Track 15 - Last Farewell

3.1K 217 1
                                    

(a/n) sambil play multimedianya please.


NAGA berjalan terengah-engah di sepanjang koridor serba putih. Ia mengabaikan semua rasa sakit yang berdenyut di kepala dan kakinya. Ia tidak perduli dengan napasnya yang sudah mulai sesak karna tubuhnya masih belum mampu berjalan jauh. Tangannya berpegangan pada dinding. Ia berjalan terseok-seok. Di pikirannya hanya satu. Ia harus memastikan semuanya dengan matanya sendiri.


Tiba-tiba bayangan di mimpinya muncul lagi. Perempuan tanpa sayap yang mirip Malaikat. Dia tersenyum anggun dan terlihat bahagia.

'Dingin ya? Tapi Naga harus pulang. Lihat, disana, ada yang sedang menunggu Naga...'

'Dialah rumah Naga. Penghuni bangunan itu adalah rumah Naga. Kalau Naga tidak pulang, ia akan membeku selamanya disitu. Dan Naga akan kehilangan rumah Naga. Naga mau?'

Naga menggeleng pelan untuk membuyarkan ingatannya. Ia mengigit bibirnya kuat-kuat menahan panas di matanya yang mulai menjalar. Masih terseok. Masih terengah-engah.

Malam itu, malam dimana Naga kembali bermimpi tentang sosok itu. Naga ingat ia berdiri di tempat yang sama. Semua serba putih dan berkabut. Perempuan itu berdiri di ujung tebing. Naga ingin menyapanya, namun perempuan itu malah tersenyum seraya menjatuhkan dirinya ke dasar tebing yang dalam. Naga terhenyak. Ia berteriak namun suaranya tak keluar. Ia ingin meraihnya namun tangannya tak sampai. Naga hanya bisa melihatnya jatuh dan jatuh terus ke dalam dan makin dalam. Dan saat cahaya terang tiba-tiba berpencar dari dasar tebing ke segala arah, Naga mendapati dirinya di atas ranjang rumah sakit, tersengal-sengal, berkeringat dan gemetar. Mimpi itu begitu nyata.

Demi menghilangkan kecemasannya, iapun menemui wanita di mimpinya itu, tengah malam tepat jam 2. Wanita itu sedang melamun di atas ranjangnya, menatap langit malam yang kelam kehitaman tanpa bulan. Saat Naga mengintipnya dari balik kaca pintu, wanita itu menyadarinya lalu menatapnya, tersenyum. Senyum yang sama. Senyum anggun dan tulus. Naga ingat wanita itu mengucapkan sesuatu yang membuat Naga merinding. Dari balik kaca, tanpa suara, mulutnya mengatakan sesuatu.

Dan kini, ketika pagi menjelang, sebuah kabar berhembus dan sampai ke telinganya. Wanita itu... benarkan dia? Benarkah dia? Demi kembali memastikannya, Naga berjalan susah payah ke tempat itu. Dua langkah lagi, pintu sudah dapat ia raih dalam dua langkah lagi.

GRAK!!

Naga sampai di tempat yang ia tuju. Ia mengangkat kepalanya susah payah dan langsung tertegun mendapati pemandangan di depannya. Angin dingin seperti berhembus menerpa tubuhnya yang berkeringat. Seperti hawa berkabut dalam mimpinya. Tapi disini tidak serba putih dan kabur. Semuanya begitu jelas tertangkap di matanya. Di sana, di depannya, ada punggung Rara yang perlahan bergerak menoleh ke arahnya. Rara menatapnya, menangis. Dengan dinginnya, air terus mengalir melewati pipinya. Naga gemetar. Lurus di depannya, terbaring tubuh berselubung kain putih sampai kepala.

"Dinyatakan meninggal pukul 09.45, pecah pembuluh darah di kepala, atas nama Aliana Rosalia." Dokter Gana berucap pada suster di sampingnya. Naga mendengarnya sangat jelas. "Meninggal...?" Naga bergumam dan menatap Rara di depannya yang masih menatap ke arahnya dengan tanpa ekspresi. Mata Rara menjawabnya. Mata kelam Rara yang berair, mengiyakannya.

***

Naga menduduki kursi tunggu di koridor. Ia termangu lama. Di sampingnya, Rara duduk tenang. Air matanya sudah berhenti. Hanya matanya yang masih terlihat lembab.

"Pecah pembuluh darah di otak, katanya," Rara bersuara pelan dan serak. Ia merunduk. "Nggak ada yang menyangka. Semua masih baik-baik aja sampai tadi pagi. Malah dia masih sempat bercanda soal kepalanya yang sekarang botak. Hehe..."

Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang