15. Aku, Kamu, dan Oreo

17.9K 1.6K 251
                                    

Selamat malam, saya dan om ChristianJCB datang lagi.

Vote komennya, ya.

Terima kasih

Salam kami

Malagoar & ChristianJCB

.
.
.
.
.

Anthoni nggak yakin sudah sampai di tempat kos ketika Theo membangunkannya. Anthoni mengerjap. Mengangkat kepala. Menguap. Mengedarkan pandangan. Mereka sekarang berada di kompleks ruko. Anthoni bingung. Mengeratkan rengkuhan lengannya di leher Theo.

"Kita dimana?" tanyanya dengan suara parau khas bangun tidur. Kepalanya tak lagi sesakit sebelum makan tadi. Meskipun masih berdenyut-denyut, tapi mendinglah dari tadi. Anthoni kembali menjatuhkan kepala di punggung milik Theo yang begitu menenangkan. Ah... Anthoni akan mengeklaim ini sebagai daerah teritorialnya. Punggung Theo molorable banget, sih. Sekali kepala terdampar di sana, pasti langsung molor.

Theo mendudukkan Anthoni di sebuah bangku yang ada di depan salah satu ruko yang udah tutup. Dia merapatkan resleting jaketnya yang dipakai kebesaran di tubuh Anthoni. Menepuk kedua pundak Anthoni.

"Lo tunggu dulu di sini. Gue ada perlu sebentar."

Anthoni menggeleng, "Nggak! Nggak! Aku nggak mau ditinggal sendirian. Aku takut, Theo."

"Lo ini nggak tahu diri banget, ya! Udah gue tolong. Eh malah ngelunjak! Tungguin gue sebentar apa susahnya sih."

"Aku takut di tempat gelap ini, Theo. Aku takut sendirian."

"Ah elah, penakut banget sih lo? Gue nggak lama kok. Bentaran doank."

"Tapi kamu kembali, kan? Kamu nggak ninggalin aku, kan?"

Theo berdecak sebal. "Iya lah, gue pasti kembali. Nggak mungkin kan gue nelantarin lo di sini. Bisa dibunuh orangtua lo nanti kalau gue ngebuang anaknya. Lo tunggu dulu di sini. Gue ada perlu bentar."

"Tapi...."

Terlambat. Theo udah beranjak meninggalkannya. Anthoni sendirian. Ketakutan. Diedarkannya kembali pandangannya. Ruko-ruko yang udah tutup, pada mematikan lampu. Sepi. Hampir nggak ada orang yang lewat maupun mengunjungi kompleks ruko. Anthoni merinding. Dia mau kabur aja ah.

Gue pasti kembali. Gue pasti kembali. Gue pasti kembali.

Kata-kata Theo mengurungkan niat Anthoni. Ia menarik napas panjang. Menghelanya perlahan. Kemudian menyandarkan punggungnya pada dinding ruko yang dingin. Anthoni merapatkan jaket tebal milik Theo. Pikirannya menjelajah kepada kebaikan Theo malam ini.

Tuh obat ketek bisa baik juga, ya?

Anthoni tersenyum geli. Anak sengak itu kalau lagi baik bisa lucu juga ternyata. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya Theo nggak sedingin apa yang diomongin Om Patrick. Nggak sebrutal apa yang diceritakan Om Patrick. Buktinya, Theo bersedia menggendong Anthoni dari SMA dia sampai sini. Mentraktirnya makan. Bahkan, menyuapinya. Dan sekarang, meskipun Anthoni nggak tahu kemana perginya Theo, tapi entah kenapa Anthoni memiliki firasat yang baik kepada Theo.

Theo memiliki sifat yang jauh bertolak belakang dengan apa yang dijelaskan Om Patrick kepadanya kemarin malam. Atau Theo bersikap seperti itu hanya kepada ayahnya? Memiliki sifat menyebalkan hanya untuk ditujukan kepada Om Patrick?

Anthoni nggak tahu. Masih terlalu hijau jika harus menarik sebuah kesimpulan. Saat Anthoni memutuskan untuk kembali tidur selama menunggu kehadiran Theo, terdengar suara gong-gongan anjing saling bersahutan dari samping ruko.

Teach Me to Love as (Gay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang