JUDGMENT CODE : BULLYING CASE (2)

Start from the beginning
                                        

Saat mereka berjalan di koridor sekolah, Biru menghentikan langkahnya tiba-tiba. "Nares."

Nares menoleh. "Kenapa?"

Biru mengarahkan dagunya ke seorang siswa yang berjalan terburu-buru di ujung lorong. "Itu Jefri Arya, kapten basket. Dia terlihat gugup sejak kejadian ini."

Nares menyipitkan mata, memperhatikan cara berjalan Jefri yang tampak gelisah. "Kau curiga dia tahu sesuatu?"

Biru mengangguk pelan. "Instingku mengatakan dia menyembunyikan sesuatu. Kita pantau dia."

Nares menghela napas panjang dan berjalan mengikuti Jefri dari kejauhan. Dalam pikirannya, dia tahu kasus ini jauh dari kata selesai. Dan setiap sudut sekolah ini menyimpan rahasia yang harus diungkap.

---

SMA Cahaya Nusantara – Malam Hari

Langit semakin gelap saat Nares Aryasatya dan Biru Langit duduk di dalam mobil, mengawasi gedung olahraga tempat tim basket sering berlatih. Dari kejauhan, siluet Jefri Arya terlihat berjalan mondar-mandir di dalam lapangan. Gerakannya gelisah, sesekali ia menoleh ke arah pintu seperti sedang menunggu seseorang.

"Kau yakin ini ide bagus?" tanya Biru, memainkan senter di tangannya.

Nares mengangguk, matanya tidak lepas dari Jefri. "Dia terlihat cemas sejak tadi pagi. Entah kenapa aku merasa dia terlibat, entah langsung atau tidak."

Biru menghela napas, lalu menyandarkan kepalanya ke kursi. "Semoga saja kita tidak salah orang. Jefri itu anak kepala dinas, Pak. Kalau kita salah, bisa panjang urusannya."

Nares hanya tersenyum tipis. "Itu risiko pekerjaan, Biru. Kita hanya butuh satu celah."

Tak lama kemudian, pintu gedung olahraga terbuka dan seorang siswa lain masuk—Milkah Adreena. Rambut panjangnya terikat rapi, dan wajahnya terlihat serius. Nares dan Biru saling pandang.

"Kenapa Milkah ada di sini?" tanya Biru dengan nada terkejut.

"Itulah yang akan kita cari tahu," balas Nares sambil keluar dari mobil. "Ayo dekati, tapi jangan sampai ketahuan."

Mereka berdua berjalan mengendap, memanfaatkan bayangan pohon di sekitar gedung olahraga. Dari sudut jendela, mereka bisa mendengar percakapan samar.

"Kau harus tenang, Jefri," suara Milkah terdengar jelas. "Kalau kau terus bersikap seperti ini, mereka akan curiga."

"Aku nggak bisa tenang, Milkah! Kita ada di dekat TKP malam itu! Bagaimana kalau ada yang melihat?" balas Jefri dengan suara penuh kekhawatiran.

Nares menyipitkan mata. Biru menahan napas di sebelahnya.

"Tidak ada yang melihat. Aku sudah memastikan rekaman CCTV dihapus. Jangan khawatir." suara Milkah terdengar dingin, berbeda jauh dari sosok populer dan ceria yang dikenal di sekolah.

Nares menoleh ke Biru, memberikan isyarat untuk merekam. Biru mengeluarkan ponsel dan mulai merekam percakapan dari balik kaca.

"Tapi… darah itu… apa yang harus kita lakukan kalau dokter forensik itu menemukannya?" suara Jefri semakin panik.

Milkah terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Aku akan urus Karina. Fokus saja di turnamen basket minggu depan, Jefri. Kalau kau terus seperti ini, semua bisa berantakan."

Nares mengepalkan tangan, akhirnya potongan puzzle itu mulai terangkai. "Jadi mereka terlibat… tapi kenapa?" gumamnya pelan.

Biru menyeringai kecil. "Sepertinya ini semakin menarik."

Gedung Olahraga – Beberapa Menit Kemudian

Setelah Milkah pergi, Nares dan Biru memutuskan untuk menghadang Jefri saat ia keluar. Jefri terkejut saat melihat mereka berdiri di luar pintu.

Judgment Code [END]Where stories live. Discover now