Fourth

1.3K 95 2
                                    

Akhirnya hari Senin yang paling menyebalkan sedunia sudah Anya lewati.

Ia menghempaskan tubuhnya di kasur, mengangkat kakinya, melepaskan sepatu dan melemparnya ke arah rak sepatu yang berada di ujung ruangan, berhadapan dengan ranjang Anya.

headshoot. Selalu tepat sasaran.

Setelah lelah bergulang-guling di kasur-seperti cacing panggang, Anya terdiam,menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru cerah.

Sejenak, pikiran Anya melayang ke suatu waktu yang terjadi pada pagi hari ini. Dimana ia, si Ganteng Gerald dan Tio, di panggil oleh wali kelas mereka.

"Kalian tau setelah selesai Ujian Tengah Semester ini akan di adakan lomba-lomba untuk memperingati bulan bahasa?"

Mereka-kecuali Anya mengangguk. Di ikuti Anya setelah melempar tatapan aku-tidak-tahu pada Gerald dan Tio.

"Kalian tau kan kalau kelas kita membutuhkan perwakilan kelas untuk lomba cerdas cermat lusa depan?" Tanya Ibu Ningsih lagi, selaku wali kelas XII MIA-1.

Kali ini, Anya mengangguk lebih dulu dan paling semangat. Di ikuti dengan tatapan tajam Gerald dan pandangan kecewa Tio pada Anya. "Apa?" Tanya Anya berbisik, melempar pandangan pada Tio dan Gerald bolak-balik.

"Maaf sebelumnya,tapi untuk saat ini dan seterusnya saya ingin fokus untuk Ujian Nasional dan embel-embelnya. Jadi-"

"Ini cerdas cermat dengan tema HIV AIDS dan Narkoba. Ibu kira kelas MIA akan lebih mempunyai peluang untuk menang di bandingkan kelas IIS. Karena materinya mempunyai keterkaitam dengan pelajaran biologi dan kimia."

Gerald baru akan mengangkat pantatnya ketika Ibu Ningsih bersuara demikian.

"Ooohh" Anya ber'oh' ria lalu manggut-manggut. "Ibu nyuruh kami bertiga buat ikut lomba. Baik bu, kami siap" Anya mengepalkan tangannya di udara, "Ini bukan tarung derajat,Anya. Ini lomba cerdas cermat." Sela Tio, memutar bola mata.

"Saya gak siap, bu. Maaf." Kali ini, Gerald benar-benar meninggalkan ruang guru tanpa mendengar penjelasan dari Bu Ningsih. Bahkan otak malas Anya harus bekerja dua kali lebih cepat untuk mengerti sikap dingin Gerald pagi ini.

**

"Bahkan lo gak berhak untuk tau kehidupan gue. Ngerti?"

Gerald berbalik, meninggalkan Anya yang berdiri mematung di koridor yang menghubungkan Kantin sekolah dengan lapangan indoor.

Tersadar, Anya mengejar Gerald dengan langkah kecilnya. Setelah berhasil menghadang Gerald, Anya menatap cowok itu takut-takut. "Tapi ini cuma masalah lo gak mau ikut lomba antar kelas. Bukan masalah pribadi lo."

"Gu-"

"Ini gak ada hubungannya sama kehidupan sok-sok misterius lo itu Austin Gerald!"

"Anya! Cukup!" Gerald mengacungkan tangannya ke wajah Anya.

Telinga dan wajah Gerald memerah. Cowok itu menggertakkan giginya, Nafas Gerald memburu, matanya menatap mata cokelat Anya layaknya Elang. Tajam, dan membunuh.

"Lo mau tau alasan gue kenapa gue gak siap ikut lomba sialan itu?"

Anya menggeleng sekenannya, "Gu-Gue"

"Gue gak mau ikut lomba sialan itu karena elo, Nya!. Karena gue fikir semenjak kejadian kita terkunci di lab kimia, lo mulai lupa sama batas-batas lo. Kita bukan teman, Nya. Dan tolong, sebesar apapun perasaan lo ke gue, gue minta lo buang jauh-jauh. Karena gue gak mau nyakitin lo lebih lama lagi."

Gerald memalingkan wajahnya, berjalan menjauh dari tempat Anya berdiri. Cewek itu termangu sejenak,lalu menengadah, menatap langit biru dengan awan putih cerah agar tangisnya tidak tumpah saat itu juga.

**

"Lo kayak cewek gak punya harga diri, Nya. Gue kesel sama lo." Dara duduk di bangku Anya, menatap sahabatnya yang sedang memandang lantai tidak berkedip.

"Gue gak mau ada permainan botol-botol bodoh yang berputar. Gue rasa kita gak perlu permainan konyol itu."

"Gue cinta sama Gerald" Ucap Anya parau, satu bulir air mata Anya menetes seiring dengan helaan nafas panjangnya.

"Dan lo harus nerima kenyataan bahwa Gerald gak suka sama lo."

Anya menatap Dara sendu, "Gue udah terima itu sebelum lo kenal gue, Ra. Gue terima semuanya. Gue terima perlakuan kasar Gerald ke gue, gue gak pernah satu kali pun ikut campur dalam hidupnya Gerald. Gue cuma minta Gerald ngebiarin gue ada di sekitar dia, ada di zona dia tanpa dia perlu merhatiin guen Bagi gue itu udah cukup, Ra."

Dara menghela nafas lelah, "Dan mulai sekarang lo haru nyoba ngelupain Gerald."

"Gak" Anya menggeleng, "Gue gak bisa."

Dara memalingkan tatapannya ke arah pintu. Dimana terdapat Dimas dan kedua temannya yang seperti hari-hari biasa-menghisap rokok di teras kelas. "Mau buat perjanjian?" Tanya Dara pada Anya setelah menyapa Dimas.

"Apa?" Tanya Anya, mengusap pipinya.

Dimas menggerakkan dagunya ke arah Anya, lalu menengadahkan tangannya seolah berkata Anya-kenapa? pada Dara.

Dara tersenyum, menatap Anya dan Dimas bergantian. "Gue rasa, kalian pasangan serasi untuk ukuran 'pasangan palsu'"

**

a.n

Hi!
Terimakasih bagi yang sudah baca YOU. Dan sya mnta maaf karena kemarin" gk dapet update karena sibuk mempersiapkan lomba di sekolah dalam rangka bulan bahasa , kebetulan sekarang hari terakhir lomba jadii bisa update.

Biar gak kelepasan curcol karena mulut saya kalau udah ngomong pengennya ngegas terus, intiny hari ini sya seneng krna bisa bawa piala ke rumah! :D

Regards,

Inaka13

28102015

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang