Namun yang kulakukan hanya mengangguk.

"Tapi saya masih berbaik hati, bukan karena Papahmu teman saya, Sky. Namun karena ada murid baru disini." aku membulatkan mata mendengarnya.

Karena Aiden?

"Kok karena--

"Jadi, skors selama 3 hari, itu sudah hukuman mutlak dari saya. Lalu sehabis ini saya akan menelfon orangtua kalian. Sekarang kamu berdua boleh pergi." jelasnya.

Baru saja ingin memprotes, suara milik Pak Adit sudah keluar lebih dulu. "Tadinya saya ingin men-skors kamu selama 5 hari, Sky." setelah mendengar, aku langsung terdiam.

Tanpa bersuara, aku mengikuti langkah Aiden keluar dari ruang detensi. "Hei." sapaku padanya.

Orang yang kusapa malah menatapku seolah-olah aku gila. "Kenapa lo?" nadanya terdengar jutek.

Disapa baik-baik malah jadi jutek gini! Dasar!

"Udah selesai? Kok gak langsung telfon aku, sih?!" suara cempreng milik Emma langsung memenuhi pendengaranku, perempuan itu berlari kearah Aiden dan mengalungkan lengannya pada leher milik Aiden.

"Baru keluar." jawabnya singkat.

Aku menatap mereka tak suka, tak tau mengapa tiba-tiba aku seperti ini. Aneh.

"Hei, tadi Pak Adit ngomong apa aja?" lengan Ben langsung berada di bahuku, memegangku erat.

"Apaansih!" aku berusaha menyingkirkan lengannya.

Pasangan yang berada di depanku menatap kami berdua seakan-akan Ben dan aku adalah orang dari planet Mars. Sehabis Aiden menggandeng lengan Emma, mereka berdua langsung bergegas.

Aku menatap Ben kesal, sedangkan oramg yang kutahap memandangku tajam. "Kenapa lo malah biarin gue kayak orang bego depan mereka?!"

"Gak ada kesepakatan kalo lo megang-megang gue, tau!"

Dia mengacak rambutnya kesal, "bodo lah!" setelahnya ia pergi meninggalkanku.

>><<

Aku terus menggoes sepedaku walaupun hujan turus dengan derasnya. Sempat menunggu di halte bus, namun hujan tidak kunjung berhenti. Bisa-bisa aku sampai rumah malam, terutama saat dirumah tidak ada orang. Jadi mau tidak mau aku harus menerobos hujan.

Saat mendekati portal komplek, aku bersyukur karena perjalanan tinggal sebentar lagi. Setelah sampai di gerbang, aku membukanya dan langsung meletakkan sepeda di halaman begitu saja. Aku berlari menuju pintu karena rasa dingin yang terus menyerang badanku. Suara klakson mobil yang terus berbunyi membuatku menoleh, disana wajah Emma tersenyum lebar. Sedangkan wajah Aiden datar seperti biasa, "kemana pacar lo?" teriak Emma menyaingi suara hujan.

Tak ada niatan untuk membalas karena aku merasa tubuhku benar-benar lemas saat ini. Namun ketika ingin membuka pintu, aku sempat melayangkan tatapan pada Aiden yang memandangku penuh dengan emosi. Tak ingin melanjuti, dengan segera aku membuka pintu dan menguncinya.

"Akhirnya." kataku tenang saat sudah memasuki rumah.

>><<

The Badboy Next DoorUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum