Mengumpulkan Nyawa

3K 359 1
                                    

Masih banyak mobil terparkir di depan rumahku, beberapa mobil kukenali. Jangan-jangan..

“Eh Mika baru pulang?” sapa Yanti, vokalis band Lumino.

“Iyanih, abis jenguk temen yang kecelakaan tadi” kataku sambil ‘menyeret’ Rama masuk ke rumah karena tadi ia mati-matian menolak, sedangkan aku tidak mau ia mati-matian berusaha sampai ke rumahnya dengan keadaan seperti ini.

“Eh Mika” sapa Fidel, aku mengabaikannya. Ia sedang mengobrol dengan bapak bersama mas Hadi, Yogi dan Dito. Entah ada apa sampai hampir semua personil Lumino ada di rumahku sekarang, dan tumben-tumbennya bapak ikut mengobrol dengan mereka. Biasanya bapak membiarkan saja saat mas Hadi dan teman-temannya berkumpul di rumahku .

“Pak, ini Rama temenku yang suka nganterin aku pulang. Mau aku ajak makan dulu ya pak, tadi dia abis donor darah tapi belom makan”

“Rama…” Rama tersenyum sambil mencium tangan Bapak.

“Wah abis donor darah dimana? Yaudah makan dulu gih, abis donor darah tuh ya makan dulu buat ngeganti darahnya” komentar bapak yang hanya dibalas senyum menyeringai tak berdaya oleh Rama. Ia langsung kutarik ke dapur sementara Fidel, Yogi, Dito dan Yanti sedang berusaha mengenali orang yang kuseret-seret ini sebagai orang yang pernah mereka lihat sebelumnya. Biar mas Hadi yang menceritakan soal Rama pada mereka. Aku harus memberi makan orang ini secepatnya sebelum ia benar-benar layu bagaikan sawi yang tidak dimasukkan ke kulkas.

“Udah duduk, diem gua bikinin makanan” kataku sambil membuka kulkas, ada sup ayam yang tadi dibuat ibu. Segera kupindahkan ke panci untuk kuhangatkan, lalu aku mengambil nasi secukupnya di atas piring serta mengambil sedikit sup ayam yang sudah hangat tadi dan kutempatkan di mangkok kecil.

“Makan Ram” aku menyodorkan sepiring nasi dan semangkuk sup ayam tadi ke depan Rama. Dengan agak enggan Rama mengambil sendok dan mulai makan dengan perlahan.

“Aduh Ram, mau gua suapin?” aku gemas melihat Rama yang makan dengan perlahan seolah tak punya kekuatan untuk menyendok barang sekali saja.

“Mau dong disuapin Mika” sahut sebuah suara.

“Apasih” tukasku tajam, Fidel masuk ke dapur entah mau apa. Aku tidak mempedulikannya hingga ia mendekat ke arah kami.

“Lu Rama yang main di SG??” sudah kuduga Fidel ingin menanyakan hal itu.

“Yoih bang, bang Fidel kan?” Rama tersenyum dibalik rambutnya yang acak-acakan.

“Ngobrolnya entar dulu ah, makan Ram entar lu mati!”potongku sambil memaksa Rama kembali makan dan secara tak langsung mengusir Fidel.

Fidel mendengus pelan, membuka kulkas untuk mengambil sekotak minuman kemasan dan kembali ke ruang tamu. Saat aku menoleh, Rama sudah kembali makan dengan lahapnya. Aku bernafas lega karena tadi Rama hanya bagaikan boneka bernyawa.

“He likes you” kata Rama tiba-tiba.

“But I don’t like him” balasku ketus.

“I know” ia menghabiskan suapan terakhirnya. Wajahnya sudah sedikit berwarna. “Ibu lu mana?”

“Udah tidur kayanya..” aku merapihkan piring-mangkok dan membawanya ke bak cucian.

Rama bangkit berdiri namun kelihatan bingung ingin pergi kemana. Sudah jam 11 lewat, apa Rama aku ajak menginap saja ya? Toh besok kalender berwarna merah. Berarti kami tidak perlu pergi ke kampus.

“Ram…kalo nginep disini aja gimana? Udah kemaleman..” kataku pelan, harap-harap cemas menanti jawaban Rama.

“Eh…” ia terlihat ragu “Biola gua mana ya…?” lanjutnya, aku menepukkan telapak tanganku ke dahiku.

PhileoOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz