#9

108 7 0
                                    

"Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Karena hati tdk perlu memilih. Ia selalu tahu ke mana harus berlabuh."

(Perahu Kertas)

♡♡♡

~Rayya~


Minggu-minggu ini aku sering mengadakan belajar bersama bareng Randy, semua itu Randy lakukan karena minggu depan sudah menjelang UTS, dia ingin aku mendapatkan nilai yang bagus hasil sendiri, bukan karena hasil nyontek ke Fadil yang seperti biasa aku lakukan saat ulangan harian. Jika Randy melakukan hal seperti ini, mungkin lebih baik diadakan UTS di setiap hari saja, jadi aku bisa setiap hari menatap wajah Randy.

"Aku pulang ya. belajar yang bener Aya." Ucapnya sambil tersenyum memandangku, senyum yang indah dan ingin rasanya aku memeluk Randy ,tapi nggak mungkin aku melakukannya.

"Hati-hati Jho." Randy mengusap bahuku dengan lembutnya, lalu masuk mobil, dan pergi berlalu. Aku masih memandang mobil yang di kendarainya, hingga tak terlihat lagi.

♡♡♡

~Fadil~

Sudah senin lagi, upacara lagi, belajar lagi, tapi gue seneng, disekolah gue bisa ketawa lepas, ketemu temen-temen, dan ketemu pelajaran matematika yang gue sukai.

Hari ini tumben sekali Rayya ngajakin gue berangkat pagi-pagi, dia terlihat semangat, seragamnya yang dia pakai pun terlihat rapih, mungkin karena dasi dan kaos kaki putih yang sering sekali dia tidak pakai sekarang dia pakai dengan rapih, sesuai dengan peraturan sekolah. Gue suka lihat Rayya seperti ini. Sesampainya di sekolah, sebelum upacara dimulai Rayya meminta gue untuk mengajarkan dia pelajaran matematika, mungkin Rayya tersadar pelajaran matematika lah yang selalu membuatnya mendapatkan nilai buruk, atau mungkin karena Randy dia jadi semangat, tapi itu nggak penting bagi gue, yang jelas gue senang nglihat perubahan Rayya sedikit demi sedikit.

"Yura nggak masuk lagi." Ujar Rayya saat melihat layar ponselnya, gue rasa dia baru saja dapet kabar dari Yura melalui SMS. Gue bersikap biasa saja saat Rayya bicara seperti itu, tapi tidak untuk hati gue, entah kenapa gue jadi khawatir sama Yura, gue takut dia ketinggalan pelajaran karena seminggu lagi akan ada UTS.

Rayya menatap gue, tatapan aneh, seperti merencanakan sesuatu, "Fad lo kan pinter, gimana kalo lo tiap malam skype-an sama Yura, sekedar lo jelasin inti-inti yang terpenting aja soal pelajaran hari ini dan dua hari kedepan, kasian Yura dia pasti ketinggalan pelajaran." Mohon Rayya.

Bener apa yang gue bilang, pasti Rayya lagi merencanakan sesuatu, dan itu rencananya, "loh kenapa harus gue, lo aja ah !"

"Iihh Fadil, kalo saja gue sepinter lo, nggak mungkin gue nyuruh lo buat ngajarin Yura. Ayolah Fadil Yura kan juga sahabat kita, lo bilang kalo sesama sahabat harus saling tolong menolong." Mohon Rayya lagi.

Sebenarnya gue paling nggak suka lihat Rayya memohon seperti ini, tapi di satu sisi gue juga malu jika harus skype-an ke Yura. Nggak tahu sejak kapan gue punya rasa malu seperti ini, padahal gue sama Yura nggak ada apa-apa, tapi entahlah sejak Yura punya kesamaan sama gue, perasaan gue jadi beda kalau lihat wajah Yura.

"Fad lo harus mau ya ?" Lagi-lagi Rayya memohon, sambil mengguncang-guncangkan pundak gue. Rayya memang paling bisa kalau meminta mohon untuk hal yang menurutnya harus dilakukan. Dan akhirnya gue menuruti semua permintaannya, ini semua gue lakukan bukan karena permohonan Rayya tapi karena ucapan Rayya, untuk saling tolong menolong sama sahabat.

Upacara di mulai semua siswa berkumpul di tengah lapangan, membikin barisan serapih mungkin sesusai kelasnya. Gue dari tadi mencari Rayya biasanya dia berada dibarisan belakang bersama Dinda dan temen-temen lainnya, tapi saat gue tanya Dinda dia bilang Rayya ada di barisan paling depan. gue hanya tersenyum melihat tubuhnya dari belakang, walau gue tahu dia berubah bukan karena gue, tapi karena Randy.

Cinta Beda Rasaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें