22

84.5K 7.3K 199
                                    

Chapter 22

Askar tidak tahu apa yang terjadi dengan Arkan, karena tiba-tiba kemarin Arkan minta di antarkan pulang ke rumah dengan cepat. Arkan juga jadi kehilangan minat dengan kepiting ataupun lobster yang sebenarnya menggugah selera. Askar masih bingung dengan apa yang terjadi pada Arkan. Semenjak kejadian itu, Arkan seolah menjauh darinya dan kembali bertukar duduk. Kini Askar duduk dengan Kevin lagi. Askar sudah berulang kali bertanya dengan Arkan apa yang terjadi, tapi yang didapatnya hanya sebuah gelengan tanpa arti. Askar juga bertanya kepada Dion. Jawabnya sama, Dion hanya mengedikan bahu lalu berlalu. Apa Askar telah salah ucap?

Semenjak itu pula, Arkan selalu datang terlambat dan buru-buru jika bel pulang sekolah mulai berbunyi nyaring. Arkan bahkan tidak berpamitan dengan Dion. Sikap Dion yang acuh karena diabaikan Arkan membuat Askar aneh. Dion seperti sudah tahu apa yang membuat Arkan lari terburu-buru. Askar semakin bingung dengan semua ini.

"Vin, lo udah coba tanya sama Dion?" Tanya Askar lesu. Kevin ikutan frustasi gara-gara ini.

"Udah. Dia gak mau jawab." Jawab Kevin apa adanya. Askar mengacak rambutnya frustasi. Dia merasa kosong. Dia merasa sepi. Dia merasa hatinya yang sudah tertutup itu mulai bolong kembali.

Rian dan Dika juga sudah membantu Askar dengan sekuat tenaga. Mulai dari membuntuti Arkan -yang akhirnya ketahuan- , membuntuti Dion -dengan akhir di kejar bencong- , dan sok-sok jadi spy ala pelem-pelem. Bantuan Rian dan Dika memang gagal semua, tapi Dika tidak sengaja lihat Arkan berangkat sekolah sambil membawa buket bunga. Mulai saat itu, Dika berangkat di jam dan melewati jalan yang sama. Sampai akhirnya dia menemukan jawaban, mengapa Arkan selalu membawa buket bunga di pagi hari dan selalu telat saat berangkat sekolah.

"Kar, sebenarnya, beberapa hari ini gua selalu lihat Arkan berangkat bawa buket bunga." Dika akhirnya berkata. Askar melihat ke arah Dika dengan muka kepo.

"Gua gak ngikutin dia, soalnya dia udah tau mobil gua. Tapi, tadi pagi gua sengaja minta di anterin Bokap. Terus gua ikutin Arkan, eh dia masuk pemakaman." Jelas Dika sesuai dengan yang di lihatnya pagi ini. Askar menyelidik penuh tanya, pemakaman? Siapa yang meninggal?

"Gua gak masuk, takut ketahuan lagi. Tapi dari jauh, gua lihat dia bersimpuh di samping kuburan yang tanahnya masih basah dan masih banyak bunga-bunga. Gua nyangkanya sih, kuburan itu baru beberapa hari." Lanjut Dika.

"Lo mulai lihat Arkan berangkat bawa buket bunga dari kapan?"

"Dari seminggu yang lalu."

Berarti semenjak mereka pulang dari pantai. Seminggu yang lalu Arkan juga mulai menjauhi Askar. Apa ini ada hubungannya?

"Oke, makasih ya, bro!" Askar menepuk bahu Dika lalu mulai berjalan keluar kelas. Tryoutnya sudah selesai, dia gak berpikir untuk melanjutkan pelajaran. Dia hanya ingin mengambil kembali apa yang seharusnya dia miliki.

Askar sampai di sebuah rumah. Iya, rumah Arkan. Dia ingin mencari tahu dengan cara bertanya ke Salsa, mungkin udah pulang. Dia gak bisa nahan untuk gak ke rumah Arkan dan bertanya sama Salsa.

TING TONG!!

TING TONG!!

TING TONG!!

Askar menekan bel berkali-kali. Dia udah gak sabar, ingin cepat-cepat tanya sama Salsa.

"Yaa!" Terdengar sahutan dari dalam. Suara cowok. Askar mengerutkan dahi. Ayahnya Arkan? Gak mungkin, pasti lagi kerja.

Saat Askar sedang sibuk sama pikirannya, seorang cowok berusia sekitar 20 tahunan membuka pintu. Rambutnya acak-acakan, seperti baru bangun tidur.

My Brandal Boy√Where stories live. Discover now