Track 13 - Angel Wings

3.4K 137 0
                                    

Wings

I will become a sad protagonist in this world,

And I will hurt in place of you, I'll become your wings...

(Wings, Daesung)

HUTANG budi, di balas kebaikan. Hutang darah dibayar dengan darah, hutang nyawa dibayar nyawa.

Dimana ya pertama kali denger pepatah itu? Gue lupa. Tapi yang jelas, seinget gue, dari kecil sampai sekarang, pepatah itu sangat gue hapal. Meski gue nggak pernah tahu siapa yang mengucapkannya pertama kali.

Apa iya pepatah itu benar?

Gue inget, dulu waktu pertama kali masuk Y Entertainment, tanpa teman selain Ube, gue selalu mengandalkan bang Jay. Pria tambun yang berjenggot dan berkumis kasar. Ia selalu tertawa, ceria dan melontarkan hal-hal konyol. Dia bilang gue adalah anaknya. Gue dan Ube. Dia akan membawa kita berdua menuju gerbang kesuksesan. Dimana semua mata akan tertuju pada kita. Ia percaya ia bisa dan menggenggam tangan kami erat, sampai menuju gerbang itu.

Saat gue umur 14, bang Jay bilang, tidak akan ada yang bisa mengganggu gue apapun yang terjadi selama dia ada. Tapi yang namanya remaja, apalagi bengal kayak gue, selalu punya musuh. Mereka anak-anak sekolah sebelah, yang sirik dengan keberhasilan gue sebagai rapper cilik kala itu. Mereka membawa gue ke dalam gang sepi yang kotor dan lembab, lalu mulai merampas semua isi dari tas gue. Gue hanya diam, menggeram tanpa bisa mengambil kembali tas gue yang isinya sudah mereka hambur-hamburkan. Mereka menonjok muka gue di sana sini. Perut, kepala, tangan, kaki. Dan saat gue hampir menyerah, dia datang.

"NGAPAIN KALIAN SAMA ANAK GUE HAH?!!"

Bang Jay mengusir semua berandalan gila itu. Mereka habis dimakinya. Gue yang sudah babak belur juga tak luput dari makiannya.

"Cowok macam apa kamu Ga?!! Kamu kan punya tenaga!! Kamu bisa melawan!! Dasar bego kamu Ga!!"

Gue inget, gue hanya tersenyum dan bilang, "Kalo gue membalas, itulah yang mereka mau. Gue liat mereka bawa kamera bang... gue nggak mau kejebak...."

Bang Jay menatap gue iba. Matanya berkaca-kaca. "Bego!"

"Makasih bang... gue berhutang nyawa sama lo..."

Hmm? Apa karna ucapan gue dulu itu, lantas gue berada disini?

Mata gue berkeliling, mencari pintu keluar. Namun sepanjang mata memandang, gue hanya menemukan kabut putih. Gue yakin gue sedang menginjak rumput, walau gue tidak bisa melihatnya, tapi gue nggak yakin ini rumput yang ada di bumi.

Ini dimana?

Bahkan gue bisa berjalan seringan kertas disini. Seperti menyatu dengan kabut dan asap yang dingin dan hampa. Dengan pakaian putih bersih yang berkilauan. Dengan tangan yang tak lagi berlumur dosa. Benarkah...?

Dosa. Kalau soal itu, gue sudah tidak terhitung.

'Oyah?'

Gue menoleh ke arah suara. Gue melongo. Gue bengong.

Laki-laki yang sangat familier dengan gue. Laki-laki yang sudah tak asing lagi bagi gue. Tambun, jenggot yang berantakan, dan kemeja hitam itu. Ia melihat ke arah gue, dengan letih. Kemudian duduk di sebelah gue. Gue masih berdiri, mengamatinya heran.

'Ngapain? Duduk, bego.'

Gue tertegun.

'Sini. Di sebelah gue.'

Guepun duduk. Masih terpana.

'Emang boleh nyebut bego disini?' tanya gue polos.

Bang Jay menyalakan cerutunya. 'Emang nggak boleh?'

Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang