part 3✅

8.4K 456 16
                                        


Di tengah gelapnya malam, Aurora melangkah pelan menyusuri jalanan yang lengang. Angin malam menyusup pelan, membawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Cahaya lampu jalan temaram menemani setiap langkahnya, sementara lalu lintas begitu sepi—hanya sesekali terdengar suara mobil melintas di kejauhan.

Ia memeluk jaket tipisnya erat-erat, berusaha menjaga kehangatan di tengah udara yang semakin menusuk.

"Tega sekali Bibi mengusirku malam ini."
"Setidaknya izinkan aku bermalam satu malam lagi di rumah," batinnya lirih, dengan pandangan kosong yang mengarah ke depan.

Aurora menunduk sejenak untuk mengecek ponselnya. Ia berharap setidaknya ada satu taksi online yang menerima pesanannya. Tapi layar itu tetap saja sunyi, tak ada notifikasi masuk. Tak ada jawaban. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Namun saat ia mendongakkan kepala, langkahnya terhenti. Sebuah mobil taksi berwarna gelap tiba-tiba berhenti tepat di sampingnya, seolah muncul begitu saja dari kegelapan.

"Sejak kapan mobil ini ada di sini? Ah, mungkin karena aku terlalu fokus bermain ponsel, jadi aku tidak sadar mobil ini berhenti," batinnya heran.

Tak lama kemudian, pintu mobil terbuka perlahan. Seorang pria paruh baya keluar, dengan langkah tenang dan senyum ramah yang membuat wajahnya tampak hangat di bawah sorot lampu jalan.

"Butuh tumpangan, Nona?" tanyanya dengan suara lembut, seperti mengenal Aurora sejak lama.

Aurora sedikit terkejut, namun cepat mengangguk.

"Eh, iya, Paman. Dari tadi saya mencari taksi, tapi tidak satu pun yang lewat."

Pria itu mengangguk pelan, tetap tersenyum sopan.

"Kalau begitu, silakan naik. Kebetulan saya memang sedang mencari penumpang."

Tanpa ragu, Aurora membuka pintu belakang dan masuk ke dalam mobil. Aroma netral dari interior kendaraan memberinya sedikit rasa nyaman. Ia lalu menyodorkan ponsel kepada pria itu sambil menyebutkan tujuannya.

"Paman, tolong antarkan saya ke Jalan XXX."

"Baik, Nona," jawab pria itu singkat.

Mobil pun melaju perlahan menembus jalanan kota yang sepi. Tak banyak percakapan di antara mereka. Aurora bersandar pada kursi, tubuhnya mulai terasa lemas. Matanya berat, pikirannya melayang entah ke mana. Mungkin hanya tertidur sebentar, pikirnya. Toh, perjalanan masih cukup panjang.

Beberapa menit berlalu, napasnya mulai teratur, tubuhnya terlelap dalam kelelahan.

Dari balik kaca spion, pria itu meliriknya sekilas. Senyuman yang semula tampak ramah kini berubah. Bibirnya tertarik menyeringai tipis.

"Anak baik," gumamnya pelan, matanya lurus memandang jalan.
"Tidurlah... perjalanan kita akan panjang."

.......

Aurora mengerjapkan matanya perlahan saat mendengar suara burung yang sedang bernyanyi. Ia merasakan tubuhnya sangat sakit untuk digerakkan. Saat membuka mata sepenuhnya, ia terkejut. Bagaimana tidak? Di mana dia sekarang? Seingatnya, tadi ia naik taksi dan tertidur.

Aurora perlahan duduk dari tidurnya.
Tunggu, kenapa pakaiannya menjadi aneh? Dan tempat ini terlihat kuno sekali. Pikiran buruk mulai menghantui Aurora.

Apakah semalam ia dibius, diculik, lalu diperkosa? Tidak! Ia harus kabur dari tempat ini secepatnya.
Aurora turun dari ranjang dengan tertatih. Namun, sebelum ia sempat meraih gagang pintu, pintu itu terbuka dari luar.

Ceklek

"Ah, kau sudah bangun," ucap perempuan paruh baya yang terbilang cukup cantik di usianya yang tak muda lagi.

I'm Aurora (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang