#4

173 11 1
                                    

"Selama dia bahagia, aku juga akan bahagia. Sesederhana itu."

(Autumn in Paris)

♡♡♡

~Rayya~


Seperti biasa, jam istirahat hari senin selalu ramai, kantin benar-benar penuh sesak karena murid yang masuk pagi terlalu banyak dari pada yang masuk siang, ditambah lagi jam istirahat di setiap hari senin selalu berbarengan dengan anak SMP.

"Rayya !"

Seseorang memanggil namaku dan melambaikan tangan ke arahku.
ya itu Dinda. Aku memang menyuruh Dinda untuk mencari tempat dan memesan makanan duluan untuk aku dan Yura, karena tadi aku dan Yura harus ke ruang guru untuk memberi daftar anak yang mengikuti ekskul basket. Dalam ke adaan seperti ini nyari Dinda yang badan nya seperti gentong pun rasanya mengulitkan, seperti mencari koin di dalam lumpur.
Tapi untungnya Dinda yang menemukan aku dan Yura.

"Gila panas banget" Ucapku sambil mengipas-ipas dengan buku tipis yang penuh coretan bekas contekan, yang selalu aku bawa ke kantin untuk kipasan, karena dalam kondisi seperti ini, kipas angin di kantin tidak terasa sama sekali.

"Panas seperti ini mah biasa Ray." Dinda berkata dengan santai nya seolah dia tidak merasa ke gerahan, padahal aku pikir orang berbadan besar seperti Dinda lebih merasa panas di situasi yang sesak seperti saat ini, tapi nyatanya dia malah fun aja, justru yang aku liat raut wajahnya sangat bahagia, ada senyuman-senyuman kecil yang menurut aku penuh arti.

"Yeee gaya lo. Biasanya juga lo yang ke panasan !" Ledek Yura. Kali ini aku lebih memilih diam, sambil menikmati jus jeruk yang sedikit meredakan suasana yang panas ini.

Lagi-lagi aku melihat Dinda tersenyum, biasanya dia selalu berdebat dengan Yura, terlebih lagi jika Yura mulai meledeknya.

"kalian tau apa yang lebih panas ?" Tanya Dinda.

"Api neraka !" Ketus Yura.
Aku tertawa, lalu menambahan jawaban dari Dinda, "matahari !"

Dinda memukul pelan kepala aku dan Yura dengan sedok, "hal yang paling terpanas adalah saat kita dapat ciuman dari pacar kita." Ujar Dinda sambil tertawa dengan ciri khas nya, matanya tak terlihat.

Aku dan Yura tidak mengerti dengan apa yang Dinda bicarakan. Gimana tidak mengerti, aku sendiri pun tidak tahu rasanya berciuman.

"Lo ciuman sama Dayhan apa sama kompor ? Kok panas ?" Tanya Yura cuek.

"Dasar jomblo." Dinda langsung memukul lagi kepala Yura dengan sendok, aku rasa pukulan kali ini lebih menyakitkan.

Selintas bayangan di pikiranku, bagaimana jika Randy mencium bibir aku. Aku rasa itu hal yang menjijikan.
Lagi juga nggak mungkin Randy melakukan itu padaku.

Selama jam istirahat Dinda menceritakan soal Dayhan, Dinda bilang hari itu Dayhan romantis banget, kemarin adalah hari anniversary Dinda dan Dayhan, Dinda bilang Dia di kasih bunga mawar, terus Dayhan bilang ke Dinda, ndut aku sayang kamu, aku nerima kamu apa adanya, selalu disamping aku ya.

Ingin rasanya aku bilang ke Dinda: aduh stop deh Din bicara hal-hal yang romantis. Bukan karena gue nggak mau dengar curhatan lo, tapi semua itu bikin gue iri, karena Randy nggak pernah bilang kalo dia sayang sama gue.

Tapi aku urungkan niat aku untuk berbicara hal itu ke Dinda apa lagi Yura, yang ada Randy dibilang cowok cupu sama mereka. Alhasil aku terus mendengarkan cerita romantis Dayhan ke Dinda, walau sebenarnya aku berharap bel masuk berbunyi.

Cinta Beda RasaWhere stories live. Discover now