Saat ini Putri Elisa sedang berkunjung ke kekaisaran Emerald bersama ibunya, Ratu Ailen. Jika kalian bertanya dimana ayah Elisa? Ayah Elisa, Raja Marques telah meninggal sejak ia dalam kandungan. Dan sampai saat ini, ibunya enggan untuk menikah lagi, karena ia merasa masih bisa untuk memimpin kerajaanya. Karena Ailen tak mau kerajaan Astaran dipimpin oleh orang lain.
"Selamat datang sahabatku," sapa Vony kepada Ailen. Mereka berdua berpelukan karena sudah lama tidak bertemu. Terakhir bertemu di acara pertunangan Aldrich dan Elisa.
"Bagaimana kabarmu, Vony?" tanya Ailen ramah.
"Baik Ailen."
"Bagaimana keadaan, Aro?" Vony tersenyum getir mendengar pertanyaan Ailen. Ia berharap suaminya bisa bertahan lebih lama, karena Aro ingin sekali menimang cucu.
"Baik," balasnya sendu. Membuat Ailen tak tahan memeluk kembali sahabatnya itu.
"Aro pasti sembuh," Vony menganggukkan kepalanya, bibirnya tersenyum namun hatinya menangis.
"Ayo kita ke paviliun!" ajaknya untuk mengalihkan pembicaraan yang sedih tadi, "Elisa, kau bisa menemui Aldrich. Dia sekarang ada di ruangannya," sambungnya. Lalu, meninggalkan Elisa sendiri di ruangan khusus untuk menerima tamu kekaisaran.
Kaki jenjangnya melangkah ke arah ruangan Aldrich, bibirnya tersenyum manis saat melihat para pelayan dan prajurit yang berlalu lalang saat memberinya hormat. Dia sekarang berjalan sendiri tanpa didampingi pelayan pribadinya. Karena ia ingin menemui pujaan hatinya sendiri.
Di depan ruang kerja Aldrich, terdapat dua prajurit, melihat Elisa datang, kedua prajurit itu tidak melarangnya. Karena mereka tahu Elisa adalah calon permaisuri. Elisa masuk ke dalam, hal pertama yang ia lihat adalah Aldrich yang tengah membaca dan memberi stempel ke tumpukan lembar kertas.
"Apakah tidak bisa mengetuk pintu dahulu?" Kaki jenjang Elisa berhenti, hatinya terasa perih melihat perlakuan Aldrich kepada dirinya.
"Aku hanya ingin mengunjungi calon suamiku. Apakah salah?" Aldrich mendengus mendegar kata 'suami' dari bibir Elisa.
"Ck, salah!" Decak Aldrich, Elisa tersenyum tipis.
Aldrich menghiraukan Elisa yang menghampirinya, karena sekarang kepalanya pusing melihat laporan dari beberapa kerajaan yang sedang mengalami musibah.
"Ada yang bisa kubantu?" Aldrich menoleh ke samping dimana Elisa berdiri.
"Lebih baik kau keluar saja! Kau membuatku bertambah pusing,"tukasnya. Elisa menghembuskan napasnya kasar, ia tak boleh marah demi menjaga nama baiknya.
Tok tok tok...
"Masuk!" ujar Aldrich.
Pintu ruangan terbuka, di sana berdirilah seorang gadis cantik yang sedang membawa sebuah nampan berisi camilan kue kering. Kakinya berjalan masuk dan badannya menunduk,untuk memberi salam kepada bangsawan yang ada di depannya saat ini.
"Salam hormat hamba,Yang Mulia Kaisar dan Putri Elisa, semoga dewa selalu memberkati kalian berdua," jawab Aurora sopan. Elisa tersenyum manis melihatnya berbeda dengan Aldrich yang terlihat tak suka dengan panggilan itu.
"Letakkan di atas meja!" Aurora melakukan apa yang dikatakan Aldrich.
"Al, aku rindu padamu," ujar Elisa sedikit manja. Ia ingin menunjukkan betapa mesranya ia dengan Aldrich kepada orang lain.
Nyuttttt.
"Kenapa hatiku sakit?"batin Aurora.
"Apakah nanti malam kau mau menemaniku melihat bintang?"
YOU ARE READING
I'm Aurora (End)
FantasyWarning!! Follow dulu sebelum baca, masih dalam tahap revisi, penulisan masih acak-acakan 😭🙏 Genre : Romansa - Fantasi - Thriller Aurora Syntra Queela, satu-satunya gadis yang lahir di bawah cahaya bulan purnama merah. Sebuah kelahiran yang memba...
