante Reta. Aku yakin Fiona bingung kenapa Rama ada disini dan sepertinya belum ada yang memberitahunya soal donor darah itu.

"Udah enakan Fi?" potongku berusaha mencegah es yang mulai membeku untuk semakin menjadi-jadi.

"Udah nih Ka, cuma masih agak pusing aja. Duh lu gak usah repot-repot loh sampe kesini sama bapak ibu lu juga" aku tersenyum senang karena Fiona sudah bisa berbicara panjang lebar. Berarti kondisinya semakin membaik.

"Ah gak papah lah, kan mumpung tanggalan merah juga. Haha"

"Itu Ima lagi ngapain amat sih sampe ikut tidur disini? Gara-gara gak ada gua ya di kostan? Huuuu" semua orang tertawa, tapi tidak ada yang lebih bahagia tawanya dibandingkan tante Reta. Tentu saja beliau sangat bahagia karena anaknya sudah mulai pulih.

"Oh jadi lu gak seneng gua tungguin? Oke fine, oke" Ima berpura-pura ngambek.

"Yeuu mutung! Anyway...." lagi-lagi ia melempar pandangannya pada Rama. Pintu kamar terbuka, masuk lah seorang dokter bersama seorang perawat yang langsung melakukan pemeriksaan untuk memantau keadaan Fiona. Atas petunjuk dokter juga Fiona diminta untuk beristirahat lebih banyak dan secara tidak langsung, kami para tamu diminta menyudahi kunjungan kami.

Setelah berpamitan dengan Fiona dan tante Reta, aku dan Rama berjalan menuju parkiran bersama Ima juga. Bapak dan ibu langsung pulang ke rumah.

"Gua tinggal nunggu Gojek nih. Kalian mau kemana?" tanya Ima padaku dan Rama.

"Eh..Kemang?" ucapku sedikit ragu.

"Buset mau ajeb-ajeb?? Hahahaha"

"Yakaliiiii"

PhileoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang