"Oh, benar," ucap Poha. Lalu ia menceritakan kembali kunjungannya ke rumah Tehere yang kosong dan berpikir kalau ikan remora itu pasti sudah pergi ke istana sendirian demi mencari bukti. Marino dan Rake sepakat dengan hal tersebut.

"Sebenarnya bukti apa yang akan dia cari? Bahkan jika yang Tehere katakan soal hiu-hiu Tiaki yang mati itu benar, kenapa dia sangat yakin tubuh-tubuh malang mereka berada di dalam istana?" desah Poha.

"Mari kita ulang kembali apa yang selama ini Tehere pertahankan dalam kesaksiannya," sambung Marino. "Teman kita berkata dia pergi ke kamar pengarahan karena menyadari Tuan Ariki dan para Hiu Tiaki tak kunjung keluar dalam waktu yang lama. Namun, dalam perjalanan Tehere melihat ada segerombolan manusia yang keluar dari etalase. Sambil membawa kepala Tuan Ariki dan sirip-sirip para hiu.

"Kemudian saat Tehere masuk ke dalam kamar, dia menemukan tubuh Tuan Ariki yang tak lagi memiliki kepala. Sementara di luar istana, terdapat tubuh hiu-hiu Tiaki. Salah satunya adalah Mako, yang Tehere bersaksi masih berbicara padanya dan memperingatinya soal manusia."

"Tehere juga sempat mengatakan kalau mungkin saja para manusia yang mengambil kembali tubuh para hiu," lanjut Poha. "Tetapi semua itu terbantahkan lewat catatan Kartikeya saat dia masih seekor Khupu. Manusia hanya mengambil bagian tertentu dari ikan-ikan, bukan keseluruhan."

"Bukankah aneh," ucap Rake tiba-tiba.

"Apanya?" tanya Marino.

"Kalau memang hiu Tiaki dibunuh di luar istana, seharusnya ada yang melihat mereka, kan?" sambungnya. "Mari kesampingkan tubuh itu sejenak. Kenapa tidak ada ikan lain yang melihat manusia masuk ke dalam istana selain Tehere?"

"Itu dia!" seru Marino tiba-tiba. "Samsara!"

Poha dan Rake saling menatap, mereka tak mengerti. "Ada apa dengan kakak tirimu itu?" tanya Poha.

"Samsara itu penyu hijau. Dia sering naik ke permukaan untuk mencari makanan. Samsara pasti melihat mereka," ujarnya dengan penuh keyakinan.

"Sungguh? Kau yakin penyu itu melihatnya?"

Marino mengangguk untuk memperjelas kata-katanya. Kemudian dia berenang mencari Samsara sementara kedua temannya mengikuti dari belakang. Tidak butuh waktu lama untuk menemukannya. Seperti biasa, Samsara berada di dekat gerbang masuk, siap menyambut setiap ikan yang berkunjung ke Arus Penyu.

"Adik kecil! Akhirnya kau dan teman-teman ikanmu mau bermain denganku?" Seringai lebarnya kembali saat menemukan Marino dan kedua temannya berenang mendekat, tetapi mereka bertiga tahu, akan butuh waktu yang lama untuk mendapatkan informasi darinya.

***

Ikan-ikan lentera itu masih belum meninggalkan tempat mereka. Hanya berputar-putar di dalam Abyss dan menciptakan tarian cahaya yang akan memanggil ratusan ikan lain untuk berkumpul. Tidak lama lagi tempat ini akan jadi medan perang. Setiap mangsa dan apex akan datang, dan mempertontonkan makna sebenarnya dari piramida makanan di tempat tanpa hukum ini.

Takuta melakukan penguncian untuk tempat tinggalnya. Ia tidak ragu soal dirinya yang juga termasuk apex, tetapi lebih baik mencegah daripada ikut dalam predasi. "Kalau ada yang cukup bodoh mau masuk kemari, silahkan saja. Akan kupastikan dia kehilangan ekornya di kibasan sirip pertama ia menampakkan arusnya ke dalam sini," katanya dengan lantang. Sebelum menyadari kata-katanya mungkin terlalu kasar. Takuta melirik Talis. "Jangan tersinggung, hiu besar."

Talis tidak mungkin tersinggung, ia justru berterima kasih karena Takuta membiarkannya untuk tinggal di Karam sampai semua ini berakhir. Meski menurut Mara, akan butuh waktu lama sampai semua ini berakhir.

"Bisa jadi hingga bermusim-musim," katanya tanpa ragu.

"Lalu bagaimana kita akan bertahan hidup di sini?" tanya Talis.

Apex et AppendixWhere stories live. Discover now