"Kalian tau nggak, saat itu Dayhan langsung meluk gue, terus dia perlahan mencium bibir gue dengan lembut." Dinda tertawa, Yura juga ketawa. sedang aku, hanya mengikuti mereka, dengan tertawa juga. Padahal aku sendiri nggak mengerti kenapa mereka tertawa.

"Rasanya kaya apa ?" Tanya Yura.

Aku ingin sekali menginjak kaki Yura saat itu, agar dia berhenti bertanya soal menjijikan itu.

"Rasanya manis, hangat. emm rasa cinta deh pokoknya." Jawab Dinda dengan senyum-senyum kecil, seolah dia lagi membayangkan hal bersama Dayhan saat itu.

Rasanya saat itu aku ingin muntah,
"Lo sendiri gimana Ray ?" Tanya Dinda.

Hah ? Aku langsung berlaga salting (salah tingkah), rasanya ingin aku jawab: Dinda yang ndut apa maksud pertanyaan lo, gue belum pernah ciumaan, lo ngomong soal ciuman pun rasanya gue pengen muntah.
Dan rasanya ingin aku jawab juga: Dinda ndut, Randy itu bukan seperti Dayhan yang romantis, jangankan ciuman, peluk gue aja dia nggak pernah, dan parahnya lagi Randy itu nggak pernah bilang I love you ke gue, dia selalu membuktikan cintanya hanya dengan memberi gue bunga mawar merah.

Aku hanya menjawab dengan menggelengkan kepala. Karena nggak mungkin juga aku menjawab seperti itu. Untung bel masuk pun berbunyi jadi gue nggak perlu repot-repot menjawab pertanyaan Dinda. Siswa-siswi yang berada di kantin mulai bubar satu persatu meninggalkan kantin.

♡♡♡

~Yura~

Pusing juga abis ngedenger curhatan Dinda. Tapi beruntung juga jadi Dinda, walau badan nya bisa di kategori kan seperti galon, tapi Dayhan menerima Dinda apa adanya. Sedangkan gue ? Pacar saja belum punya. gue hanya bisa menganggumi seseorang secara diam-diam, dan rasanya itu menyakitkan.

Terkadang gue suka iri dengan mereka yang sudah memiliki pacar, seenggak nya mereka bisa jalan-jalan bersama, tukar pikiran dan saling perhatian satu sama lain.

Tapi terkadang gue juga males berpacaran, bukan berarti gue lesby tapi gue hanya males aja jika nantinya gue bakal dapat pacar yang terlalu over sama gue lagi. karena gue sempat menyesali masa lalu gue. Dulu gue sempat pacaran kurang lebih lamanya dua tahun, awalnya dia selalu memberitahu gue soal ini itu yang memang seharusnya gue tidak lakukan, dan saat itu gue selalu menuruti perkataanya, karena mungkin bagi gue ini salah satu wujud perhatiannya ke gue, tapi dengan seiringnya waktu dia semakin mengatur-ngatur hidup gue dengan berlebihan, bayangin aja masa iya gue nggak boleh dekat sama sepupu gue sendiri, memang sepupu gue itu cowok, tapi itu kan sepupu gue, saudara gue sendiri, dan masih banyak hal-hal lainnya yang semakin lama semakin membuat gue ilfil.

Pada akhirnya gue mengakhiri hubungan gue sama dia, yang malas gue sebutkan namanya itu.
walau sebenarnya masih menyisakan penyesalan, karena selama gue pacaran sama dia, menurut gue itu hanya menghabis-habiskan waktu gue aja. Tapi lama kelamaan penyesalaan itu gue resapi, sekedar pelajaran untuk gue kedepannya, agar lebih memilih cowok yang bisa buat gue tertawa bahagia bukan yang hanya bisa memberi cinta tapi gue merasa di penjara.

Rasa bebas pun akhirnya gue rasakan, sekarang tidak perlu gue bilang kesiapa pun jika gue ingin pergi kecuali pada kedua orang tua gue, dan gue nggak perlu takut untuk berteman dengan siapa pun termaksud teman cowok.

kurang lebih dua tahun lamanya, setelah gue putus sama cowok kunyuk itu, gue belum lagi punya pacar. Yang bikin gue kaget sih mantan gue itu udah memiliki cewek baru lagi. Padahal saat gue putusin dia, dia selalu mohon-mohon ke gue untuk balik lagi sama dia, dia bilang kalau gue bakal mutusin dia, dia bakal bunuh diri, dia bilang, dia nggak bisa mencintai seseorang lagi kecuali gue.
Hah ? Dasar cowok kunyuk ngomong sana sama ember.

Tapi yasudahlah gue juga nggak nyesel sudah putusin dia, justru gue yang merasa kasian sama tuh cewek yang jadi pacarnya dia, gue kasian nanti dia kurus lagi, karena selalu di atur ini itu sama sih kunyuk. Tapi bodo amat bukan urusan gue juga, hidup gue sekarang lebih bahagia, walaupun single, karena gue masih punya sahabat yang selalu ada buat gue, dan gue masih punya dia, dia yang gue harapkan, dia yang gue kagumkan, dia yang bikin gue semangat sekolah dan dia yang akan di semogakan menjadi kita.

♡♡♡

~Fadil~

Rayya menatap gue dengan raut wajah yang aneh. Mungkin Yura sudah bilang ke Rayya soal kemarin gue jalan sama dia.

Rayya pun menghampiri gue, dan membisikan sesuatu tepat di kuping gue, "Es krim coklat yuk Fad ?"

Aduh Rayya, rasanya ingin sekali meneriaki dia tepat di telinganya: kenapa harus es krim coklat mulu sih Ray. Tapi nggak mungkin juga gue neriakin itu ke Rayya, yang ada Rayya bisa marah besar sama gue.

Dari kecil gue kenal Rayya, gue selalu di ajak dia untuk menemani makan es krim bareng, mungkin sudah seribu es krim coklat yang gue makan bersama Rayya, sampai detik ini, terkadang gue merasa bosan makan es krim walau es krim yang gue makan selalu berbeda rasa dan topping. berbeda dengan Rayya dia selalu memesan es krim berasa coklat dan tidak ada kata bosan buat dia.

Gue berusaha menarik napas panjang, lalu menganggukan kepala, bertanda setuju dengan kemauan Rayya.

"Hehehe, sayang Fadil deh." Ujar Rayya, yang langsung kembali ke tempat duduknya.

Hah Rayya sayang gue ?
Yaa jelaslah itu hanya ungkapan sayang dalam persahabatan, semua orang juga sayang sama sahabatnya apa lagi kalau persahabatnya itu sudah dimulai sejak kecil, rasanya sulit untuk berpisah atau pun bertengkar.

Teng..teng..teng..

Bel istirahat pun berbunyi, Rayya langsung menarik gue untuk segera pergi. Gue pun hanya bisa mengikutinya dari belakang, sampai ke parkiran.

Akhirnya sampai juga di cafè coklat tempat favorit Rayya, karena cafè ini menghidangkan semua serba rasa coklat.

Sakit gigi sakit gigi dah gue. demi Rayya !. Batin gue.

"Menurut lo, maksud gue menurut otak pintar lo itu, emang pacaran itu harus ciuman ya, untuk membuktiin dia sayang kita ?" Tanya Rayya tiba-tiba.

Gue langsung kaget dengar pertanyaan Rayya yang to the point.
Aduh Rayya mana gue tahu soal itu, pacaran aja belum pernah.
Gue mulai curiga, siapa yang bikin Rayya terhasut seperti ini, nggak kebayang deh kalo Rayya sudah mengenal dunia seperti itu, gue takut Rayya terpengaruh, karena gue tahu Rayya itu orangnya cepat terpengaruh seseorang. Lagian juga orang yang mempengaruhi Rayya bodoh banget sih, masa iya orang yang kita sayang harus membuktikannya dengan ciuman, kalau begitu seharusnya gue sudah mencium Rayya berkali-kali untuk membuktikan bahwa gue sayang dia, walau hanya sekedar sahabat.

"Rasa sayang itu ditunjukan dengan pembuktian bukan sekedar ciuman, jika di tunjukan dengam ciuman berarti dia mencintai lo karena nafsu." Gue mencoba menjelaskan kebenaran, agar Rayya mengerti.

Dia hanya merespon gue dengan senyuman, gue bisa baca pikiran Rayya, pasti dia merasa saran gue cukup memuaskan untuk dia.
Benar saja tak ada pertanyaan lagi dari Rayya, dia hanya terdiam sambil mengaduk es krimnya agar cepat mencair, sesekali memainkan handphone nya, gue rasa dia lagi memberi tahu keberadaanya ke Randy saat ini.

"Lo nggak akan ngelakuin hal yang macem-macem kan Ray ? Lo harus fokus sekolah Ray. Pacaran itu hanya untuk membuat lo semangat, seperti Randy yang tetap selalu fokus belajar karena semangat dari lo. Lo nggak perlu terhasut dengan ucapan orang, mereka punya cara sendiri dalam berpacaran, dan gue percaya lo dan Randy menjalani pacaran sehat." Gue berusaha menasihati Rayya lagi dengan berbicara pelan, agar dia memahami maksud dari ucapan gue.

Rayya tersenyum, lalu menepuk-nepuk pundak gue pelan, "iya tenang aja, gue nggak akan ngelakuin hal yang macem-macem, lagian jijik juga."

Gue percaya sama Rayya, dia selalu membuktikan perkataannya, kini gue bisa lega setelah mendengar ucapan Rayya, karena secara nggak langsung almarhum papa Rayya pernah bilang ke gue, untuk selalu menjaga Rayya, dan meluruskan jalannya jika dia salah bergaul.

♡♡♡

Cinta Beda RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang