6. Theodore

19.3K 1.8K 167
                                    

Tentunya Anthoni nggak meninggal secara harfiah.  Anthoni membeku di tempat. Mematung dalam sekejap. Keringat dingin berseluncur dari tubuhnya. Matanya melotot seolah ingin copot. Penampakan dua manusia telanjang itu seolah-olah menyedot otot-otot. Suara desahan cowo SMA yang anu-nya sedang dikenyot itu sungguh....

“Angh ... ouh ... ahh ... faster ... baby....”

Ya ampun itu ... Anthoni pening. Perutnya mendadak mulas. Cewe bugil di sana sekilas menatap Anthoni. Lalu tersenyum menyeringai. Dan seperti mendapat berliter-liter avtur untuk menerbangkan pesawat tempur boeing anu-anuan, kenyotan si cewe pada anu cowo tengil itu makin santer. Makin kuat.

Anthoni merinding. Keder sekujur-kujur. Jantungnya bergoyang gangnam style. Imajinasi liarnya terbahak-bahak. Seandainya saja yang mengemut itu mulut Anthoni ... ah lupakan.

Lalu Anthoni terbelalak. Mundur selangkah. Irama jantungnya seperti suara bedug masjid yang berdentum-dentum pada malam 1 Syawal.

Cewe itu....

Melepas anu-nya si cowo.

Dan itu bukan berita bagus.

Karena sesosok pohon kelapa tiba-tiba menjulang kokoh. Hitam kecokelatan. Panjang menantang. Penuh rumbai-rumbai. Dan ada dua butir kelapa yang bersembunyi malu-malu. Anthoni meneguk ludah. Darahnya berdesir. Lebih besar dari milik Arial. Begitu suara hati pemuda bertubuh mungil tersebut.

Lebih indah pahatannya daripada anu-nya Arial. Kira-kira selanjutnya, seperti itu hatinya bergumam. Apalagi jika dibandingkan punyaku. Anthoni semakin frustasi. Ibaratnya ... eng ... ibaratnya pohon kelapa dibandingkan dengan pohon kecambah.

Ya ampun, pokoknya dalam masalah dunia anatomi per-anu-an, Anthoni selalu minder.

“Ouh ... yes ... ouh ... no...,” si cewe kembali menyucrup pohon kelapa itu.

Aliran darah di tubuh Anthoni terpompa ke muka. Membuatnya panas seketika. Desahan liar cowo nakal itu benar-benar meningkatkan birahi Anthoni, dan merangsekkan kecambah pemalu di selangkangan pemuda jomblo tersebut.

“Ouh ... ya Tuhan baby ... lebih cepat ... gue ... mau ... ah ...ah ... klimaks.”

Anthoni juga mau semaput aja rasanya. Tangan Anthoni menutup daerah kesensitifannya. Kecambah pemalu yang tergantung penuh keajaiban itu tiba-tiba keluar ingus dan rasanya sedikit ngilu. Namun mendadak, Anthoni dikejutkan oleh pasangan tidak manusiawi di sana. Anak SMA penyebab dipecatnya Anthoni dari toko DVD itu tahu-tahu menoleh ke arahnya.

Memaku wajah piasnya.

Menatap tajam penuh amarah ke mata hitam berairnya.

Kemudian, menggelegar dalam satu erangan nikmat.

“ANJEEENK ... AHKK OUH ... NGAPAIN LO ... ASTAGAAAH HONEY OUUUHH ... DI SITU AH ... PERGI LO ... ANGH ... FASTER HONEY.”

Anthoni mengerjap. Bingung. Kemudian memutuskan berteriak minta tolong. Kepada siapa saja. Please ... Anthoni butuh perlindungan. Jiwa rapuhnya terguncang-guncang. Lututnya sangat lemas. Ingus di kecambahnya semakin berlelehan.

Anthoni butuh sabun. Tapi yang batangan. Kalau bisa inisialnya Giv. Soalnya itu yang paling imajinatif. Namun, di rumah semegah ini, Anthoni meragukan keberadaan sabun batangan di sini. Oh itu kenyataan paling bikin keki.

Dalam hitungan menit―jika kesadaran Anthoni masih bisa mengukur waktu―Om-om rasa Mas-mas yang bertubuh sexy dengan bulu-bulu dada menggoda iman itu datang tergopoh-gopoh.

Pemuda udik di sana melongo dibuatnya. Kemeja yang tadi dipakai Om Patrick semua kancingnya terlucuti. Membuat kain itu tersingkap. Dan memerlihatkan perut kotak-kotak mirip roti sobek menggiurkan di baliknya.

Mata Anthoni terpejam. Menggeram murka dalam hati. Ada apa dengan cowo-cowo sekarang? Mentang-mentang tubuhnya balok-balok main telanjang sana-sini. Om Patrick melempar pandangannya ke dalam kamar tempat dua manusia mesum tadi ihik-ihik. Lalu menghardik keras.

“THEOOO...!! APA-APAAAN INI? KAU MEMBIKIN MALU DADDY!!! BERHENTI ATAU KAU MENDAPAT HUKUMAN DARI DADDY!! DAN KAU CEWE MURAHAN, PERGI DARI RUMAH SAYA!!”

“Ouh ... eng ... Daddy please ... biarkan ahh klimaks dulu ... angh ... baby ... lebih cepat ... udah di ujung tanduk Daddy... engh....”

Om Patrick terlihat murka. Muka maskulinnya berkedut-kedut. Dia enyah dari kamar itu, lalu kembali dengan membawa sesuatu yang bikin Anthoni lemas seketika. Sebuah pistol berlaras panjang, berwarna hitam legam mengerikan. Om Patrick menarik tuas pistol tersebut. Mengarahkan moncongnya ke atas. Kemudian menembakkannya ke arah plafon tanpa ampun.

DAR ... DAR ... DAR....

Sekonyong-konyong dua manusia telanjang itu menghentikan aksi mereka. Lari tunggang langgang. Anthoni meneguk ludah saat menyaksikan anak SMA itu berlarian dalam keadaan tanpa busana. Pohon kelapanya teracung bergoyang-goyang.

Kasian, coba kalau aku bisa melanjutkannya. Kembali Anthoni bermunajat nggak waras.

“Daddy keterlaluan!!” cowo tengil itu berteriak murka beberapa puluh menit kemudian, ketika tindakan porno di kamarnya selesai dan si cewe diusir cantik ama Om Patrick. “Daddy nggak berhak mengurusi segala sesuatu yang ada di balik kamar Theo!”

Oh―namanya Theo. Anthoni memutar mata dalam hati. Rasain deh kamu Theo. Ini ganjaran akibat kemarin kamu mengobrak-abrik DVD-DVD aku.

“Selama kamu menyandang nama Lincoln di belakang nama kamu, segala urusanmu adalah urusan Daddy!” balas Om Patrick tak kalah sengit.

“Sejak kapan Daddy perhatian ama Theo? Sejak kapan Daddy mencampuri urusan Theo? Theo udah menganggap yatim piatu dari dulu!!”

PLAAAK!!

Satu tamparan cukup keras mendamprat pipi Theo. Anthoni terkejut. Menutup mata takut-takut. Sekarang bukan saatnya untuk takjub. Dia merapat dinding kamar Theo. Dua orang bersitegang itu masih berdiri penuh emosi di sebelah sana.

“Jaga mulut kamu, Theo! Daddy tidak pernah mengajarimu berkata tidak sopan!”

Darah menetes di sudut bibir Theo. Dia mengusapnya dengan jempol. Lalu menyeringai kepada Daddy-nya.

“Daddy nggak pernah mengajari Theo apa-apa!!” cowo itu balik berteriak. “Dari kecil ... Daddy nggak pernah punya andil membesarkan dan mendidik Theo! Mungkin benar ... Theo bukan anak Daddy!!”

Satu lagi tamparan mendarat begitu keras di sana. Anthoni terkesiap. Menegang. Semakin memepet dinding kamar Theo. Dari sini, punggung lebar Om Patrick terlihat berguncang. Bergetar menahan amarah.

“Jaga mulut kamu Theodore Lincoln!!”

“Memang seperti itu kan kenyataannya?” Theo berdecih. Meludahkan darah dari mulut. “Daddy itu bukan orangtua Theo!!”

Tangan Om Patrick kembali melayang. Namun sebelum melesak sempurna di belahan pipi Theo, Om Patrick mengerem laju tangannya.

“Kenapa berhenti?” Theo menuntut. “Cepat tampar Theo!! Yang keras!! Di sini! Di sini!” Theo mencekal tangan Om Patrick, diarahkannya di pipi Theo kanan-kiri. Namun Om Patrick hanya mematung. “Ayo Daddy, tampar Theo sampai mati. Biar Theo menyusul mommy ke surga. Itu kan impian Daddy? Iya, kan?”

Tubuh Om Patrick membeku. Menarik napas panjang, kemudian melepaskannya perlahan. Lalu setelah keduanya dibebat keheningan yang begitu dingin, Om Patrick memutuskan pergi dari sana. Meninggalkan Theo....

Dan....

Meninggalkan si kecil berpikiran sedikit mesum, Anthoni.

Mata cokelat pinus Theo melayangkan pandangan, bersitatap dengan tubuh Anthoni yang masih mencicit di tembok, kemudian menyalak mengerikan. Theo mendekati Anthoni. Mencekik leher Anthoni. Menghempaskan Anthoni di ubin dingin. Kemudian mengusir Anthoni.

“PERGI DARI SINI!!!”
.
.

.
.
.
Selamat malam ^^ sayah dan pasangan duet sayah @ChristianJCB datang lagi
.
.
.
Vote, komen, saran, kritik, jangan sungkan-sungkan ya. Uhui ^^
.
.
.
Salam kami
Malagoar & @ChristianJCB

Teach Me to Love as (Gay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang