JUDGMENT CODE : Rumit (1)

140 21 1
                                        

Satu bulan berlalu sejak kecelakaan itu, namun setiap hari hanya menambah lapisan kerumitan pada kasus yang sedang mereka tangani. Kondisi Juan yang semakin memburuk membuat situasi semakin berat, terutama bagi Bening, Nares, Karina, dan Biru. Mereka berjaga silih berganti, memastikan tidak ada yang berani melukai Juan di rumah sakit. Bahkan, Nares telah menempatkan anak buahnya untuk berjaga di depan pintu kamar Juan siang dan malam.

Malam itu, di sela kesibukannya, Bening duduk di ruang kerjanya. Dokumen-dokumen kasus baru berserakan di atas meja. Ia memandang dokumen tersebut dengan tatapan lelah dan penuh kekhawatiran. Kasus baru yang melibatkan seorang rakyat biasa yang menjadi korban perundungan oleh anak seorang pejabat hanya menambah beban di pundaknya. Bening menghela napas panjang, memijat pelipisnya. Ia tahu, menyelesaikan kasus Juan saja sudah seperti meniti di atas tali tipis—belum lagi harus menghadapi tekanan dari kasus ini.

Ketika ia membaca dokumen lebih lanjut, sebuah fakta mencurigakan menarik perhatiannya: kepolisian melaporkan bahwa mereka tidak dapat menemukan data pribadi pelaku. Alasan itu terdengar tidak masuk akal, terutama mengingat bahwa kasus ini melibatkan seorang pejabat. Kecurigaan Bening semakin dalam. Ia memutuskan untuk mencari jawaban langsung dari Kepala Kehakiman, Pak Harto.

Bening mengetuk pintu ruangan Pak Harto. Dari dalam, terdengar suara berat menyuruhnya masuk. Setelah melangkah masuk, Bening langsung menyampaikan maksud kedatangannya dengan nada tegas. "Pak, saya tidak mengerti. Bagaimana bisa data pelaku tidak ditemukan? Ini jelas-jelas ada yang tidak beres."

Pak Harto, seorang pria paruh baya dengan rambut mulai memutih, menatap Bening dengan tenang sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. "Lakukan saja seperti yang diperintahkan, Bening. Ikuti laporan dari kepolisian dan nyatakan bahwa pelaku tidak bersalah."

Bening menatap atasannya dengan ekspresi tidak percaya. "Pak, ini tidak adil! Bagaimana mungkin kita berpihak pada pelaku, sementara korbannya jelas-jelas menderita? Apakah ini cara hukum bekerja di negeri ini?"

Pak Harto menghela napas pelan, lalu menatap Bening dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Bening, di dunia ini tidak ada yang benar-benar adil. Hukum yang kau lihat hanyalah bayangan dari kekuasaan di baliknya. Kalau kau tidak ingin menangani kasus ini, aku bisa menyerahkannya pada orang lain."

Perkataan itu menusuk hati Bening. Ia merasa marah, kecewa, sekaligus tidak berdaya. Namun, ia tahu bahwa menolak kasus ini berarti menyerah pada ketidakadilan. Dengan langkah cepat, ia keluar dari ruangan itu, wajahnya menunjukkan campuran emosi yang sulit dijelaskan.

Di luar ruangan, Bening berdiri sejenak untuk menenangkan dirinya. Ia memandang ke arah jendela di lorong, menyaksikan matahari yang mulai tenggelam. "Kalau aku menyerah sekarang," pikirnya, "aku hanya akan membiarkan orang-orang yang tidak bersalah menderita." Dengan tekad yang semakin kuat, ia memutuskan untuk mencari cara lain. Meski tahu akan menghadapi risiko besar, Bening tidak akan membiarkan kasus ini berhenti di tengah jalan.

---

Di ruang rapat kecil kantor polisi, Nares, Biru, Karina, dan Bening duduk mengelilingi meja kayu yang penuh dengan dokumen. Bening memulai percakapan dengan suara berat, menjelaskan apa yang baru saja terjadi di ruang Kepala Kehakiman.

"Pak Harto memintaku untuk mengikuti laporan kepolisian dan menyatakan pelaku tidak bersalah," ujar Bening, menahan amarah. "Dia bilang, kalau aku tidak setuju, kasus ini akan diserahkan ke orang lain. Padahal jelas ini adalah bentuk perlindungan kepada pelaku."

Nares, yang duduk dengan tangan bersilang, mendengarkan dengan seksama. Ia terlihat tidak terkejut. "Aku sudah menduga. Kalau pelaku adalah anak pejabat, sistem hukum kita sering kali 'buta.' Mereka menggunakan kekuasaan untuk menutup-nutupi semuanya."

Judgment Code [END]Where stories live. Discover now