14. Sarkasme Romantisme

16.9K 1.6K 223
                                    

Selamat malam, saya dan si ganteng ChristianJCB datang lagi.

Sekadar mengingatkan, bahwa sekuel ini adalah hasil duet saya dengan si ganteng ChristianJCB. Semua alur cerita ini yang membuat Om Chris, sedangkan saya hanya kebagian eksekusinya saja. Bahasa awamnya, Tuhannya cerita ini ChristianJCB. Jadi, saya pun tak tahu mau dibawa kemana nanti takdir dedek kita tercinta si Anthoni. Semua saya pasrahkan ke Om Chris... :)

Vote, komen, sumpah serapah membangun, saya dan ChristianJCB tunggu demi kemajuan kami semua.

Terima kasih

Selamat menikmati

Salam kami

Malagoar & ChristianJCB

.

.

.

.

Anthoni merasa tubuhnya berayun-ayun. Saat ia membuka mata, bayangan di sekitarnya bergerak naik-turun. Anthoni mengerjap. Semakin yakin kalau ia melayang dengan pemandangan yang bergerak berlarian. Nggak. Anthoni nggak melayang. Tubuhnya mendarat sempurna di sebuah punggung. Lebar. Hangat. Beraroma cokelat caramel kesukannya. Punggung siapa, ya?

"Turunin aku," ujar Anthoni lemah. Si pemilik punggung itu terhenti sejenak. Lalu melanjutkan laju kakinya.

"Kamu dengerin aku nggak sih, turunin aku!" Anthoni bergerak-gerak. Namun, yang ada kedua tungkai kakinya dicekal erat. "Kamu siapa, sih? Turunin aku. Kamu mau nyulik aku, ya? Aku bukan orang kaya. Turunin aku. Pokoknya. Turunin aku. Tur―"

"Lo bisa diem nggak sih?"

Anthoni terkesiap. Dia kenal ama suara ini.

"Tubuh lo emang enteng, tapi kalau lo gerak-gerak kek kincir kita berdua bisa jatoh."

Anthoni meneguk liurnya susah payah. Ini kan suara....

"Diem! Atau lo gue turunin di sini!"

Anthoni mengangguk, nggak sadar gerak lehernya nggak bakal bisa dilihat pemilik punggung itu.

"Theo...."

"Nggak usah banyak ngomong!" Theo gusar. Melanjutkan perjalanan. Sepi sesaat. Kedua kaki Anthoni ia pegang erat. Sementara tangan Anthoni terkalung rapat di lehernya. "Hobi lo kalau sakit kelayapan, ya?"

Sebelah alis Anthoni tertarik. Theo mengajakku bicara? Kesambet apa dia?

"Panjat-panjat pagar lagi!" Theo meneruskan gerutuannya. Jalan raya sepi mampri. Cuma sesekali kendaraan bermotor lewat. Yang terakhir pun sekitar setengah jam-an yang lalu. "Yang kayak gitu mau jadi tutor gue?"

Oh itu pernyataan sangat menyengat ulu hati. Anthoni tersinggung. Namun memutuskan untuk diam. Dia nggak ada tenaga. Kepalanya masih dilanda pusing berat. Sementara perutnya meronta-ronta minta jatah. Ya ampun, gegara sakit dia jadi lupa makan. Mana belum dapat DP lagi dari Om Patrick. Mau makan apa dia? Arial juga lagi bermalam di club basket. Ah, bisa dipastikan malam ini ia akan berpuasa.

"Kelakuan lo itu nggak pantes banget tahu nggak jadi anak mahasiswa?"

Keterlaluan kau deodorant. Tahu kalau Anthoni bakal dihina-hina gini mending dia nggak menyusul obat ketek itu ke sekolahnya tadi.

Teach Me to Love as (Gay)Where stories live. Discover now