fourteenth

841 65 1
                                    

"Badan lo menggigil gini, masih mau bilang gak kenapa?!" Sheila mengambil lap kecil di dalam baskom yang berisi air hangat dengan bringas lalu menempelkannya di dahi Gerald. Tatapannya tajam mengarah pada Gerald yang saat ini tergeletak tak berdaya di atas ranjang king sizenya.

"Gue cuma butuh istirahat, Shei. Gak usah di kompres-kompres gini. Gak ada gunanya." Gerald mengambil lap yang menempel di dahinya lalu membuangnya ke sembarang arah.

Sheila menghela nafasnya seraya menunduk untuk mengambil lap tersebut di lantai. "Terus mau lo apa?" Tanyanya, lelah.

Gerald memejamkan mata,sementara kedua tangannya yang berada di dalam selimut saling memegang bahkan hampir mencengkram satu sama lain. "Anya" Lirihnya.

Sheila menekuk kedua alisnya, "Apa?" Tanyanya seraya mendekatkan telinganya di bibir pucat Gerald.

"Anya?!" Gerald terkesiap lalu bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah, sementara wajahnya masih sepucat saat ia baru datang dari sekolah dalam keadaan basah kuyup tadi sore. "Mana handphone gue?" Tanyanya pada Sheila, namun lebih mirip seperti lirihan.

Sheila mengerutkan dahinya,"Emang Anya kenapa?"

Mata Gerald menyapu ke seluruh ruang kamarnya. Sesaat kemudian, ia menemukan ponselnya tergeletak di atas nakas di depan ranjangnya. Gerald hendak mengambilnya namun dengan sigap Sheila mendorongnya sehingga ia kembali terduduk di ranjang.

Gerald berdecak, "Lo kenapa sih, Shei?"

Sheila melipat kedua tangannya di depan dada. "Lo yang kenapa!. Emang Anya ada ngelakuin hal apa sih, sampe lo kayak gini?"

Saat Gerald mulai menatapnya bingung, Sheila  menyadari bahwa ia mengatakan hal yang seharusnya hanya boleh ia katakan di dalam hatinya.

Dengan langkah gugup Sheila berjalan menuju nakas, mengambil ponsel Gerald dan menyerahkan ponsel itu pada pemiliknya.

Gerald meraihnya, namun tatapannya terkunci pada wajah Sheila. Ia tau apa arti ucapan Sheila, Gerald tau apa arti dari bahasa tubuh Sheila selama ini, tapi ia benci mengetahuinya.

Intinya, dia benci karena Sheila menunjukkan rasa sukanya pada Gerald.

Sheila kembali duduk di samping Gerald, tangannya saling menggenggam satu sama lain. "Gue minta maaf."

Terkekeh, Gerald mengacak pelan puncak kepala Sheila, membuat tubuh gadis itu menegang. "Gini lo, Shei. Gue tadi ngeliat Anya masih di sekolah karena hujan deras. Jadi gue ninggalin jaket, jam tangan, sama jas hujan gue di sana. Makanya gue basah kuyup tadi." Jelas Gerald dengan cengiran khasnya, yang entah mengapa membuat dada Sheila sedikit sesak. "See, gue udah lebih baik sekarang." Gerald merentangkan tangannya di depan Sheila, "Gue mau makan dulu, Shei. Lo masak apa?" Tanya Gerald seraya memakai sandal rumahnya.

Sheila berdiri, mendorong punggung Gerald hingga cowok itu ikut berdiri, "Gue masak Sop ikan mujair sama tempe bumbu pedas manis. Ayo makanml. Gue juga tiba-tiba laper. " Sheila mengaitkan lengannya di bahu Gerald. Sementara Gerald hanya terkekeh, tanpa mau memikirkan lebih jauh apa yang Sheila harapkan padanya.

***

Seperti biasanya, di meja makan minimalis yang dapat menampung 4 orang, Sheila dan Gerald makan dalam keheningan. Hanya sesekali terdengar suara dentingan piring dan sendok.

Gerald sempat melirik handphonenya yang bergetar di meja. Namun ia memilih tidak peduli. 'palingan juga operator', Gerald membatin. Cowok itu lantas mengangkat piring dan sendok kotor, berdiri, dan berjalan ke arah wastafel untuk mencuci perabotan yang kotor.

"Ada telfon, Rald!." Teriak Sheila dari ruang makan.

Sesampainya di ruang makan, Gerald menyugar rambutnya. "Siapa yang nelfon?" Tanyanya seraya meraih ponselnya.

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang