Artis Dadakan

3.3K 370 5
                                    

Tumben-tumbenan memang di hari Senin aku bersemangat untuk pergi ke kampus. Fiona sudah pulang dari rumah sakit kemarin dan masih beristirahat di rumahnya di bilangan Pasar Minggu. Dokter masih menyarankannya untuk beristirahat seminggu lagi, baru kemudian melakukan check up untuk keputusan apakah Fiona sudah boleh beraktifitas seperti biasa lagi atau belum. Entah apa yang membuatku bersemangat sekali hari ini. Bahkan aku sampai di kampus pukul setengah 8 pas. Kampus masih sepi, aku memutuskan untuk pergi ke kantin dulu saja.

Penjual makanan di kantin memang lebih rajin dari mahasiswa, hampir semua konter sudah siap menjajakan makanannya. Paket internetku habis tadi pagi, terpaksa aku hanya mengandalkan wifi kampus untuk seharian ini. Karena penyakitku kalau paket internet sudah habis hanya satu, malas beli lagi.

Sesuai dugaanku, banyak notifikasi chat yang baru masuk. Kubiarkan saja handphoneku terus bergetar karena banyaknya chat yang masuk. Ketika mataku menangkap chat Rama masuk, baru kuambil kembali handphoneku.

“Baru sampe, dimana?”

“Kantin, sini” balasku singkat. Rasanya setiap chat dari Rama selalu kutanggapi berlebihan, tapi entah lah. Sepertinya ia selalu menganggapku sebagai orang yang periang dan ramah terhadap siapapun. Tiba-tiba aku merasakan ada yang menyentuh pundakku. Senyumku merekah dengan sendirinya melihat Rama dengan kemeja putihnya dan rambut yang hampir berdiri tegak pada bagian atasnya, duduk disampingku tanpa mengucapkan sepatah katapun. Case biolanya dengan setia tergantung di punggungnya. Belum pernah aku melihat Rama serapi ini.

Sesuai janji aku memberikannya gel extra-hard, yang kubeli atas saran mas Hadi juga. Ia tersenyum kecil, membuka tutupnya, mencoleknya sedikit dan memakai gel itu pada rambutnya sehingga hampir semua rambut bagian atasnya berdiri tegak.

“Gitu kan rapi” kataku sambil bertopang dagu. Ketika ada seorang lelaki yang melintas di samping kami, orang itu berhenti sejenak dan sepertinya memperhatikan Rama.

“RAMA??!!” serunya dengan nada terkejut. Rama menyeringai sambil melambaikan tangan. “RAMBUT LU KENAPA RAMA??!” orang itu mendekati meja kami dan tos dengan Rama.

“Iseng aja bro, haha”

“Anjir gua kira siapa! Hahaha, duluan ya” lalu orang itu berlalu tanpa menyapaku sama sekali. Rama tersenyum tidak enak padaku.

“Temen sejurusanku” katanya memberi penjelasan, aku tersenyum.

“Abis ini kamu jadi trending topic deh pasti” ujarku sedikit tertawa.

“Entar aku tambahin hashtag #salahinMika, tenang” ia terkekeh. Lalu aku berpisah dengannya untuk masuk ke kelas masing-masing. Ia kelas di gedung Y dan aku harus masuk ke kelasku yang bagai kulkas raksasa itu. Yang menjadi alasanku menyiapkan jaket tebal agar bisa bertahan di dalamnya.

***

Rupanya benar perkiraanku, Rama menjadi bahan pembicaraan orang-orang, terutama mahasiswi-mahasiswi angkatanku. Ada yang berkata tidak mengenalinya, ada yang bilang tidak menyangka itu Rama, ada yang memuji penampilan barunya, ada yang mengatakan rambutnya seperti landak, dan sebagainya.

Tapi rupanya tak itu saja, di tengah anak-anak Sosiologi yang menggalang dana sumbangan untuk Fiona, juga tersebar berbagai macam angin. Yang paling membuat telingaku geli adalah angin yang berkata aku menaklukkan Rama yang terkenal misterius hingga mau mengikutiku kemana-mana, bahkan menjenguk Fiona. Ah, dasar gossip kupikir. Aku tidak terlalu peduli. Tidak sampai ketika Yasmin yang bertanya sendiri padaku.

“Beneran Ka?”

“Hah? Beneran apaan?” tanyaku bingung.

“Beneran elu…. deket sama Rama?” ia memelankan suaranya seolah takut terdengar orang lain.

“As friend of course, kan gua sering cerita juga dia sering nganterin gua pulang” jelasku, padahal hatiku sedikit melonjak senang mendengar gossip itu.

“Iya kan, tapi gak pedekate kan??? Yang seneng sama elu ngantri Ka!”

“Nggak lah Yas, astaga.. Lu percaya sama gossip-gosip gak jelas itu dibanding sama gua??” jantungku berdetak cepat saat mengatakan hal itu. Sudah bisa dipastikan kalau temanku belum tentu bisa menerima cinta sesama jenis.

“Ya makanya gua konfirmasi, gak mungkin seorang Mika yang populer di antara cowo-cowo malah gak mau sama cowo” Yasmin tertawa renyah, tahu-tahu indra pendengaranku menangkap suara biola. Tapi aku melihat pemandangan yang aneh, banyak orang yang sengaja berhenti ataupun duduk di pinggir gedung dengan mata tertuju pada arah yang sama. Dan…mereka semua menonton Rama yang seolah sedang membuat pertunjukan dadakan di bawah pohon mangga . Ia terlihat cuek dengan orang-orang yang menjadikannya tontonan dan tetap menjalankan latihan-7-jam-seharinya seperti biasa.

“Eh???!” langkah Yasmin terhenti seraya pandangannya terus terpaku ke arah Rama. Aku yakin ia baru melihat Rama dengan penampilan barunya.

“Kenapa?” tanyaku pura-pura bodoh.

“Itu..Rama??!! Potong rambut?!!!” jari telunjuk Yasmin terangkat menunjuk ke arah Rama.

“ Lu baru tau dia potong rambut? Kan seharian ini diomongin sama anak-anak kali” kataku sambil merapihkan rambutku.

“Ka….” Yasmin masih saja mematung.

“Kenapa??”

“Kok dia ganteng sih….ah beteeeeee!!!”

PhileoWhere stories live. Discover now