Part 17

10.3K 535 6
                                    

Kelly membiarkan darah dari kepalanya terus menyucur tanpa ada yang melihat dijalanan sepi ini. Kelly terlanjur kecewa dengan sifat Iqbaal yang terlalu keras kepala dan membentaknya tadi. Tidak ada keinginan dari Kelly untuk bertengkar dengan Iqbaal, tetapi Iqbaal yang memancing emosi Kelly dengan bentakannya.

Suara klakson mobil menghentikan langkah Kelly. Kelly langsung membalikan badannya saat seseorang menarik tangannya yang sudah lemas. "Kell, kau kenapa?" Iqbaal memegang pipi Kelly dan memperhatikan wajah Kelly teliti. Darah yang terus menetes dari keningnya yang sobek dan bibir yang sudah berwarna putih. Kelly menepis tangan Iqbaal dengan lemas dan menciba berlari dari hadapan Iqbaal, tetapi tubuhnya sudah lemas karena mengeluarkan banyak darah sehingga Kelly terjatuh diri diatas trotoar.

Iqbaal mengejar Kelly, kemudian membantu Kelly berdiri tetapi ditepis oleh Kelly. "Mau apa kau? Mau membentaku lagi? Iya?" Kelly berbicara dengan bibirnya yang bergetar dan mengeluarkan air mata.

"Aku hanya ingin membantumu, membawamu ke ruamh sakit." Iqbaal kembali berusaha membangunkan Kelly tetapi lagi-lagi ditepis oleh Kelly. "Saya tidak perlu bantuan anda tuan muda. Terima kasih untuk semuanya." Kelly berusaha bangun dan berdiri sendiri, lalu Kelly pergi meninggalkan Iqbaal yang berdiri mematung menatapnya berjalan menjauh.

Kelly memegangi kepalanya yang terasa pening dan Iqbaal dengan cepat menyusulnya. Iqbaal menangkap Kelly yang pingsan dan langsung menggendongnya menuju mobil yang disupiri oleh salah satu bawahannya. Iqbaal masuk kedalam kobilnya dan menyuruh supirnya menuju rumah sakit.

***
"Ky, bagaimana keadaan Kelly? Dia tidak apa-apa kan?" Iqbaal langsung berdiri menghampiri dokter Kiky yang baru saja keluar dari UGD tempat Kelly dirawat. Kiky adalah teman Iqbaal sedari Iqbaal kecil. Kiky sudah Iqbaal anggap sebagai kakak sendiri karena dia adalah anak tunggal.

"Sebelumnya, Kelly siapa mu?" Kiky menatap Iqbaal dengan pandangan serius. Iqbaal berusaha mencari jawaban yang tepat karena tatapan dari Kiky.

"Kelly pacarku. Ada apa dengannya? Apakah ada hal yang serius?" Iqbaal terlihat khawatir dengan Kelly. Iqbaal merasa sudah menjadi suami Kelly.

Kiky menghela nafasnya dan kembali menatap Iqbaal. "Sebaiknya kau segera menikahi Kelly karena dia telah mengandung. Usia kandungannya masih 5 hari dan masih rentan, jadi kau harus menjaga Kelly sebaik mungkin." Kiky menepuk pundak Iqbaal. Iqbaal menatap Kiky dengan mata yang membesar dan tatapan tidak percaya.

"Kelly hamil? Serius? Kau tidak bercanda kan?"

"Bagaimana aku bisa bercanda sedangkan Kelly adalah pasienku." Kiky menggeleng kecil dan tersenyum. Kiky menepuk bahu Iqbaal sekali lagi dan berlalu pergi meninggalkan Iqbaal yang masih dalam kebingungannya.

***
"Kell, bangun dan maafkan aku. Aku sangat menyesal." Iqbaal menggenggam tangan Kelly dan menempelkannya di pipi sebelah kanannya. Kelly sudah dipindahkan dari ruang UGD menuju ruang rawat dan Kelly masih belum sadar sampai saat ini. Karel sudah diberitahukan oleh Iqbaal tetapi Karel menyuruh Iqbaal menjaga adiknya untuk sementara waktu karena dirinya sangat sibuk menggantikan Kelly.

"Ayolah Kelly, bangun. Aku sangat merindukan tawamu. Aku sangat menyesal membentakmu. Aku ingin kau menjadi saksi tersiknya aku dengan pernikahan itu." Iqbaal meremas tangan Kelly yang tidak kunjung siuman juga.

"Kau harus bangun Kelly. Sedari tadi kau belum makan, apa tidak kasihan dengan bayi kita yang kau kandung?" Iqbaal melihat Kelly mengeluarkan seteres air mata tetapi belum siuman juga. Iqbaal dengan cepat mengambil tissu di atas meja dekat ranjang Kelly lalu menghapus airmata Kelly.

"Baiklah, aku harap besok pagi kau sudah sadar."

***
Kelly melenguh merasakan pusing dikepalanya. Ia dapan merasakan perban yang melilit kepalanya dan jarum yang menusuk punggung tangan kirinya. Kelly dapat melihat televisi yang menyala terus berkedip-kedip. Kelly menatap sekeliling yang terasa asing di matanya dan matanya tertuju pada bayangan hitam yang ada diatas sofa.

Kelly memutuskan bangkit dari ranjangnya dan mendekati bayangan itu, tentu saja dengan membawa infus yang tergantung pada infus standnya. Kelly dapat mendengar samar-samar suara dengkuran halus seorang pria.

"Iqbaal?" Lirih Kelly. Kelly menatap Iqbaal yang terlelap dengan posisi duduk diatas sofa dan kepalanya menyandar pada sandaran sofa. Kelly duduk disebelah Iqbaal lalu mengusap kening Iqbaal yang mengerut. Kelly merasakan pening dikepalanya, lalu Kelly memejamkan matanya. Tanpa terasa Kelly ikut terlelap di bahu Iqbaal.

***
Iqbaal terbangun dari tidurnya, sedikit demi sedikit membuka matanya. Saat ingin merenggangkan otot tangannya, pundak kanannya terasa berat.

Iqbaal menoleh untuk meliahat apa yang memberatkan pundaknya. "Kelly?" Iqbaal terkejut melihat Kelly yang tertidur dengan pulas di pundaknya. Berbagai pertanyaan ada di otaknya. Mengapa dia bisa disini? Kapan dia sadar?

Kelly menggeliat kecil dan membuka matanya. Ia tersenyum melihat Iqbaal yang menatapnya dengan tatapan bertanya.

"Morning," Sapa Kelly sambil menguap. Kelly kembali menyenderkan kepalanya dipundak Iqbaal. Tiba-tiba Kelly merasakan mual dan berusa berjalan dengan pelan menuju kamar mandi tentunya dengan membawa infus standnya. Iqbaal yang melihat itu langsung membantu Kelly berjalan menuju kamar mandi. Tangan kanannya menutupi mulutnya agar sesuatu tidak keluar dari mulutnya dan tangan kirinya memegang infus stand yang juga dipegang oleh Iqbaal.

"Kau kenapa?" Saat sampai di kamar mandi, Kelly langsung menuju wastafel untuk mengeluarkan semua yang akan keluar dari perutnya, tetapi hanya cairan berwarna bening yang keluar.

"Aku pusing." Kelly mengeluh. Iqbaal menggenggam tangan Kelly. Mungkin ia harus memberitau Kelly sekarang.

"Kell, sebelumnya maafkan aku. Kau hamil, dan itu anakku. Jika kau marah, luapkan saja padaku." Iqbaal menatap Kelly dengan tatapan yang sangat mendalam. Kelly juga menatap Iqbaal, tetapi dengan tatapan terkejut.

"Aku tidak marah, ini sudah takdirku." Kelly merubah keerkejutannya itu dengan senyum.

"Tapi, aku akan menikah dengan Cassie hari ini. Aku..."

"Tidak apa-apa. Aku bisa menjaga rahasia ini, dan aku juga bisa menjaga dan merawat anak ini." Iqbaal langsung memeluk Kelly. Kelly membalas pelukan Iqbaal. Kelly meneteskan airmatanya. Miris rasanya saat dirinya hamil, tetapi ayah dari anaknya akan menikah dengan orang lain.

"Aku bisa membatalkan pernikahan ini." Iqbaal melepaskan pelukannya dan berseru.

Kelly menggeleng dan tersenyum. "Tidak Iqbaal, kau tidak bisa membatalkannya. Sudah aku bilang, aku bisa menjaganya. Aku serius", Ucap Kelly "bagaimana jika kita kembali ke kamar?" Lanjut Kelly. Iqbaal mengangguk dan menuntun Kelly menuju kamar. Di nakas sudah tersedia sarapan dengan obat yang harus Kelly minum. Mungkin suster yang bertugas sudah datang tadi saat mereka masih dikamar mandi.

"Ayo makan." Iqbaal berseru saat Kelly sudah berbaring diatas ranjangnya. Kelly menggeleng kecil dan menatap Iqbaal.

"Kau harus pulang Iqbaal, pernikahanmu siang ini."

"Ayolah Kelly." Mohon Iqbaal

"Tidak, pulanglah. Karel akan kesini, kau tidak usah khawatir." Ucap Kelly. Sebenarnya Kelly tidak tau Karel akan menjenguknya atau tidak, tetapi Iqbaal tetap harus pulang demi pernikahannya dengan Cassie.

"Aku akan pulang ketika Karel sudah disini, jadi sekarang makan." Iqbaal memaksa Kelly agar dibolehkan menjaga Kelly disini.

"Tidak. Pulanglah Iqbaal!!" Pekik Kelly. Kelly sangat ingin sendiri dan merenungi nasibnya ditinggalkan oleh orang yang sangat dicintainya, bahkan ayah dari janin yang dikandungnya.

"Baiklah aku pulang." Iqbaal beranjak dan keluar dari kamar Kelly. Saat dirasa Iqbaal sudah jauh, Kelly meneteskan air matanya dan menangis sepuasnya dikamar rawatnya.

Bersambung...

Tuan Muda IqbaalWhere stories live. Discover now