29. Togetherness part 3

14K 1.3K 318
                                    

Saya dedikasikan kepada rekan saya, yang memiliki imajinasi cadas, pemikiran keren, dan membagi ilmu keromantisannya kepada saya ChristianJCB

Vote, komen yang membangun, kami nanti selalu

Selamat menikmati

Salam kami

Malagoar & ChristianJCB

.

.

.

.

.





"Iaaal, aku udah ganteng belum?" pertanyaan itu udah dilontarkan Anthoni lebih dari sepuluh kali. Kalau mau lebai, nyaris dua puluh kali. Arial yang ditanya hanya mengembuskan napas kasar. Gemas banget. Anthoni pagi ini sumpah cerewet sekali, demi apa. Dan pertanyaa 'Iaaal, aku udah ganteng belum?' itu ibarat peluru yang dirudalkan dari mulut Anthoni tanpa henti. Lebai? Menghadapi Anthoni yang dalam mode cerewet seperti ini, Arial emang perlu melebaikan diri.

"Iaaal, jawab dong. Aku udah ganteng belum?" pantulan wajah Anthoni di cermin terlihat makin manis dan lucu aja ketika ia memanyunkan bibir, sambil mengentak-entakkan kedua kakinya.

Arial gemas dong. Nggak kuat dong. Mana hari ini Anthoni pakai kaus bergambar Keroppi warna merah muda lagi. Mana bibir Anthoni merona merah lagi. Siapa yang nggak bisa khilaf coba? Arial bangun. Mendekati Anthoni. Berdiri di belakang Anthoni yang seketika menatapnya cemberut dari pantulan cermin. Lalu Arial memegang pundak Anthoni.

"Mau lo tanya ratusan bahkan ribuan kali sekali pun, jawaban gue tetap aja sama. Lo itu manis. Cute. Menggemaskan. Lucu. Nggak ada ganteng-gantengnya."

Oh, itu adalah kesalahan. Ok, Anthoni emang memiliki jejeran kosakata yang selevel dengan kata manis untuk disematkan buat wajah unyunya, tapi, jangan sekali-kali mengucapkan kata manis di depan Anthoni secara langsung.

Akibatnya bahaya, men. Nakutin, gan. Mungkin Anthoni emang nggak bisa memiliki tampang seram, tapi lihatlah mata yang dipaksa membulat itu. Pipi yang digembungkan itu. Bibir yang dikerucutkan itu. Alis tipis yang dikerutin itu. Siapa aja pasti akan tertawa melihat ekspresinya. Siapa aja pasti akan doyan mencubit pipinya yang tirus. Siapa aja pasti akan rela mencipok mulut sunable itu.

"Ial, jahat."

Atlet basket yang berdiri di belakang Anthoni kewalahan.

"Kok lo ngatain gue jahat, sih, An?"

Anthoni bersedekap. Berbalik badan untuk menghadapi Arial secara langsung. Mendengus kasar. Aroma minyak telon dan bedak bayinya tercium segar dari tubuhnya. Bercampur ama aroma sabun strawberry.

"Aku tuh ganteng ya, Ial. Enak aja ngatain aku manis. Manis itu hanya cocok diperuntukkan buat anak-anak kecil. Aku udah gedhe. Udah dewasa. Bentar lagi wisuda dan pakai toga. Jadi aku itu ganteng. Nggak manis. Camkan itu!"

Ya Tuhan, semakin unyu aja sih si kerdil itu? Ia dibuat dari adonan apa sih sampai kadar keunyuannya bisa di atas rata-rata gini?

Masalahnya kan, Gan, mau Anthoni bersikukuh mengeklaim dirinya sebagai cowo ganteng, macho, kekar, tapi ekspresi yang si bogel itu keluarkan malah terlihat makin manis masa. Unyu menggemaskan gitu, kan. Bikin pengin unyel-unyel pipi tirusnya, kan? Kan?

Tapi Arial orangnya bebal. Nggak mau nurutin kata Anthoni. Ia malah menjatuhkan klaim yang lebih nyakitin banget tahu, "Tapi di mata gue, lo itu ulet bulu gue yang masih kelas TK. Taman Kanak-Kanak. Lo nggak pantes aja jadi mahasiswa. Lo itu unyu banget sumpah!" Apalagi Arial menambahinya dengan gelak tawa yang sangat menyebalkan di telinga Anthoni. Plus cubitan tangannya di kedua pipi Anthoni.

Teach Me to Love as (Gay)Where stories live. Discover now