Eigth

1.1K 82 5
                                    

Pada pagi itu, saat ia menuangkan air minum ke dalam gelas di atas meja, suara cowok khas bangun tidur mengalun sangat jelas di telinganya.

"Gue gak kuat, La."

Alis cewek dengan sebutan akrab 'la' itu berkerut, ia menaruh gelas berisi air di atas meja, berbalik menghadap Gerald yang kini sedang bersandar di kusen pintu dapur dengan piyama birunya. "Maksud lo?"

Gerald menyugar rambutnya, "Gue gak kuat ngeliat Anya sama cowok lain. Ini rasanya lebih sakit dari yang gue kira."

"Tapi dia udah punya cowok lain" Sanggah Sheila.

"Gue gak peduli"

"Tapi dia udah bahagia sama Dimas"

Gerald memandang Sheila malas "Gue.Gak.Peduli"

"Tapi lo yang udah ngebunuh ibunya--"

Sheila membungkam mulutnya refleks. Ia menggeleng saat menatap tubuh Gerald yang seketika menegang dengan tatapan tajam yang jatuh ke lantai.

"Gu..Gue gak--"

"Gue tau" Potong Gerald, menaikkan tatapannya. "Makasih udah menyadarkan gue." Ucapnya sinis.

Gerald berbalik, berjalan secepat yang ia bisa dengan nafas memburu. Sementara Sheila berdiri mematung, pikirannya kacau.

Sungguh, Sheila tidak berniat membuka luka lama yang pernah di alami Gerald. Ia hanya ingin menjauhkan Gerald dari semua kenanganya terburuknya, menghapus kenangannya dari otak Gerald.

Entah mengapa jauh di dalam lubuk hatinya, ia tidak ingin Gerald menyerah dan mendekati Anya.

Mungkin saja Sheila tidak ingin saat Gerald bersama Anya, cowok itu terus membayang-bayangkan kejadian beberapa tahun yang lalu.

Atau mungkin, ada hal yang tersembunyi yang di inginkan hati kecilnya.

***

Anya mengambil handphone di bawah bantal tidurnya. Satu pesan menyangkut di notifikasinya sejak tiga jam yang lalu.

Dan hebatnya, Satu pesan itu membuat Anya tidak bisa tidur malam ini.

from : Dimas

Nya, Gw suka sma lo.

Anya menjambak rambutnya frustasi setelah melempar handphonenya ke sebelah bantal.

tok..tok..tok..

Anya terkejut, lantas bersikap siaga. Siapa yang datang tengah malam begini? Pikir Anya ngeri.

tok..tok..tok..

Suara ketukan pintu itu terdengar lagi, kali ini lebih keras. Untuk berjaga-jaga, Anya berlari tanpa suara menuju dapur, mengambil panci dan spatula lalu berjalan layaknya tentara yang sedang berperang menuju pintu utama rumah kontrakannya.

Anya mengintip dari celah gagang pintu, samar-samar ia melihat celana jeans hitam dan jari tangan yang besar dan panjang.

Anya makin siaga, ia yakin tamu tak di undangnya ini adalah laki-laki. Perlahan ia membuka pintu dan dengan sekali hentakan--

Anya mematung.

Panci dan spatula di genggamannya terjatuh. Di lihatnya rambut coklat acak-acakan yang sangat familiar di ingatannya.

Sebelah tangan cowok itu memegang kusen pintu sebagai penyangga. Sementara tatapannya terlihat sayu dan menyedihkan.

"Anya" Ucapnya serak, anehnya terdengar sangat sexy di telinga Anya.

Dalam sekejap, Anya mencium bau alkohol yang sangat mendominasi. Maka dari itu, alis Anya berkerut. Belum sempat Anya mengatakan apapun, Cowok itu menarik kepalanya dan tiba-tiba menempelkan bibirnya pada bibir Anya.

Kesan pertama yang Anya rasakan dari ciuman pertamanya adalah; terasa empuk, lembut, dan panas.

Sejenak mereka berdua terdiam, dengan bola mata bulat hitam bertemu dengan mata cokelat almond dengan titik hitam di tengahnya.

Seolah di hipnotis, Anya ikut memejamkan mata saat Gerald pun memejamkan matanya.

Anya merasakan sensasi yang luar biasa saat bibir Gerald menghisap lembut bibir bawahnya, lalu beralih pada bibir atas Anya secara bergantian. Ia membiarkan Gerald yang memegang kendali, karena sungguh, Akal sehatnya tidak bekerja pada saat-saat seperti ini.

Gerald merapatkan tubuhnya pada Anya, sebelah tangannya mengikat pinggang kecil Anya sementara tangan yang lainnya memegang tengkuk Anya.

Dengan tangan gemetar dan jantung yang sedang berdisko di dalam sana, Anya memeluk Gerald, dengan tidak melepas ciuman panas mereka.

Kesempatan ini Anya pergunakan untuk memandang setiap jengkal dari wajah tampan Gerald. tidak ada cacat sedikitpun, kulit Gerald bersih dan putih. Bahkan Alisnya tampak tertata rapi secara alami.

Anya memejamkan matanya kembali, menikmati hangatnya tubuh besar Gerald yang memeluknya.

Gerald melepas pagutannya saat kepalanya mendadak pening, akibat terlalu banyak meminum minuman berakohol. Anya sedikit kecewa, namun ia tidak memprotes. Di tatapnya bola mata cokelat itu sekali lagi, bola mata yang menjadi favoritnya dari dulu.

Namun, yang terjadi setelah itu adalah Gerald yang ambruk seketika.

"Geraald!" Panggil Anya khawatir. Ia terpaksa menyeret cowok itu karena berat badannya tidak bisa di bandingkan dengan tubuh krempeng Anya.

"Sialan, ini manusia apa beton?" Gerutu Anya saat ia berhasil menjatuhkan tubuh Gerald di sofa kecilnya dengan kaki yang terlentang di bawah.

Anya baru akan berbalik ketika ia mendengar suara Gerald.

"Nya"

Setelah itu, Gerald berguling ke kiri, membuat cowok itu jatuh ke lantai dengan tragis.

Anya meringis, namun ia tetap mendekat pada Gerald. Di tatapnya lekat-lekat cowok itu seraya mengumpulkan tenaga untuk sekedar menyentuh pipi atau apapun yang ia bisa.

Gerald memiliki rahang yang tegas, wajah yang lembut dan bersih terawat, sementara alisnya hitam namun tidak terlalu lebat, dan yang terpenting, bibir merah penuhnya yang membuat Anya tergila-gila.

Anya membayangkan saat Gerald tersenyum kecil, atau saat ia menampilkan ekspresi marah maupun datarnya, membuat Anya tersenyum. Ia memberanikan diri untuk menyentuh rambut cokelat Gerald, lalu turun ke rahang tegasnya .

Namun saat Anya menyentuhnya, tiba-tiba mata Gerald terbuka, membuat Anya panik setengah mampus.

"Anya" Suara seraknya membuat tubuh Anya bergetar. Sejurus kemudian, jemari tangan Gerald menangkup jemari tangan Anya dan menggenggamnya.

Gerald kembali tertidur setelah tersenyum dan membawa genggamannya ke dada Gerald, membuat darah Anya berdesir pelan.

Anya menengok ke samping, tidak terdapat bantal maupun selimut di sekitarnya, yang ia lihat hanya panci dan spatula yang tergeletak mengenaskan di lantai.

Akhirnya Anya memutuskan untuk tidur di samping Gerald dengan tangan bebasnya sebagai bantal. Anya menatap sosok Gerald lekat-lekat. Memikirkan kejadian apa yang menimpa Gerald sehingga ia amnesia dan tiba-tiba datang ke rumah Anya dan menciumnya.

Apapun itu, Anya terlihat bahagia. Bahagia karena Gerald tidur disebelahnya, di rumahnya.

Intinya, Anya bahagia karena saat ini Gerald menggenggam tangannya.

***

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang