Kepala Sungyeol mendongak ke atas saat bibir Myungsoo menghisap kuat leher putihnya.

"Eunggh...," erang Sungyeol.

======

"Hai, maaf tidak membangunkanmu saat aku pergi. Oh ya, aku sudah menuliskan rekeningku, kau bisa mengirimnya ke sana, dan jika ingin mencariku datang saja ke club tadi malam, itu tempat yang kusukai, see ya.... -Lee Sungyeol-"

Myungsoo tersenyum tipis saat membaca isi note dari Sungyeol yang berada persis di meja samping tempat tidurnya, ia menggenggamnya erat dan menaruhnya di dadanya yang toples. Oh ya, Myungsoo masih dalam keadaan naked setelah tadi malam ia bercinta dengan Sungyeol. Mungkin karena terlalu lelah jadi Myungsoo terlambat menyadari jika Sungyeol sudah pergi. Myungsoo mengusap wajahnya pelan dan dia menghembuskan napasnya berat.

"Kau membuatku gila Lee Sungyeol...," gumam Myungsoo, ia bangkit dan menuju kamar mandi. Ya, pagi ini walaupun ini hari minggu tapi masih saja ada rekan bisnis yang ingin bertemu dengan Myungsoo. Myungsoo mendengkus sebal saat mengingat jadwalnya hari ini. Namun kemudian dia tersenyum kecil saat pikirannya melayang mengingat laki-laki manis yang bercinta dengannya tadi malam.

"Aku ingin bertemu denganmu lagi Lee Sungyeol."

Sungyeol berjalan keluar dari kompleks gedung apartemen yang sungguh mewah, dia terlihat mempercepat langkahnya. Setelah melakukan pekerjaanya dia pergi ke suatu tempat lain, dia menyetop taksi dan naik dengan terburu, matahari sudah keluar terlalu tinggi pikirnya, dia terlambat, oh sial!

"Pak, Chungdam Hospital," titah Sungyeol.

"Baik," jawab supir taksi dan melajukan mobil itu.

"Maaf Pak, bisakah dipercepat, aku sedang buru-buru," pinta Sungyeol dan supir itu pun mengangguk, 90km/jam, menurut sang supir ini sudah sangat cepat, tapi di tengah perjalanan ada sebuah kemacetan panjang, Sungyeol menghentakan kakinya keras.

"Aiissshhh!" Sungyeol mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. "Pak, aku turun di sini, terima kasih," ucap Sungyeol sambil membayar uang taksi dan turun dari mobil.

"Aku harus bagaimana?!" gerutunya. Lalu Sungyeol memutar penglihatannya dan dia melihat sepeda, aha! seperti ada bola lampu yang menyala di atas kepalanya.

"Maaf Bibi... apa sepeda ini disewakan?" tanya Sungyeol pada seorang wanita yang terlihat cukup tua."Sewa?" bingung sang wanita tua ini

"Iya, aku akan membayar sewa, nanti aku akan kembalikan sepeda ini," mohon Sungyeol, Bibi itu nampak berpikir dan kemudian dia melihat raut wajah Sungyeol yang penuh kecemasan. Sepertinya Bibi ini juga tidak tega menolaknya, dan Sungyeol terlihat seperti orang baik di mata Bibi ini.

"Bawalah...," ucapnya singkat.

"Oh ne, terima kasih banyak, Bibi," ucap Sungyeol ramah dan membungkuk hormat. Bibi itu mengangguk dan tersenyum.

Sungyeol dengan cepat mengayuh pedal sepeda itu menuju rumah sakit.

'Ckkiiiitttttt'

Ia memarkirkan sepedanya tepat di depan lobby rumah sakit, buru-buru Sungyeol masuk dan menuju ruangan seseorang yang sudah menunggunya dari tadi.

Sungyeol sudah sampai di depan pintu sebuah kamar rawat pasien, ia sedikit merapikan pakaiannya dan menyemprotkan parfumnya, untung saja tadi dia sudah sempat mandi di apartemen Myungsoo, dan penampilannya tidak terlalu lusuh. Tangannya membuka knop pintu, entah sejak kapan ia sudah membawa sebuket bunga matahari, dengan senyumnya yang lebar ia membuka pintu itu.

"Morning~~~!" suara Sungyeol menggema di ruangan yang tidak terlalu besar itu, ia berjalan menghampiri seseorang yang masih terbaring menutup matanya. Sungyeol mengusap pelan surai hitam itu, kemudian dia mengganti bunga yang hampir layu dalam vas itu.

"Sampai kapan mau mengerjai Hyungmu ini? Hei! Daeyeol! Wake up!" Sungyeol sedikit menggelitik perut adiknya ini, ya Lee Daeyeol, dia adik semata wayang Sungyeol.

"Arraseo... arraseo... Hyung hahahahah... hentikan!" Daeyeol pun akhirnya menyudahi sandiwaranya dan duduk dari tidurnya. "Hyung kau terlambat!" pekiknya sebal. Daeyeol dia melipat kedua tangannya di depan dada, oh ini adalah bentuk protesnya.

"Maaf, tadi Hyung terkena macet, ya Daeyeollie...," bujuk Sungyeol lagi.

Daeyeol dan Sungyeol memang sangat mirip, tapi Daeyeol terlalu manja dan rapuh.

"Oke... aku memaafkanmu, Hyung," ucap Daeyeol. "Kau membawa bunga matahari lagi, huh?" selidik Daeyeol saat ia menyadari bunga lili putihnya berganti jadi bunga matahari warna oranye.

"Bagus 'kan? Warnanya cerah," jawab Sungyeol sambil merapikan beberapa kelopak yang terlipat.

"Lebih bagus bunga lili! Huh! Aku tidak suka! Warnanya menusuk penglihatanku." Daeyeol kembali merajuk, oh orang sakit memang mempunyai mood yang buruk batin Sungyeol

"Arraseo, besok Hyung bawa bunga lili, jangan kesal lagi ne?" rayu Sungyeol, dan Daeyeol pun sedikit mengeluarkan senyum tipisnya.

"Ehm... Hyung... aku ingin pulang saja," ucap Daeyeol tiba-tiba.

Sungyeol tidak mau memandang wajah Daeyeol yang ia tahu sekarang tengah memelas.

"Belum bisa, kau belum sembuh Daeyeollie."

Daeyeol mengehela napasnya berat."Aku tahu, tapi Hyung, aku tidak mau menjadi bebanmu terlalu lama, hampir empat tahun aku berada di sini, dan Hyung aku tidak ingin kau kehilangan waktumu terlalu banyak karena terlalu sibuk bekerja untuk mencari uang."

"Sejak Appa dan Eomma pergi kau selalu berkerja keras. Hyung kau telah merelakan impianmu untuk menjadi arsitek... aku tidak mau terus seperti ini, hanya diam dan menjadi beban, aku ingin membantumu Hyung," ucap Daeyeol dengan suaranya yang lirih, tangannya mencengkram selimutnya kuat.

Sungyeol terpaku, ia menggigit bibirnya kuat, matanya membulat sempurna, hatinya terasa seperti diremas, ia merasa sangat sakit mendengar Daeyeol berbicara seperti itu. Bagaimana bisa jika Daeyeol tahu pekerjaannya. Sungyeol yakin Daeyeol akan membencinya dan tidak sudi mempunyai Hyung sepertinya.

Sungyeol berbalik dan menghadap jendela, ia memunggungi Daeyeol, air matanya mengalir bebas, ia meremas ujung bajunya, dengan sekuat tenaga ia meredam isaknya.

"Hyung, tidak pernah merasa kau adalah beban, mimpi, ah... itu bisa diraih kapan saja, tapi kalau kau. Hyung hanya mempunyai satu kesempatan untuk menjagamu, jadi Hyung tidak bisa menjadi egois."

"Lagi pula, Hyung tidak pernah merasa lelah dengan semua ini. Hyung tahu, ini adalah cara Tuhan untuk membuat Hyung bersyukur memilikimu, membuat Hyung tahu bagaimana harus menjaga seseorang. Daeyeol, Hyung tidak mau kau berkata seperti itu lagi, arraseo?" kata Sungyeol dan ia pun berbalik tersenyum hangat menatap adiknya.

"Hyung...."

TBC
Tahap editing.

Nona Yupi

Beautiful Lie MYUNGYEOL (END)Where stories live. Discover now