part 8

6.3K 334 16
                                        

"Di mana ini?" gumam Aurora lirih.
Suara lembutnya tenggelam dalam keheningan yang menyesakkan.

Matanya menyapu pemandangan yang asing namun memesona. Hamparan taman bunga dengan kelopak berwarna-warni terbentang luas, danau tenang memantulkan cahaya remang, dan pohon-pohon tinggi menjulang dengan buah-buah aneh menggantung di rantingnya—buah yang belum pernah dilihatnya selama hidup. Namun yang paling membuatnya bingung, langit di atasnya bukan langit biru biasa... melainkan kubah gelap yang menyiratkan bahwa tempat ini berada di bawah tanah.

Jantung Aurora berdebar.
Apakah aku sudah mati? pikirnya, menelan ludah.
Namun, ingatannya masih segar—wanita tua menyeramkan itu... ia tidak sempat memangsa Aurora.

Dari kejauhan, matanya tertarik pada sebuah pohon raksasa. Tinggi menjulang, daunnya bercahaya lembut, menyinari kegelapan seperti bintang yang bersinar sendirian di langit malam. Aura dari pohon itu seolah menyatu dengan tanah dan udara, menciptakan sensasi damai namun juga... mengerikan.

Tiba-tiba, terdengar suara.
"Aurora..."
Suara itu menggema.

Kepala aurora mendongak memperhatikan sekitar, namun kosong, tidak ada seorangpun disana.

Aurora menegakkan tubuh. Matanya liar mencari. "Siapa?" bisiknya, panik. Tapi tak ada siapa pun di sekitarnya.

Apakah hantu? batinnya mulai kacau.

"SIAPA DI SANA!?" pekiknya lantang, tapi hanya keheningan yang menjawab. Hembusan angin menyapa kulitnya, dingin namun lembut, seolah tempat ini hidup dan mengamati.

"Aku harus pergi dari tempat ini!" Aurora mulai melangkah cepat, mencoba mencari jalan keluar, tapi dunia ini terasa seperti labirin tanpa akhir. Bunga-bunga seolah bergerak mengikuti geraknya, dan pohon-pohon tampak lebih dekat setiap kali ia menoleh.

"AKHHH!"
Teriakan Aurora menggema ketika sesuatu melilit kakinya. Akar pohon—bergerak sendiri—melilit erat dan menarik tubuhnya. Ia jatuh, terseret di atas tanah kasar dan bebatuan.

"Awhhh... sakit..." desisnya tertahan. Darah menodai pakaiannya, debu menempel di wajahnya.

Tiba-tiba, suara asing terdengar lagi.
"Menarik juga bermain denganmu, Rora."

Aurora menoleh cepat.
Kosong.
Namun suara itu begitu jelas, seolah datang dari dalam pikirannya.

Lalu bumi bergetar. Getaran kecil berubah menjadi gempa hebat. Akar masih mencengkeramnya, membuatnya tak bisa lari. Dari balik pohon bercahaya, muncullah seekor naga raksasa. Sisiknya putih bercahaya, matanya bersinar keemasan, dan di atas kepalanya bertengger mahkota emas bertabur berlian. Keanggunan dan menyeramkan menyatu dalam sosok makhluk itu.

Aurora terpaku. Tak bisa bergerak. Nafasnya memburu.

"M-mau apa kau?" tanyanya dengan suara gemetar.

"Aku. Mau. Dirimu."
Suara itu berat, dalam, dan penuh tekanan.

Pikiran Aurora langsung melompat ke kesimpulan terburuk.
"A-aku?" bibirnya bergetar. "Tolong, jangan makan aku—lepaskan aku!"
Air mata mulai mengalir tanpa bisa ditahan. Ia merasa kecil... sangat kecil di hadapan makhluk agung ini.

"Ck,Dagingmu pahit," ejek naga itu.

"Pahit!!" Aurora membelalakan matanya. Karena merasa terhina mendengar ucapan naga tadi yang katanya daging nya terasa pahit.

"Kau belum mencobanya sudah bilang pahit," ucapnya.

"Gadis bodoh!" umpat naga tadi.

"Lihat! Sekarang dirimu sendiri yang menawarkannya padaku." Naga itu mengejek Aurora.

I'm Aurora (End) Where stories live. Discover now