Chapter 30 (End)

50 15 3
                                        

Anok masih belum pergi dari tempatnya. Hiu itu hanya berdiam diri di depan kamar adiknya. Entah apa yang ia tunggu, Talis kembali kemari dan berkata kalau dia tidak jadi pergi, atau Talis kembali dan menawarkan sekali lagi padanya kalau mereka harus meninggalkan Abyss. Apapun itu, Anok hanya berharap Talis kembali.

Ia tak kembali.

Anok masuk lagi ke kamar Apis. Adiknya terbangun, kedua matanya terbuka dengan lebar. Anok tahu adiknya mendengar semua yang ia dan Talis bicarakan diluar. Andai saja adiknya masih memiliki sirip, mungkin ia akan keluar juga dari sini. Tidak ada apapun yang tersisa di Abyss, semuanya akan hancur tak lama lagi. Setiap ikan saling memangsa, hanya yang terkuat yang bisa bertahan.

Beberapa gelembung udara pecah di dekatnya. Anok menoleh, dan sadar itu berasal dari adiknya. Lalu ia menunduk, dan menemukan Apis tersenyum.

"Kenapa?"

Apis menggerakkan kepalanya ke samping, ke arah pintu keluar. Anok melihat ke sana, berpikir Talis benar-benar muncul kembali, tetapi kosong. Tak ada siapapun. Anok kembali pada Apis. "Ada apa ...?"

Apis hanya melakukan hal yang sama. Terus menggerakkan kepalanya ke arah pintu. Sebelum akhirnya Anok mengerti apa yang adiknya maksudkan. "Tidak. Jangan kau juga, Apis ...."

Apis menggeleng lemah. Meski tak bersuara, tetapi Anok seolah tahu adiknya akan berkata apa. Pergilah.

"Aku tidak bisa meninggalkanmu. Aku tidak mungkin meninggalkanmu."

Senyuman Apis tetap terangkat. Hanya itu. Aku akan baik-baik saja. Begitulah yang Apis akan katakan andai dia masih bisa berbicara, dan Anok tahu itu yang tengah dipikirkan adiknya saat ini.

"Tidak. Abyss sedang dalam perang besar. Kau akan mati ...."

Apis melirik kedua sisi tubuhnya, seolah menunjukkan pada Anok kedua siripnya yang sudah hilang. Aku sudah siap untuk mati. Aku sudah tak punya kehidupan apapun, tetapi kau memilikinya, Anok. Jalani hidup barumu di luar sana, kembali lah ke atas. Di sini bukan tempatmu.

Lalu Apis membuka mulut, meski tak ada suara sedikitpun, hanya mulut yang terbuka, tetapi Anok seolah tahu kalau dia ingin menggigit sesuatu.

Dan dia menyadari Apis ingin menggigit siripnya. Sebuah ungkapan kasih sayang atau cinta yang besar pada seekor hiu. Andai hiu bisa menangis, maka Anok mungkin akan menumpahkan air matanya sekarang. Ia tak tahu harus melakukan apa. Adiknya mendukungnya untuk pergi, dan dia punya kesempatan itu untuk keluar dari Abyss bersama Talis sebelum semuanya terlambat, tetapi dia tak bisa.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Anok tak tahu harus melakukan apa.

***

Ketika akhirnya Poha dan Marino melihat Tehere muncul, insang mereka bisa meregang dengan lebar. Hingga menyadari Rake sudah digantikan dengan seekor mackerel dewasa, dan pari biru itu tak ada dimanapun.

"M–Mana Rake?" tanya Poha gugup. Ketakutan menyelimutinya, tetapi ia tak ingin pemikiran buruknya menjadi nyata.

Namun, Tehere menggelengkan kepala, dan menceritakan semua yang terjadi. Rake membebaskannya, tetapi Maui membunuhnya. Sementara dua ekor paus orca sedang bertarung di dalam istana dan mungkin akan menghancurkannya.

"Tidak ... tidak mungkin ...," kata Marino gagap, tetapi ia sadar itulah yang terjadi, terlebih ketika mackerel di samping Tehere membenarkannya.

"Dia mengatakan kejujuran," ucap Huri. Sebagai mackerel, ia bisa merasakan segala melakukan penilaian arus, tetapi Uriel memiliki intuisi yang lebih kuat. Selama ini pekerjaan Huri adalah bertanya dan mencecar. Uriel yang selalu di sisinya, membantu mengungkap segala kebohongan yang ada di Solaris.

Apex et AppendixWhere stories live. Discover now