JUDGMENT CODE : JUDOL (4)

136 30 2
                                        

Lorong rumah sakit yang sunyi tiba-tiba terasa lebih menekan. Karina menggenggam lengan Biru erat, seolah mencari rasa aman di tengah situasi yang tak menentu. Nares tetap berdiri mematung di depan pintu kamar Bening, ekspresinya sulit ditebak. Namun, sorot matanya penuh dengan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan.

Beberapa menit berlalu seperti seabad hingga akhirnya dokter keluar dari kamar. Nares langsung mendekat.

“Bagaimana kondisinya?” tanyanya, suaranya nyaris bergetar.

Dokter melepaskan sarung tangan medisnya, wajahnya tampak serius. “Kami berhasil menstabilkan kondisinya untuk sementara. Namun, tekanan darahnya sangat fluktuatif, kemungkinan akibat trauma emosional atau rasa sakit yang belum teratasi sepenuhnya. Dia membutuhkan istirahat total.”

“Bolehkah aku masuk?” desak Nares.

Dokter mengangguk pelan. “Tapi jangan terlalu lama. Dia butuh ketenangan.”

Nares memasuki kamar dengan langkah pelan, diikuti Karina dan Biru yang memilih menunggu di luar. Di dalam, ia mendapati Bening masih terbaring lemah, alat monitor medis di sampingnya menunjukkan angka-angka yang terus berubah. Suasana kamar terasa begitu hening, hanya suara lembut dari mesin yang mengisi keheningan.

Saat Nares mendekat, mata Bening perlahan terbuka. Ia mencoba tersenyum meski lemah. “Nares...”

Nares duduk di kursi di samping tempat tidur, menggenggam tangan Bening dengan hati-hati. “Aku di sini. Jangan khawatir. Aku takkan pergi ke mana-mana.”

“Juan...” suara Bening terdengar serak, nyaris seperti bisikan. “Bagaimana dia?”

Nares ragu sejenak sebelum menjawab, “Dia masih dalam perawatan. Tapi dokter bilang dia punya peluang besar untuk sembuh.”

Bening mengangguk kecil, namun terlihat jelas kekhawatiran masih menghiasi wajahnya. “Aku merasa... ini bukan kecelakaan biasa, Nares. Truk itu tiba-tiba muncul... dan seperti sengaja mengarah ke mobil kami.”

Mata Nares menyipit, hatinya semakin yakin bahwa firasatnya benar. “Aku sedang menyelidiki itu. Kau tidak perlu khawatir. Fokus saja untuk sembuh.”

“Terima kasih…” Bening memejamkan matanya kembali, tubuhnya tampak begitu rapuh.

Sementara itu, di luar kamar, Biru mengutak-atik ponselnya dengan serius. Karina yang duduk di sebelahnya menatapnya bingung.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Karina.

“Aku mencoba mencari informasi tentang plat nomor truk itu,” jawab Biru sambil menunjukkan layarnya. “Ada kemungkinan truk itu digunakan dalam operasi ilegal.”

“Operasi ilegal? Maksudmu ini lebih dari sekadar kecelakaan biasa?”

Biru mengangguk. “Aku baru menemukan beberapa kasus serupa di kota ini dalam enam bulan terakhir. Semua melibatkan kendaraan besar dengan plat nomor palsu. Dan korban selalu orang-orang tertentu yang tampaknya sengaja menjadi target.”

Karina menelan ludah, mulai merasa situasinya lebih menakutkan dari yang ia bayangkan. “Jadi... ada yang mengincar Juan dan Bening?”

“Sepertinya begitu,” jawab Biru. “Tapi pertanyaannya, siapa dan kenapa?”

Nares keluar dari kamar tak lama kemudian, matanya langsung tertuju pada Biru yang masih memegang ponsel. “Apa yang kau temukan?” tanyanya tajam.

Biru menjelaskan teorinya tentang operasi ilegal dan kemungkinan keterkaitan dengan kasus-kasus sebelumnya. Nares mendengarkan dengan seksama, pikirannya bekerja cepat menghubungkan semua informasi.

Judgment Code [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang