Sixth

1K 88 2
                                    

Gerald tau, sebaik apapun ia menahan emosinya, jika Gerald melihat orang yang ia suka bersama orang lain, ia ingin sekali memukul rahang  atau menendang perut seseorang saat itu juga

Tapi Gerald lagi-lagi tersadar akan satu hal, bahwa ada hal yang lebih penting dari pada hasrat untuk memiliki Anya.

Gerald menggeram saat memperhatikan Dimas dan Anya yang duduk berhadapan dengannya di ruang silat.

Saat pemanasan selesai di lakukan, Gerald berniat mengambil botol minum di tasnya ketika seseorang bersuara, "Gue pengen fight sama lo, Gerald. Gue pengen belajar gimana caranya meninju dengan benar"

Gerald berbalik, matanya memicing ketika menatap Dimas yang sedang melompat ringan di tengah ruangan.

Mengambil body, Gerald terus menatap Dimas tanpa berpaling.

"Gue tau lo bukan banci," Dimas tersenyum masam sambil memperhatikan body yang akan Gerald kenakan seolah mengatakan jangan-pakai-body-itu.

Gerald berdecih, "Ini bukan ekskul tarung bebas, ini ekskul Silat. Gue tau lo sangat bodoh, jadi gue harap lo bersedia mundur dari ekskul silat ini karena disini bukan perkumpulan orang bodoh dan numpang tenar."

Wajah Dimas memerah saking panasnya. Ia mencoba menahan emosinya dengan mengepalkan kedua tangannya hingga jari-jari tangannya memutih.

Namun, saat Gerald melempar body-nya ke sembarang arah begitu saja lalu berbalik, Dimas tiba-tiba berlari dan satu tendangan tepat bersarang di punggung Gerald.

Anya menjerit, sementara murid lain menonton dengan mulut menganga tanpa ada yang mau melerai. Mereka takut, tentu saja. Lebih baik menyelamatkan diri sendiri daripada menjadi jagoan gagal dan berakhir dengan memar dan patah tulang sana sini.

Gerald terjatuh, untung saja tidak terlalu sakit karena kedua tangannya telah mendarat terlebih dahulu. Begitu bangun, tanpa di sangka-sangka Gerald melakukan gerakan menggunting tanpa Dimas sempat menyadarinya. Dimas terjengkang ke belakang, kedua kakinya masih terlilit oleh kedua kaki Gerald.

Gerald terbangun, lalu menindih Dimas dengan lututnya seraya mencondongkan tubuhnya ke wajah Dimas. "Gue gak tau apa motif lo ngajak gue fight saat lo pertama kali masuk ekskul ini." Gerald melirik Anya yang sedang ketakutan di pinggir ruangan."Yang pasti, jika suatu saat pacar lo yang cengeng itu menangis karena cowok brengsek kayak lo, gue gak akan segan-segan melakukan hal yang lebih dari ini ke elo."

Gerald bangun, mengambil tasnya dan berlalu dari sana tanpa mengatakan apapun.

Semuanya diam, ada yang memperhatikan Gerald hingga ia menghilang di balik pintu , tidak sedikit juga yang meringis melihat Dimas saat Dimas terbangun dengan wajah menderitanya.

Dimas berjalan tertatih saat menghampiri Anya. "Gue kalah, shit" Umpatnya saat sudah berada beberapa cm di depan Anya. Merasa tidak mendengar jawaban dari Anya, akhirnya Dimas memperhatikan Anya, wanita yang bahkan tingginya hanya mencapai bahu Dimas itu.

Untuk pertama kalinya, tatapan mereka bertemu. mata cokelat belo Anya bersinar, Dimas tahu Anya ingin menangis karena ketakutan hingga matanya berkaca-kaca. Tatapan Dimas beralih pada hidung kecil Anya, lalu turun lagi ke bibir tipis Anya.

Tangan Anya bergetar, Dimas yang baru menyadari itu lantas tersenyum lalu meraih tangan Anya. "Aku gak kenapa-kenapa kok, say. Udahan dong gemetarnya" Goda Dimas lalu mengerling.

Semua pasang mata yang memperhatikan mereka berdua menampilkan ekspresi berbeda-beda. Khusus bagi kaum cewek, mereka ber-auuw ria seraya mengelus dada mereka entah karena apa. Sementara kaum cowok lebih memilih acuh , tapi tak sedikit dari mereka juga yang iri akan tindakan dari salah satu primadona sekolah itu.

Tersadar, bola mata Anya membulat. Tak lama berselang, Anya memukul bahu Dimas lalu menjewer telinga cowok itu penuh niat. "Ee..ee Nya, Anya! sakit tauuu" Rintih Dimas saat Anya membawanya keluar dari ruang silat.

Dan disinilah mereka sekarang, berada di ruang kelas XII MIA-1 yang nampak sepi karena hari ini merupakan hari libur sekolah.

Anya melepaskan tangannya dari telinga Dimas, "Kenapa lo ngelakuin itu, Dimas?!"

Dimas menggosok pelan telinganya, lalu mengambil kursi panjang dan duduk dengan berselonjor kaki. "Terus gue harus apa? harus diem gitu? harus alim kayak peserta MOS yang takut sama seniornya?" Dimas mencoba meraih punggungnya yang ia asumsikan memar. "Lo bisa nyetir kan? gue rasa punggung gue gak bisa di ajak duduk lama-lama." Tanya Dimas.

Anya menggeleng, tentu saja ia belum bisa menyetir, mobil saja Anya tidak punya. Mau belajar juga rugi, iya kan?

Dimas lagi-lagi tersenyum penuh hinaan, "Emang dasarnya lo gak bisa apa-apa ternyata."

Anya baru akan memukul Dimas saat cowok itu meringis karena tangan Dimas tak sengaja menyentuh punggungnya yang memar. "Beliin Gue es batu gih. Jangan marah-marah mulu nanti cepet peot."

"Gue gak mau" Anya memalingkan wajahnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Lo udah ngerusak semuanya."

"Lo tadi liat Gerald ngebisikin gue sesuatu?" Tanya Dimas seraya tersenyum miring.

Anya mengangkat bahunya, membuat Dimas mau tak mau meluncurkan jurus jitunya agar Anya menurut, "Gerald bilang ke gue sedikit tentang lo. Tapi kalau lo gak mau ya-"

"Gue mau, wait a minute!" Anya berlari detik itu juga, membuat Dimas tertawa. "Awas hati-hati nanti kesandung batu lo mewek lagi. Gak ada dagang balon disini!" teriak Dimas lalu tersenyum memperhatikan punggung Anya yang kian menjauh.

***

a.n

uaheemm. Bobok cantik youk? :D

Regards,

Inaka13

08112015

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang