8.1

7.8K 757 27
                                    

Di saat kita semua menunggu pesanan delivery, Zach bertanya pada Ben. "Lo satu sekolah sama Skylin?"

Ben mengangguk, "lo siapanya Sky?"

Zach tersenyum tipis, "sahabat baik dia dari jaman dia pertama kali dia nangis."

Aku tersenyum mendengar perkataan Zach. Ringtone handphone yang berdering memecahkan keheningan di ruang keluarga.

"Iya kenapa Mah?"

"Oh .. iya iya. Iya aku pulang."

Ben menutup telfonnya lalu berdiri. "Sky, gue balik dulu." katanya seraya mengacak rambutku.

"Ish!"

"Balik dulu, bro." ucapnya seraya bersalaman dengan Zach.

"Ati-ati." jawab Zach.

Papah yang baru datang dari dapur langsung menyapa Ben, "kenapa kok udah pulang aja?"

"Udah ditanyain Mamah, Om."

Papah mengangguk. "Oh yasudah, salam untuk Mamahmu, ya."

>><<

"Ya gitu Zach, Mamah belom jenguk rumah ini lagi. Seenggaknya kalo dia gak mau ketemu Papah, dia kan masih punya anak. Walaupun gue anak--" Zach tersenyum menenangkan lalu mengelus lenganku perlahan.

"-- gue masih mau di rawat, masih mau di urus. Kadang gue pengen hubungan mereka balik kayak 2 tahun lalu, tapi gue sadar gue gak punya kekuatan apa-apa." aku mengusap air mata yang berada di ujung mata.

Ia mengelus punggungku, "gue seneng kalo gue masih satu-satunya orang yang denger curhatan lo. Gue seneng karena lo ngebolehin gue, Zachary Anderson, ngeliat sisi rapuh lo, Sky."

Aku menutup wajahku dengan kedua tangan, "gue cuma khawatir kok."

Zach menarikku kepelukannya. "Tante Irene pasti balik buat lo, Sky."

Saat ia menyadari getarakanku akibat menahan tangis, Zach mengangkat wajahku. "Alin yang gue kenal emang kuat. Tapi kalo di situasi kayak gini, lupain arogansi lo, lo boleh nangis sesuka lo. Cuma gue kok yang ngeliat lo nangis."

Akhirnya, aku mengeluarkan air mata yang kutahan sejak aku menceritakan curhatanku pada Zach.

"Udah 3 menitan nih. Lama juga." katanya saat melihatku masih menyembunyikan wajahku.

Dengan mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya, aku membuka mataku lalu mengusapnya.

"Akhirnya selesai juga! Alin gue balik lagi." ia memelukku erat.

Saat bersama Zach aku merasa aman dan tenang. Selalu. Namun juga, kedua rasa ini sangat berbeda dengan 6 tahun lalu. Aku sudah menganggap Zach sebagai kakakku.

Beda lagi dengan Aiden, kalo sama orang yang satu itu. Walaupun aku selalu buang tenaga untuk marah-marah padanya, ditambah tingkah dinginnya sekarang. Namun ia mempunyai cara untuk membuat orang tersebut merasa nyaman di dekatnya.

Memang aku masih bertanya-tanya apa yang membuat sifat arogan Aiden menghilang dan digantikan dengan canda tawa yang hanya diisi oleh Emma. Tapi pada akhirnya, aku selalu mengkaitkan hubungan ini dengan Emma. Namun untuk mengubah sifat orang seperti Aiden bukanlah hal mudah, jika memang benar Emma yang menghilangkan sifat kearoganannya. Ia sudah pasti mempunyai tempat yang spesial di hidup Aiden.

The Badboy Next DoorDonde viven las historias. Descúbrelo ahora