Seventeenth

652 54 2
                                    

Saat cahaya mentari pagi menerpa wajah Anya, gadis itu terusik, seketika gelisah dalam tidurnya. Anya mencoba membuka matanya yang tiba-tiba terasa sangat berat,dan duduk bersandar di punggung ranjang sambil mengerjap.

Satu kesadaran langsung hinggap di pikirannya saat mata Anya menatap ke seluruh penjuru ruangan; ini bukan kamarnya.

Dalam sekali hentakan, Anya berdiri. Ia bergegas membuka pintu kamar dan terkesiap saat melihat Dara berada di depan pintu sambil membawa nampan berisi segelas susu dan roti isi. "Kenapa udah bangun, Nya?. Ini masih pagi."

Dara menerobos Anya yang berdiri di ambang pintu. Menaruh nampannya di atas nakas di samping kiri ranjang.

Anya mengekor di belakang, "Kenapa gue bisa ada di rumah lo?"

Dara mengendikkan bahu, "Harusnya gue yang kepo ke lo,Nya. Gue bingung sama kalian berdua. Kalian sebenarnya kenapa sampe mata lo bengkak kayak habis di gigit semut raksasa gini?"
Dara duduk di tepi ranjang, di ikuti oleh Anya yang duduk di sampingnya. Satu kesadaran lagi langsung menampar Anya; Gerald membunuh ibunya. Lelaki yang ia cintai, membunuh ibunya.

Satu bulir air mata sukses meluncur menuruni pipi Anya. Membuat bulir-bulir air mata lainnya ikut terpancing untuk keluar.

"Lo kenapa sih, Nya? Cerita dong sama gue." Kali ini, kekhawatiran Dara bertambah satu tingkat. Itu terlihat dari suara Dara yang bergetar.

"Dia bunuh ibu gue, Ra. Dia yang bunuh ibu gue." Isakan Anya bertambah keras saat ia mengakhiri kalimatnya.

Dara mengerutkan keningnya semakin dalam, "Siapa yang bunuh ibu lo?"

Anya menoleh ke samping untuk melihat Dara. "Gerald.. dia bunuh ibu gue, Raa" Saat tangis Anya pecah,Dara memeluk sahabatnya itu. Raut wajahnya masih menampilkan keterkejutan yang sangat jelas.

Bagaimana bisa?

Dara mengelus punggung Anya untuk menenangkan,walaupun ia sendiri yakin tidak lebih tenang dari Anya.

Setelah beberapa saat, tangis Anya mereda. Kali ini hanya terdengar isakan kecil bersamaan dengan Anya yang mengurai pelukan mereka. "Gue harus gimana?" Pertanyaan Anya terdengar seperti lirihan, yang sialnya membuat air mata kembali berkumpul di pelupuk matanya.

"Mendingan, lo nginep di rumah gue dulu selama beberapa hari ini, Nya. Kalau lo mau, lo bisa absen sekolah beberapa hari. Karena dengan keadaan lo kayak gini, gue gak yakin lo bakal baik-baik aja di kelas. Gimana?"

Anya tidak menjawab. Ia menarik dirinya untuk berbaring di ranjang, membuat Dara refleks berdiri dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Anya.

"Panggil gue kalau lo butuh sesuatu, okay?"

Dara berbalik, berjalan menjauh dan hilang di belokan kamar.

***

2 hari berlalu semenjak kejadian di rumah Sarah. Anya masih bolos sekolah, dengan alasan demam dan sebagainya.

Saat Bu Retno menanyakan keberadaan Anya, Dara yang duduk di belakang Gerald langsung menjawab, "Anya demam, Bu." sementara matanya mengarah tajam ke punggung Gerald yang saat ini terlihat menunduk lesu.

Semenjak dua hari yang lalu, Dara yakin ia melihat dua kantung kangguru di bawah mata Gerald. matanya memerah, sementara penampilannya lebih berantakan dari biasanya. Tak jarang, Gerald mendapat teguran oleh beberapa guru karena ia di nilai kurang fokus. Dan yang paling parah, Nilai ulangan Fisika Gerald menurun drastis dari angka 90 menjadi 65.

Kalau begini, Dara hanya bisa diam dan menonton tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Anya masih di rumah lo, kan?" Tiba-tiba sosok Gerald berdiri di samping Dara saat gadis itu berjalan menuju parkir sekolah.

Dara sempat kaget, namun buru-buru ia menyembunyikannya. "Kenapa?" Tanya Dara ketus.

"Jawabannya iya atau enggak. Pilih salah satu."

Dara melengos. Ia berjalan cepat menuju mobilnya yang sialnya terparkir paling ujung.

Gerakan Dara terhenti saat Gerald menghadang jalannya. "Jawab gue, Ra. Tolong."

Kalau saja ia tidak memperdulikan perasaan Anya, pasti Dara sudah tersentuh dengan wajah memohon Gerald yang Dara nilai sangat tulus itu.

Dan jangan lupa, kantong mata kangguru Gerald yang membuat Dara seperti melihat zombie.

"Kalau dia di rumah gue kenapa?"

"Ah.. dia masih ada di rumah lo ternyata. Makasi infonya, Ra." Gerald menepuk lengan Dara dua kali sambil tersenyum tipis. Cowok itu lantas berlari meninggalkan Dara yang masih berfikir.

"Hah? Emang gue ada jawab pertanyaan Gerald? Kenapa dia tau jawabannya?" Tanya Dara pada diri sendiri.

***

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh sore saat Anya memutuskan beranjak dari kasur untuk membersihkan dirinya.

Anya menoleh ke arah pintu saat pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang. "Nya, ini gue Dara!"

Karena mendengar intonasi Dara yang naik beberapa oktaf dari biasanya, Anya bergegas membuka pintu. Handuk putih miliknya ia sampirkan di salah satu bahu.

Begitu pintu terbuka, Dara menerobos masuk dan berjalan ke arah jendela. Sementara Anya mengekor dengan rasa penasaran setengah mati.

Saat Dara menyibak korden, ia menoleh ke arah Anya. "Lo lihat? Gerald di sana."

Anya melihatnya lebih dekat. Disana, Gerald berdiri di depan motor ninjanya,menatap pagar hitam besar yang terkunci di hadapan Gerald.

"Ngapain dia diem di sana?" Anya mendongak ke langit kelabu dengan awan hitam yang menyelimuti bumi. "Mana mendung, lagi."

Dengan langkah gusar, Dara duduk di tepi ranjang. "Gue udah bilang kalau lo gak mau di ganggu. Tapi dia tetep diem di sana sampai lo keluar. "

Anya mencoba tidak peduli dengan cara memejamkan mata lalu menutup jendela kamar dengan korden berwarna cokelat. "Gue mau mandi." Ucap Anya dingin lalu beranjak ke kamar mandi.

Saat pintu kamar mandi tertutup, Dara bersuara. "Ayo kita lihat seberapa besar perjuangan Gerald untuk dapetin kata maaf dari lo, Nya."

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang