"Arya," sapa Nares dengan suara datar. "Kau punya waktu sebentar?"
Jefri mencoba bersikap biasa, tapi ekspresi wajahnya tidak bisa menyembunyikan kegugupan. "Ada apa, Pak? Saya buru-buru mau pulang."
Biru menatap Jefri lekat. "Kami hanya ingin ngobrol sebentar tentang kejadian kemarin. Mungkin kau bisa membantu."
Jefri tertawa kecil, meski terdengar dipaksakan. "Saya… saya nggak tahu apa-apa soal itu."
Nares tersenyum tipis. "Begitu? Padahal aku baru saja mendengar percakapanmu dengan Milkah."
Wajah Jefri langsung pucat. Ia membuka mulut, tapi tak ada suara yang keluar.
"Jadi, kau mau bicara di sini, atau di kantor polisi?" tanya Nares, tatapannya tajam menusuk.
Jefri terdiam lama sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Baiklah… saya akan bicara. Tapi tolong jangan libatkan Milkah."
Nares dan Biru saling pandang. Sepertinya mereka baru saja menginjak lapisan pertama dari misteri yang jauh lebih dalam.
---
Ruang Interogasi Kepolisian – Malam Hari
Lampu neon yang redup menyinari ruang interogasi, menciptakan bayangan tegas di wajah Nares Aryasatya yang duduk di hadapan Jefri Arya. Di meja itu, Jefri duduk tegak dengan tangan terlipat di depan dada, wajahnya tetap tenang meski jelas tampak ada ketegangan di matanya.
Nares mengamati sejenak, lalu berbicara dengan nada yang lebih lembut dari biasanya, berusaha meredakan ketegangan. "Jefri, tenang saja. Rileks. Kita hanya akan ngobrol sedikit. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Namun, Jefri sudah tidak bisa menahan ketegangan itu. Sebelum Nares bisa melontarkan pertanyaan, Jefri sudah lebih dulu membuka mulut. "Saya tidak ada hubungannya dengan kejadian itu!" serunya dengan suara datar, meski ada kecemasan yang samar di baliknya. "Saya hanya kebetulan ada di sana. Milkah dan saya sedang mengurus sesuatu. Itu saja."
Nares memiringkan kepala, ekspresi wajahnya tetap tak terbaca. Ia mengamati Jefri dengan penuh perhatian. "Jadi, kau tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi di sana?"
Jefri menatap Nares dengan tatapan dingin dan suara yang semakin datar. "Saya tidak tahu apa-apa. Seperti yang saya katakan, saya dan Milkah hanya bertemu untuk mengurus sesuatu. Itu tidak ada kaitannya dengan kejadian itu."
Nares tersenyum kecil, lalu bertepuk tangan dengan pelan. "Hebat sekali, Jefri. Kau benar-benar luar biasa. Belum sempat saya bertanya, kau sudah memberikan semua jawaban."
Jefri menatap Nares dengan mata yang mulai meremehkan, mencoba mempertahankan ketenangannya. "Apakah itu masalahnya?" katanya dengan nada yang seolah menantang. "Saya sudah bilang, saya tidak tahu apa-apa tentang kejadian itu."
Nares menyandarkan tubuhnya ke kursi, semakin mengintimidasi dengan tatapannya yang tajam. "Tapi kau ada di TKP, Jefri. Kenapa? Apa yang kau dan Milkah lakukan di sana?"
Jefri tertawa kecil, sebuah senyum tengil menghiasi wajahnya. "Kau benar-benar tidak bisa berhenti bertanya, ya? Bukankah waktunya sudah habis?" Ia berdiri perlahan, memandang Nares dengan sikap menantang. "Saya rasa saya tidak ada urusan lagi di sini."
Nares tetap duduk, menatapnya tanpa ekspresi, tetapi matanya tajam menembus. "Jefri," katanya dengan suara tenang, "Kau hanya perlu menunggu pengacaramu datang."
Jefri berhenti bergerak, wajahnya mulai memucat saat mendengar kata-kata Nares. Ia jelas mulai merasakan ketegangan yang lebih dalam, sesuatu yang lebih besar dari apa yang ia kira sebelumnya.
"Apakah ini ancaman, Pak?" Jefri bertanya dengan suara yang mulai meninggi.
Nares mengangkat bahu dan menatap jam tangannya. "Ini bukan ancaman, Jefri. Ini hanya langkah-langkah yang harus diambil."
Setelah beberapa detik yang menegangkan, Nares menambahkan, "Kau tahu kan, Jefri? Tidak semua orang bisa dibeli dengan kekuasaan. Ada hal-hal yang lebih penting dari itu."
Jefri meremas tangannya, wajahnya memerah. "Saya tidak tahu apa-apa!"
Nares hanya tersenyum tipis, lalu berdiri dan berjalan menuju pintu. "Kita akan lihat nanti, Jefri. Semoga saja pengacaramu bisa membantu."
Pintu ruang interogasi tertutup di belakang Nares, meninggalkan Jefri yang berdiri terpaku, merenungkan apa yang baru saja terjadi.
---
Ruang Penjara – Sore Hari
Suasana di ruang penjara terasa berat, dengan cahaya redup yang menyinari sel Faris Aditya. Bening Ayudia Lestari, seorang hakim muda yang terkenal dengan ketajaman analisanya, memasuki ruang tersebut dengan langkah mantap. Kasus Faris telah menarik perhatiannya, terutama setelah pernyataannya di persidangan yang mengklaim bahwa dia tidak meracuni Alya Racmanita. Sebagai hakim yang tegas, Bening merasa ada sesuatu yang janggal di balik kasus ini, dan dia berniat untuk menggali lebih dalam.
Setibanya di depan sel, Faris sedang duduk di sudut, wajahnya terlihat lelah dan sedikit tertekan. Meskipun ia berada di balik jeruji, matanya tetap menyiratkan rasa percaya diri yang mencurigakan.
Bening melangkah mendekat dan berdiri dengan tegas. "Apa maksudmu dengan mengatakan tidak pernah meracuni Alya?" tanyanya, langsung memulai percakapan.
Faris mengangkat wajahnya dan tersenyum sinis. "Untuk apa menjelaskan, Hakim Lestari? Semua sudah terjadi. Saya sudah di penjara, apa yang bisa saya jelaskan lagi?" jawabnya, nada suaranya penuh kebingungan yang disengaja.
Bening menatap Faris dengan sorot mata tajam. "Tidak ada yang terlambat, Faris. Jika kamu memang tidak bersalah, aku bisa membantumu. Tapi untuk itu, kamu harus bekerja sama dengan aku."
Faris terdiam sejenak, lalu dengan enggan ia duduk kembali di bangku kecil. "Alya dan aku dulu pacaran, tapi setelah beberapa bulan, dia mulai minta putus tanpa alasan yang jelas. Berteriak histeris, bahkan terkadang dia bilang merasa diawasi oleh seseorang. Aku hanya khawatir padanya, Hakim Lestari. Aku mengikuti kemana pun dia pergi, hanya untuk memastikan dia aman."
Faris menggenggam tangan, seolah mencoba mengingat kejadian-kejadian yang telah berlalu. "Aku memang salah. Aku sempat menjadikan Nadia Ardelia sebagai sandera, karena aku takut akan ditangkap, tapi bukan aku yang meracuni Alya."
Bening mencerna setiap kata yang diucapkan Faris, pikirannya berputar mencari pola. "Apakah ada seseorang yang mencurigakan? Seseorang yang mungkin mengincar Alya?" tanya Bening, mempertegas fokus penyelidikannya.
Faris menunduk, sepertinya mencoba mengingat dengan lebih baik. "Alya bilang dia merasa selalu diawasi, bahkan merasa ada yang mengikutinya, tapi aku tidak tahu siapa. Dia takut, Hakim."
Bening merasa ada petunjuk penting yang muncul. "Itu informasi yang sangat berharga, Faris. Aku berterima kasih karena kau memberitahuku."
Bening lalu berdiri dan mengeluarkan ponselnya dari saku jas. Segera ia menghubungi Nares Aryasatya, menyampaikan temuan barunya.
"Nares," suara Bening terdengar serius di telepon. "Aku baru saja berbicara dengan Faris. Alya merasa diawasi, dan merasa ada yang mengikutinya. Kita perlu segera mencari tahu siapa yang mungkin terlibat."
Di seberang sana, Nares menjawab dengan nada tenang, namun penuh perhatian. "Aku akan mencari data tentang orang-orang yang berhubungan dengan Alya sebelum dia meninggal. Teruskan penyelidikanmu, Bening. Kita akan ungkap siapa yang sebenarnya bertanggung jawab."
Bening menutup telepon dan menatap Faris sekali lagi. "Kau benar, Faris. Kasus ini lebih kompleks dari yang kita kira. Ini bukan hanya tentangmu, tapi tentang siapa yang benar-benar di balik kejahatan ini."
Faris mengangguk pelan, meskipun tampaknya ia masih tidak sepenuhnya yakin dengan pernyataan Bening. Bening berbalik dan berjalan keluar dari ruang penjara, pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan. Siapa yang mengincar Alya? Dan jika Faris bukan pelakunya, siapa yang bertanggung jawab?
Bening bertekad untuk menemukan jawaban, meskipun penyelidikan ini membawa risiko besar. Sebagai hakim muda yang berkomitmen pada keadilan, dia tidak akan berhenti sampai semuanya terungkap.
Jangan lupa pencet tombol bintangnyaa...
See you...
YOU ARE READING
Judgment Code [END]
Mystery / ThrillerJudul: Judgment Code Genre: Thriller, Misteri, Kriminal, Drama Tema: Keadilan, Persahabatan, Konspirasi, Pengorbanan --- Sinopsis: Di balik hiruk-pikuk kota yang tampak tenang, tersembunyi rahasia kelam yang siap meledak kapan saja. Sebuah kasus pem...
JUDGMENT CODE : BULLYING CASE (2)
Start from the beginning
![Judgment Code [END]](https://img.wattpad.com/cover/356769495-64-k525381.jpg)