Mendapati Ketakutannya

252 38 0
                                    

Mendapati Ketakutannya

Kesadaran Ibu Seranda sudah bisa dipastikan hari ini. Mengingat keadaannya yang membaik sejak dipindahkan oleh Kim ke rumah sakit lain di Walls.

Kim memandang nanar wajah ibunya yang masih memejamkan mata, belum juga sadar. Tapi Kim tersenyum pula, karena ibunya sudah membaik. Kim mengelus-elus punggung tangan ibunya lembut. Dalam hati dia berdoa agar ibunya cepat diberi kesadaran.

Pada saat yang sama setelah doa Kim selesai, seorang dokter memasuki ruangan ibu Kim dirawat. Kim bangkit dan mempersilahkan dokter itu memeriksa ibunya.

"Jika dilihat sejak kepindahannya, Ibu Seranda menunjukkan keadaan yang semakin membaik. Mungkin jika saya bisa prediksi, dia akan segera sadar hari ini. Jadi tetaplah berharap Ibu Anda sadar," jelas dokter. Kim menyungging senyum.

"Oh, iya. Di depan ada laki-laki yang terus saja menanyakan tentang Ibu Seranda," lanjut dokter itu.

"Siapa, Dok?"

Kim bisa pastikan itu adalah suami ibunya. Dan Kim juga bisa pastikan dia dan anaknya sudah tahu bahwa Kim yang memindahkan ibunya.

"Tolong jangan berikan informasi apapun pada siapa saja yang mencari Ibu Seranda. Karena saya tidak mau mereka menyakiti Ibu saya lagi. Mereka lah yang membuat Ibu saya seperti ini, Dok. Tolong," pinta Kim.

Dokter itu mengangguk dan meninggalkan ruangan itu.

-

"Jangan ke rumah sakit dulu."

"Kenapa, Kim?"

"Ada Venna dan ayahnya di sini. Aku juga gak bisa keluar kamar," jelas Kim.

"Iya. Biar aku suruh sopir aku aja yang kirim makanan ke rumah sakit, ya?"

"Iya," Kim menutup teleponnya.

Baru saja Kim meletakkan ponselnya di meja kaca di depannya, ada telepon masuk.

Kim meraih ponselnya. Melihat siapa yang menelfonnya. Kai. Ada apa dia meneleponnya? Batin Kim.

"Iya?"

"Hello, Kim!" sapa seseorang di sana. Kai yang menyapanya.

"Ada apa, Kai?"

Tanpa Kim bertanya siapa itu, Kim tahu kalau itu suara Kai, bahkan dia masih ingat suara Kai.

"Aku rindu sama kamu."

Seolah ada yang mencekiknya hingga napasnya tercekat. Rahangnya kaku. Dadanya sontak berdebar sangat cepat, seolah hormon adrenalinnya meningkat akibat bermain roller coaster di taman bermain. Bibirnya kelu tak bisa menjawab. Perasaannya sudah campur aduk.

Dia menarik napas panjang dan menghembuskan pelan mencoba menstabilkan jantungnya yang berdetak cepat, hanya karena empat kata yang berlontar dari bibir Kai di seberang sana.

"Kim?" Kai bersuara lagi, karena Kim yang diam dan terlalu sibuk mengurusi detak jantungnya.

"Ya?" Kim mencoba menjawab sebiasa mungkin dengan nada yang sebiasa pula.

"Aku rindu sama kamu. Kamu apa kabar?"

Empat kata itu keluar lagi. Membuat Kim seolah ingin lompat dari gedung lantai 20. Aku bisa gila, batin Kim berteriak.

"Baik, Kai. Ada apa kamu meneleponku?"

Bodoh jika dia bertanya ada apa, karena Kai akan menjawab empat kata itu lagi. Bahwa dia merindukan Kim saat ini.

Hello, Kim [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang