Track 17 - Day by Day

3.9K 190 10
                                    

LANGIT tampak cerah dengan biasan sinar bulan sabit yang berpendar di sekitarnya. Walaupun tidak sebiru di siang hari, namun biru kelamnya masih bisa Rara lihat lewat mata kecilnya. Ia menapaki jalan menuju rumahnya sambil menengadah menatap langit biru gelap diatasnya. Bayangan saat konser beberapa saat lalu masih melayang-layang di benaknya, seperti diputar kembali di atas langit luas yang dalam itu. Rara tersenyum samar-samar sambil tersipu.

    Tinggal tiga langkah lagi menuju rumah, dan sebuah mobil mewah putih yang sudah sangat di kenalnya, membuat kakinya berhenti bergerak. Rara menatap lurus ke depannya dan menemukan seorang laki-laki bertopi hip-hop, berkaus putih polos dan celana jeans biru belel, sedang menyender di pintu mobil sambil tersenyum padanya. Rara menghela napas lalu membalas senyumnya.

    Mobil mewah Naga melesat menembus malam, melewati beberapa pertokoan yang sudah mulai redup dan jalanan yang sunyi. Rara hanya melirik Naga yang sedang mengemudi di sebelahnya sambil berdebar. Ia sudah tahu akan di bawa kemana.

    Mobil berhenti di depan sebuah bangunan kayu yang penuh kelip-kelip lampu kuning. Aroma kopi langsung menyebar, mengusik hidung Rara begitu ia keluar dari mobil. Ia menatap bangunan cafe di pinggiran kota itu sambil mengernyitkan bibir. Di belakangnya, Naga menyusul keluar dari mobil dan langsung masuk ke dalam cafe'. Rara hanya memperhatikannya melalui pintu kaca dari luar.

    "Nih," Naga menyerahkan segelas latte'panas pada Rara yang sedang menyender di mulut mobil. Rara meraihnya lalu meniupkan angin ke dalam gelas. Asap mengepul dan menari-nari di atas mulutnya. Naga bergerak untuk duduk di atas cap mobilnya di samping Rara. Ia menyeruput kopinya pelan.

    "Eh, gue mau nanya. Es batu itu maksudnya gue?" tanya Rara polos membuat Naga sukses tersedak dan kepanasan.

    "Ohok ohok.. Panas! Hah...?" Naga mendelik ke arah Rara sambil mengelap mulutnya. Rara hanya memasang ekspresi dingin seperti biasa. Naga diam tak menjawab.

    "Iya, bukan?"

    "Heran. Kaya gitu aja kok masih nanya sih? Yang mirip es batu disini emang siapa lagi coba?!" Naga berseru kesal, membuat Rara tercenung.

    "Berarti..." Rara memicingkan matanya pada Naga yang sedang mendelik grogi ke arahnya. "Itu... beneran lagu buat gue...?"

    Naga diam. Ia mengalihkan pandangannya dari Rara sambil kembali menyeruput kopi panasnya. Rara merengut kesal. Ia menepuk keras bahu Naga.

    "Hey! Jawab!"

    Di balik punggungnya, Naga sedang menahan malu karna perasaannya ketahuan telak oleh Rara. Ia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya cepat kemudian menoleh pada Rara.

Rara terkesiap mendapati wajah merah Naga. Matanya membelalak dan wajahnya seketika menjadi panas.

    "Ja... jadi bener? Ha.. ha.. ha-ha-ha..." nggak salah kok, tawa Rara memang terdengar maksa. Naga mengangkat alisnya. Ia mengacak pelan rambut Rara.

    "Bego... kaya gitu aja masih harus di tanya lagi," ucap Naga sambil menundukan kepalanya karna malu. Rara sengaja berdeham untuk menghilangkan groginya, kemudian berbalik menatap Naga lagi. Naga meliriknya pelan.

    "Jadi. Jadi, gue harus... nunggu berapa lama?"

    Naga tercegang. Dengan tersenyum, iapun menunjukan jari telunjukknya di depan wajah Rara.

"Setahun. Cuma setahun. Habis itu, gue akan ajak lo ke setiap pertunjukan gue, kemanapun dimanapun kapanpun," kata Naga sambil membuka satu-satu jarinya didepan mata Rara. "Pokoknya nanti gue nggak akan bikin lo nunggu lama lagi. Cukup nungguin gue di belakang panggung aja. Hehe.."

    Rara diam sesaat menikmati rasa haru yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ia menyunggingkan senyum hangat di tengah wajah dinginnya. Bisakah ia mempercayainya? Tapi dibanding itu, ia merasa lebih harus menumbuhkan kepercayaan pada dirinya sendiri dulu daripada percaya pada Naga. Benarkah ia pantas untuk Naga?

    "Mau nggak?" Naga mendelik menunggu jawaban 'iya' keluar dari mulut mungil Rara, tapi Rara malah beralih memicingkan matanya.

    "Sebelum gue jawab, gue tanya satu hal lagi..." Rara mendekatkan wajahnya ke wajah Naga sambil masih memicingkan mata. Naga mundur perlahan sambil mengedip-ngedipkan matanya.

"Si Hago! Jadi menurut lo Hago itu mirip gue...?"

Hening.

    Naga terbahak didepan wajah Rara sesaat setelah mendengarnya. Ia tertawa keras sekali sampai bahunya berguncang-guncang. Rara membuka mulutnya tidak percaya.

    "Jadi itu juga bener? Gue disamain sama Hago? Hah?!" Rara meraih bahu Naga agar ia bisa melihat wajah Naga yang sedang menertawainya. Mata Naga menyipit menatap Rara sambil menahan tawa. Rara mendengus kesal di depannya. Tiba-tiba Naga tertawa lagi membuat Rara memalingkan wajahnya, ngambek.

    "Masa iya muka gue sejelek itu...?" gerutu Rara sambil mengernyitkan dahinya serius. Naga tertawa lebih keras mendengarnya. Sambil memegang perutnya, ia merunduk dan mendekatkan wajahnya ke depan wajah Rara yang lagi merengut kesal. Naga menatapnya sambil menghabiskan sisa tawanya yang semakin mengecil.

    "Apa?" sentak Rara kesal. Kali ini tanpa ekspresi lagi, tapi Naga tersenyum.

    "Ini nih yang bikin mirip," gumam Naga sambil masih tersenyum. "Jadi mau nggak?"

    Rara langsung terdiam mendengar itu.

    "Hey, Rarasanti..."

    Rara diam lama menatap Naga yang sedang mengamatinya dekat sekali. Matanya tajam dan serius. Kali ini Naga tidak main-main menahan debaran jantungnya untuk sebuah jawaban kecil yang akan mengubah hidupnya kedepan. Rara bukannya tidak tahu. Tapi ia lebih tertarik untuk memberikan jawaban itu dengan caranya yang lain, dan tiba-tiba... sebuah kecupan kilat mendarat di pipi Naga dari Rara. Naga tersentak. Ia menatap Rara dengan wajah bukan main kagetnya. Tapi Rara sedang tersenyum manis di depannya sambil sedikit tersipu.

    "Mau..."

    Senyuman lebar menggantung di wajah Naga yang sedang terpesona sambil mendengar jawaban itu. Dengan entengnya ia menjatuhkan gelas kopinya, lalu meraih tubuh kecil Rara untuk dipeluknya. Rara terhenyak. Wajahnya bersemu merah bahagia. Ia juga menaruh tangannya di atas punggung Naga untuk membalas pelukan itu.

    Naga tak berhenti tersenyum. Malam itu, Rara ditariknya berkali-kali ke dalam dekapannya. "Nabung kangen," ujarnya polos.

    Bulan sabit menggantung horizontal, seperti sedang menyunggingkan senyum tulus milik langit malam untuk dua manusia yang tengah diselimuti rona bahagia. Di depan kerlap-kerlip lampu Cafe'yang kuning, dan sebuah mobil putih yang membisu jadi saksi, mereka saling berpelukan lama.

    "Tapi jangan samain gue sama Hago lagi..."

    "Eh? Hehehe..."

-End-


(a/n)

No, please don't go! Ada Bonus Track habis ini, hehehe.

Endingnya sesimple ini? Itulah, membuat ending kadang tidak segampang menulis cerita yang sedang berjalan, tapi cuma ini yang menurut gue paling pas untuk ending kisah Rara dan Naga. Soal jadian atau nggak nya, mereka menganut sistem anak muda kekinian. HTSJDAYPSS. Hubungan Tanpa Status Jalanin Dulu Aja Yang Penting Saling Sayang. #apapula

Terima kasih ya yang udah ngasih vote dan baca ceritanya sampai akhir, teteup buat komennya ditunggu sekali loh anak muda~

Cerita ini udah selesai, dan... gue sedang menyiapkan cerita baru juga sambil terus menyelesaikan si Karena hujan bercerita, hehehe.

Sampai jumpa di cerita selanjutnya!

**Girayu**

Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang