"Tidak ada apapun yang terjadi padaku, Jessica. Kau terlalu berlebihan."

"Berlebihan katamu??" Shay melangkah mundur perlahan sembari mengusap wajahnya, lantas mendesah. "Artis cantik datang kemari, kau menyambutnya, dan kau seperti ini! Lalu aku harus diam saja dan menerimamu yang sudah tidak mencintaiku lagi!?"

"Je t'aime." Justin menghela napas. "Vous savez le fait que je l'aime (Kau tahu kenyataannya bahwa aku mencintaimu)."

Shay terus melangkah mundur, ada sesuatu yang membuat Shay takut sekarang. Namun ia tak bisa memastikannya alih-alih merasa tersesat dan buntu. "Kau dijodohkan dengannya, benar, kan!? Kau sudah tidak mencintaiku lagi, kan!? Hatimu sudah berpaling padanya, kan!?"

"Apa yang kau bicarakan!?" dengan wajah yang tampak kuyu Justin bangkit dari atas ranjangnya, ia melangkah ke arah Shay yang semakin mendekati dinding. "Selena Gomez datang atas keinginan ibuku. Dia dijadikan umpan untuk pengalihan isu atas berita kita, Jessica. Tapi aku membatalkan semuanya. Aku bersumpah tidak jadi melakukannya."

"Kau bohong," desis Shay dengan iris mata yang menyorot penuh kekecewaan.

Dan Justin tersenyum di balik bibirnya yang kini tampak pucat sekaligus kering. Tubuhnya merosot perlahan hingga kini ia bersimpuh di atas lantai. Kepalanya menengadah tepat ke arah Shay. Iris matanya yang berwarna hazel memandang Shay dengan berbagai emosi. Terlalu abstrak. Hingga akhirnya Justin tertawa hambar diiringi air mata yang mulai meluruh di kedua pipinya.

"Mengapa begitu sulit mengambil kepercayaanmu?" bisiknya parau dan sedikit tersendat oleh isakan yang mulai timbul. Justin menggeleng pelan lantas kembali berbisik. "Tahukah kau bahwa aku sangat mempercayaimu selama ini, Jessica?"

Shay terdiam.

"Aku percaya padamu." Justin berbisik lagi, mengulangi kalimat yang sama berulang-ulang. "Aku percaya padamu." lantas meledakkan isakannya. "Dan aku terlalu mencintaimu."

Shay tersentak. Kini, seakan ada benda keras yang menghantam rongga dadanya. Membuat golakan itu hancur dan meledakkan kesakitan baru, melihat Justin bersimpuh dengan isak tangis dan dilingkupi berbagai emosi tentu membuat Shay terkejut. Ia tidak bermaksud membuat Justin sedih seperti ini. Shay hanya... hanya cemburu. Tanpa sadar air mata muncul di pelupuk matanya. Shay ikut terisak. Ia melangkah ke arah Justin lantas berhamburan memeluknya. Untuk pertama kalinya, sepanjang eksistensinya, Shay merasa begitu takut dan kecil. Ada sesuatu yang membuatnya takut dan gelisah. Lebih dari sekedar perasaan cemburunya pada Selena Gomez, lebih dari sekedar perasaan gelisah. Ketakutan terbesar setelah kematian ibunya. Dan Shay tidak tahu apa yang membuatnya setakut ini.

"Aku cemburu, Justin." isak Shay seraya membenamkan kepala Justin di dadanya, mendekapnya erat. "Aku takut kehilanganmu,"

"Percayalah padaku karena... aku begitu percaya padamu." balas Justin di sela isak tangisnya.

"Maaf," desis Shay seraya memejamkan mata, hingga air matanya semakin mengalir dengan deras. Menetes sampai ujung dagunya.

Bertepatan air mata Shay yang membasahi wajahnya, Justin menengadah. Betapa terpukulnya Justin melihat kekasih tercintanya menangis. Ia menatap Shay dengan deraian air mata, lantas kembali berbisik, "Je vous crois (Aku percaya padamu)."

"Maaf--"

Shay tersentak saat Justin tiba-tiba menerjangnya cukup kuat, lantas menciumnya dengan lumatan kasar. Isakan bahkan sesekali terdengar dari celah mulutnya, namun lidahnya bergerak dengan begitu lihai di dalam mulut Shay. Shay menggeleng kecil dengan bibir yang terkekang penuh oleh lumatan Justin. Justin seakan menguarkan segala kegundahan yang melandanya, ia melampiaskannya lewat ciuman itu.

SLUT [DITERBITKAN]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora