"Iya bawel!"

Setelah mematikan sambungan, aku kembali meneliti siluet yang masih terlihat jelas dari sini.

"Genit banget sih, cewek malah di ajak ke kamar cowok." gumamku.

"Mereka tuh sebenernya pacaran atau enggak, sih?" tanyaku pada diriku sendiri seraya mengambil crop top untuk atasan dan memadukannya dengan ripped jeans.

Aku turun kebawah untuk menunggu Ben datang. Setelah 15 menit menonton televisi, bunyi klakson mobil terdengar. Tidak diragukan lagi, itu Ben.

Setelah menutup pintu dan menguncinya, aku berbalik badan dan mendapatinya sedang mengobrol dengan Aiden dan Emma. Aku berjalan cepat kearah dimana letak mobil tersebut.

Aku mendecak saat melihat mereka masih mengobrol tanpa menyadari aku yang sudah berada dalam mobil. Dengan mengetuk kaca depan kencang, mereka semua menoleh ke arahku. Beda orang beda juga reaksinya.

Wajah Aiden meneliti siapa yang berada di dalam mobil, setelah menyipitkan matanya. Dengan segera ia memalingkan wajahnya dan mengusap tengkuknya.

Emma melihatku dengan pandangan masa bodohnya, lalu melilitkan lengannya pada bahu Aiden. Sedangkan Ben, ia melihatku kaget lalu menoleh kembali pada mereka berdua, setelah itu ia berjalan ke arah mobil dan duduk di sebelahku.

Ia memandangku aneh, aku memutar mataku lalu menghadap ke arah wajahnya. "Ngapain liatin gue kayak gitu?" tanyaku.

Ia berdeham lalu memutus pandangannya padaku. "Geer."!

"Ihh!! Bukan geer, tapi gue was-was." ucapku.

Ben membunyikan klakson 2 kali lalu melambaikan sebelah tangannya pada Aiden dan Emma yang masih memperhatikanku berdua.

"Nunggu sampe lumutan nih di dalem mobil lo!"

Ben menaikkan sebelah alisnya, "idih, gue aja ngobrol sama mereka bentar doang."

"Ya terserah lo deh."

Disaat mobil sedang dalam keadaan sunyi, tiba-tiba perkataan yang Ben keluarkan membuatku bingung-cemas. "Lo tadi kenapa gak basa-basi dulu, nanyain gimana keaadan tetangga lo atau apa kek--" katanya, aku menoleh.

"Maksudnya?" aku memberanikan diriku bertanya.

Ia menatapku. "Aiden tadi hampir nabrak kakek-kakek, pas pengen ngehindar. Dia banting stir ke kanan tapi malah oleng, yaudah akhirnya motornya mendarat di trotoar."

Aku membulatkan mataku, "separah itu?"

Ben menggeleng. "Dibilang parah sih enggak, tapi luka di lengannya lumayan dalem."

Jadi yang Emma lakuin di kamar Aiden tadi buat ngobatin dia? Ooh ..

>><<

"Jadi kita berdua akan ngelangsungin acara pernikahan 2 bulan lagi." kata Papah.

Aku mengangguk mengerti, "aku sih setuju-setuju aja."

"Tapi masalahnya Mamah--"

"Omong-0mong, tingkat kematangan dari salmonnya pas banget. Saya suka, pintar kamu Ben." Papah tiba-tiba memotong perkataanku.

Aku menatapnya tak suka. "Pah!"

"Nikmati makanannya nak." katanya, aku menggelengkan kepala tidak mengerti pola pikirnya.

Ben menyenggol lenganku, "gimana?"

"Gimana apanya?"

Ia mendesah kesal, "makanannya enak atau enggak?"

"Enak." kataku.

Ia tersenyum.

"Skylin," panggil Papah.

"Karena besok kamu masih sekolah, habis ini kamu langsung Papah anter pulang." aku tidak menjawabnya.

>><<

"Papah gak nyangka ternyata Ben pinter masak," ucapnya tiba-tiba.

"Hah?"

Ia tersenyum, "itu restoran milik alm. Alvian, suaminya Caroline. Dan sekarang, restoran itu di wariskan ke Ben. Menu yang di rekomendasi Ben ke kamu, itu adalah menu yang pertama kali dia buat. Hebat, kan?"

"Ohh tadi?" aku terkejut. "Iya sih hebat." lanjutku.

Pantes tadi dia nanya, enak atau enggak. Ini ternyata alesannya.

==========

Maaf banget kalo part ini pendek, dan lama banget updatenya!!

The Badboy Next DoorWhere stories live. Discover now