21. Big Disaster

17.5K 1.3K 262
                                    

Didedikasikan kepada Om ChristianJCB yang secara legowo menerima keabsurdan dan kenyelenehan saya. Author hebat yang dengan sabar menerima kritikan-kritikan saya. Protes-protesan saya. Orang hebat yang bersedia menampung saya yang memiliki ide nggak masuk akal sebagai partnernya.

Vote, komen, kritikan, masukan, serapahan yang membangun, selalu saya dan Om ChristianJCB tunggu.

Selamat menikmati

Salam kami

Malagoar & ChristianJCB

.

.

.

.

.


Theo nggak ada. Anthoni bingung. Sejak membuka mata pagi tadi, Theo udah nggak ada. Nggak biasanya Theo pergi tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Anthoni udah mencarinya di kamar mandi. Di kosannya Deden. Kos teman-teman yang lain. Namun keberadaan Theo tak kunjung ditemukan.

Kardus tempat tidur Oreo udah terisi makanan, itu berarti, Theo pergi setelah memberi makan Oreo. Tapi kemana? Sekolah? Nggak mungkin! Sekarang tanggal merah. Tawuran? Lebih nggak mungkin. Sejak beberapa bulan yang lalu Theo diangkat menjadi muridnya Anthoni, Theo udah hiatus dari dunia pertawuran. Lantas, kemana minggatnya bapaknya Oreo tersebut?

Anthoni khawatir? Sangat! Theo nggak pernah seperti ini. Berkali-kali ia mencoba menghubungi anak didiknya itu. Namun hasilnya, tetap nggak ada. Anthoni resah. Murid slengean itu nggak mungkin diculik, kan? Nggak, kan? Pastinya sih nggak! Kan Theo gahar! Nyeremin! Buktinya, anjing-anjing liar yang membully Oreo sampai ketakutan mendengar suara geramannya. Iya, kan? Kan?

Nyatanya, pemikiran penenang hati yang dicoba Anthoni untuk meredakan resahnya, tak mampu mengusir kekhawatiran Anthoni terhadap Theo.

Theo hilang. Anthoni seperti mau mati aja. Ia nggak siap jika harus menjadi orangtua tunggal buat Oreo. Anthoni masih muda, demi Tuhan. Ia belum mau menjadi janda. Jangan salahkan pemikian absurd Anthoni. Ketidakberadaan Theo membuat si kecil itu seperti diserang penyakit absurd hiperbolis akut sampai ia menelantarkan Oreo yang menggonggong minta mik susu.

Ponsel itu masih di tangan Anthoni untuk menghubungi Theo ketika terdengar suara dering panggil Line dari sana. Anthoni mengernyit mendapati nama Raphael berkedip minta diangkat.

Dia menggeser tombol hijau. Lalu menempelkan benda slim itu di telinga.

"Ya Raphael...."

"Kak Thoni apa kabar?"

"Kabar baik, Raph, tumben telepon aku. Ada apa?"

"Kak Thoni hari ini Ryan ngajak aku ke Ancol. Tapi dia minta aku mengajak kakak turut serta. Soalnya Ryan masih belum percaya jika aku ini cewe, sejak Kak Thoni bilang kalau aku ini cowo adik kelas Kakak."

Anthoni merasa nggak enak. Anthoni kan orangnya begitu. Nggak enakan. Nggak tega-an.

"Maaf atas kejadian kemarin, ya, Raph," Anthoni menggaruk tengkuk.

"Makanya, Kak, sebagai penguat bahwa aku ini cewe,Ryan nyuruh aku ngajak Kakak ke Ancol hari ini. Kak Thoni bisa, kan? Sekarang kan tanggal merah?"

Teach Me to Love as (Gay)Where stories live. Discover now