The Day

3.5K 359 2
                                    

Hari H pentas, aku sudah menghabiskan waktu sekitar 3 jam hanya untuk berdandan. Awalnya aku dirias oleh tim rias yang dibawahi oleh Ratih, temanku yang terkenal jago untuk urusan rias merias. Setelah itu rambutku disanggul. Aku bernafas lega karena kupikir aku akan dipakaikan sanggul sasak ala sinden yang sanggul belakangnya sebesar ban vespa itu. Aku kagum dengan kinerja Hilda dan tim wardrobe-nya, mereka bisa mendapatkan kebaya model kutu balu yang sangat bagus untuk kukenakan, dan mereka juga mendapatkan berbagai kostum untuk teman-temanku yang lain. Aku tertawa melihat Asri benar-benar seperti gadis Tionghoa dengan cheongsamnya, Sarah terlihat memukau dengan baju ala penari flamenco-nya, kak Gino bagaikan raja minyak, Devin terlihat gagah dengan setelan ala tentara Jerman zaman Hitler, dan penampil lainnya sesuai dengan baju khas negara masing-masing yang dibawakan.

Karena gerakku yang terbatas akibat jarik yang kukenakan, aku memilih hanya duduk di kursi yang disediakan di ruang rias. Melihat semua orang sibuk kesana kemari, sibuk merias dan dirias, dan lainnya.

"Ka, udah selesai riasnya?" Fiona menghampiriku, ia memakai kebaya dan sarung dengan HT dan kertas jadwal di tangannya, hari ini ia bertugas sebagai stage manager.

"Udah nih Fi , kenapa? "

"Ke ruang tunggu aja yuk. Soalnya biar gak menuh-menuhin sini" katanya "sama biar keliatannya udah pada siap gitu" lanjutnya. Ia terlihat sedikit tegang, aku bisa paham apa yang ia rasakan. Kurang dari 2 jam lagi acara akan dimul ai dan masih banyak penampil yang belum selesai persiapannya.

"Yaudah yuk" aku menggandeng tangannya, sekaligus minta bantuannya untuk memapahku karena jarik yang kugunakan ini sungguh membuatku susah melangkah.

"Hihi susah jalan ya Ka? Lu harus belajar jalan sama Widi berarti" kata Fiona, menyebutkan Widi, teman kami yang seorang penari Jawa.

"Duh gak sanggup deh gua Fi, angkat tangan. Hahaha" kami memasuki ruang tunggu yang tepat berada di belakang panggung. Ada kak Gino sedang berkaca membetulkan sorbannya.

"Gua tinggal dulu ya Ka, entar gua suruh si Uyab buat nganterin makanan buat lu semua" kata Fiona sambil meninggalkan ruangan, aku mengangguk sambil melambaikan tangan.

Aku duduk di kursi sambil mengipasi diriku sendiri dengan teks puisiku.

"Aduh Ka degdegan gua!" kata kak Gino, masih menghadap kaca.

"Masih 2 jam lagi kak, haha"

"Mana dua jam, satu setengah jaaammm" kak Gino terlihat panik, sesuatu yang jarang kulihat. Ketua Seratan merasa panik.

"Sini kak duduk kak biar gak panik" kataku. Di panggung terdengar suara musik dimainkan. Bang David, mas Hadi dan Rama pasti sedang check sound. Luar biasa memang hanya dengan 3 orang saja panggung sudah terasa penuh. Subjektifitasku selalu menganggap Rama lah yang menyebabkan musik pengiring terasa penuh karena ia seolah memainkan bagian untuk 3 orang sekaligus. Terkadang memegang melody, kadang rithym, kadang sebagai pembentuk tempo juga.

Tak lama Bang David dan mas Hadi yang memakai baju setengah batik setengah koko dengan bandana batik di kepala mereka masuk ke ruang tunggu. Tapi aku tidak menemukan Rama. Entah ia kemana. Rasanya aku ingin menanyakan hal itu tapi aku ragu.

"Eh! Ya ilah gua kira siapa!!! HAHAHAHAHA" dengan menyebalkannya mas Hadi tertawa sekeras-kerasnya sambil menutup mulut saat melihatku.

"Berisik lau!! " aku melempar mas Hadi dengan botol air mineral yang ada disampingku.

"Yang lain belum beres Ka?" tanya bang David, aku menggeleng. "Buset pada kecentilan amat ya dandannya lama banget"

"Ya kalo dandannya kaya dia rebet lah! Kita kan tinggal ucuk-ucuk selesai" mas Hadi memperagakan gerakan memakai baju dan celana.

"Eh mas, aula kosong kan? Pengen liat panggung deh" kataku sambil bangkit berdiri dan keluar dari ruangan. Dengan susah payah akhirnya aku ada di sayap panggung, terlihat panggung yang penuh dengan dekor dan berbagai macam perkusi milik mas Hadi.

Aku mengintip, melihat keadaan aula yang sudah dipenuhi kursi tapi belum ada orang sama sekali. Hanya ada beberapa panitia dan...Rama yang memakai pakain sama persis seperti bang David dan mas Hadi kenakan. Ia naik ke panggung dengan menenteng sebuah biola, sepertinya tidak menyadari aku yang sedang mengintip dari sayap panggung. Rama memainkan biolanya dan saling berkode dengan orang sound, aku menaikkan alis saat melihat biola yang dimainkannya. Hitam. Cinta pertamanya.

***

Semua penampil sudah berada di ruang tunggu, 15 menit sebelum open gate dan para tamu masuk ke dalam aula. Evi sekaligus ketua panitia mengumpulkan kami untuk pengarahan singkat dan berdoa.

"SUUUUKKKK.....SEEEEEEESSSS!!!" suara tos kami bergema di seluruh ruangan.Aku menggenggam tangan Asri dan Sarah yang dingin, padahal aku lah yang menjadi penampilan pertama dengan sebelumnya diawali dengan penampilan musik instrumental garapan trio pemusik, bang David, mas Hadi, dan Rama. Bahkan aku tidak tahu kapan mereka sempat membuatnya.

"Ka, grogi gua..." kata Sarah.

"Kayanya yang mesti grogi gua deh..." jawabku dengan tenang.

"Berarti grogi lu pindah ke Sarah semua Ka, haha" timpal Asri. Rama lewat di depan kami, seharian ini aku belum bertegur sapa dengannya. Hanya saling melempar senyum.

"Ram, kok biolanya ganti?" celetuk Sarah, mengambil pertanyaanku.

"Hah? Haha iyadong biar spesial" ujar Rama dengan tawa yang sanggup menjadi obat penenangku.

"Musisi begini ya emang, pentas sama latian biolanya beda" kata Asri dengan usil.

"Hehe enggak kok, biasanya juga pake yang kemaren itu. Cuma biar spesial aja"

"Martabak spesial telor 4! Uhuy!" teriak mas Hadi dari ujung ruangan.

"Apasih lu??" sahutku sambil tertawa.

"Uhuy Mika cantik bet Mika! Banyak yang naksir dah nih! Uhuy uhuy!" mas Hadi masih melanjutkan teriakannya dan membuat semua orang yang ada di ruangan tertawa, dengan segala kepayahanku aku menghampiri mas Hadi dan mencubitinya.

Karena malas kembali ke tempatku aku terpaksa duduk disamping mas Hadi yang tertawa-tawa senang berhasil menggodaku. Rama menghampiri kami dan duduk di sebelahku, dengan biola hitamnya yang sudah dipasangi semacam clip on.

"Ah laper cari makanan ah, semangat ya Mika" aku memelototi mas Hadi yang dengan sengaja mengibaskan rambut indahnya didepanku dan Rama. Sialan lu mas.

"Sepupu mu nyentrik ya" komentar Rama disertai tawa kecil.

"Yang nyentrik itu kaya kamu, itu mah giting" ketusku sambil melirik mas Hadi dengan kesal namun hatiku berdebar-debar, maksud lu apa mas sengaja ninggalin gua sama Rama...

"Tapi dia betul kok, kamu cantik

"Ha?" DEG!

"Haha. Sebenernya sih ini gak lucu..." Rama terdiam sejenak, membuatku semakin berdebar menunggu kelanjutan kata-katanya " tapi gak tau ya, kerasanya hari ini spresial aja gitu makanya aku pake biola ini" Entah kenapa aku tersipu mendengar alasan Rama dengan segala macam dugaan kemungkinan hal yang akan terjadi nanti di kepalaku. Tiba-tiba terbayang kalau Rama secara tiba-tiba menyatakan cintanya padaku, atau semacamnya. Ah kenapa lu jadi mikirin itu sih, fokus Ka lu mau pentas.

"Ah Ram..."

"Gerbang dibukaaaaa!!" teriak kak Gino tiba-tiba dari ujung pintu. Fiona memasuki ruangan dengan tergopoh-gopoh.

"Musik pembukaan siap-siap ya, Mika juga siap-siap!" Fiona langsung keluar dari ruangan setelah selesai berbicara. Penampilanku memang langsung menyambung dari musik pembukaan.

"Ayo" Rama menyodorkan tangannya, dengan malu-malu aku menggenggam tangannya dan berjalan keluar ruangan diiringi seruan semangat dari teman-temanku yang lain.

PhileoWo Geschichten leben. Entdecke jetzt