"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?" Ucap Wayu.

"Bukankah wajah ku sangat mirip dengan kekasih tuan, tanggal, bulan, dan tahun lahir kami juga sama, tuan pasti menganggap aku dia kan!?" Ucap Singto.

"Tidak" Ucap Wayu.

"Oh, apa itu artinya tuan sudah melupakan kekasih tuan? Kasian sekali Weir, bisa di lupakan semudah itu" Ucap Singto sinis.

"Aku tak melupakan dia, aku masih sangat sering ke kuburannya, tapi bukankah hidup ku harus tetap berlanjut? Aku tak mungkin terus hidup di bawah bayang-bayang Weir 'kan? Masa depan ku masih panjang, dan semenjak aku mencari sekertaris baru, itu artinya aku sudah siap memulai hidup baru lagi, Weir dan kamu punya masing-masing tempat tersendiri di hati ku, Sing" Ucap Wayu.

Singto tersedak ludahnya sendiri saat mendengar itu, kenapa dia juga punya tempat di hati Wayu, apa maksudnya!?

"Tuan tak salah bicara kan?" Ucap Singto.

"Apa?" Ucap Wayu.

"Kenapa aku juga--"

"Ijinkan aku mendekati mu mulai sekarang" Ucap Wayu, Singto merasa bagai di sambar petir mendengar itu, dia sangat terkejut!

"M-maaf, tuan. Tapi tak ada yang bisa menggantikan phi Krist di hati ku" Ucap Singto.

Singto langsung melangkahkan kakinya pergi dari sana sebelum Wayu mengeluarkan suaranya. Wayu menatap kepergian Singto dengan tatapan yang sulit untuk di artikan, apa dia salah? Apa ini mungkin terlalu cepat?








***
Saat ini Singto sedang berada di makam Krist. Sekarang sudah jam 6 sore, hari mulai gelap, hanya ada beberapa lampu yang menerangi makam, tapi Singto tak peduli dengan kegelapan yang ada di sekitarnya. Singto menceritakan banyak hal pada Krist, salah satunya tentang apa yang di alaminya hari ini, tentang Wayu yang menciumnya dan Wayu terang-terangan ingin mendekatinya.

"Apa aku salah? Aku hanya mau phi, salahkan phi yang terlalu cepat meninggalkan ku!" Ucap Singto.

"Bagaimana jika aku di pecat besok!? Shit! Dalam novel yang ku baca, jika sekertarisnya tak mau menerima cintanya, dia akan di pecat!" Ucap Singto.

"Tapi biarkan saja, aku tak peduli" Ucap Singto lagi.

Singto terus bicara sendiri, menit demi menit berlalu, tak terasa hari semakin gelap sekarang, Singto menghapus air matanya, dia menangis untuk yang ke sekian kalinya karna merindukan Krist, gerimis mulai turun membasahi Singto, Singto melihat jam di tangannya yang ternyata sudah jam 8 malam.

"Aku pulang, phi" Ucap Singto sembari beranjak dari duduknya.

Singto menghidupkan sentar ponselnya sebagai penerang untuk dia berjalan. Hawa dingin mulai terasa menyapa kulitnya, tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Singto berjalan sambil memainkan ponselnya, mencari taxi agar menjemputnya di kuburan, sudah 3 kali dia memesan taxi dan semuanya di tolak. Sopir taxi mungkin berpikir jika dia bukan manusia, lagi pula orang gila mana yang masih betah di kuburan di jam segini.

"Apa yang kamu lakukan disini?"

Singto menghentikan langkahnya saat mendengar itu, perlahan dia menatap ke samping, wajah Singto memucat saat melihat sesosok pria mirip Wayu atau mungkin itu phi Krist-nya yang sedang berdiri tak jauh darinya.

"Hantu!!" Teriak Singto.

"Aku bukan hantu, Sing! Aku Wayu" Ucap Wayu.

"Bohong!!" Teriak Singto.

"Baiklah, aku hantu. Biarkan aku menggigit mu sekarang" Ucap Wayu.

Singto langsung berlari sekencang mungkin keluar dari area kuburan. Wayu berlari kecil mengejar Singto, tiba di tempat dia memarkir mobilnya, dia melihat Singto sedang duduk disana.

"Tuan mengerjai ku!" Ucap Singto dengan wajah kesalnya.

"Apa?" Ucap Wayu bingung.

"Ini mobil tuan kan?" Ucap Singto.

Tadi, setelah dia berhasil keluar dari area kuburan, Singto melihat mobil Wayu terparkir disana, Singto mengetuk pintu mobil berharap Wayu membukakan pintu untuknya, tapi karna tak ada jawaban, Singto baru menyadari mobilnya kosong, dan berarti pria yang di lihatnya di kuburan tadi memang benar-benar Wayu.

"Ya" Ucap Wayu.

"Itu artinya tuan bukan hantu" Ucap Singto.

"Bukankah sudah ku katakan sebelumnya? Tapi kamu tak mempercayai ku" Ucap Wayu.

"Uhh, ya. Apa yang tuan lakukan disini?" Ucap Singto.

"Aku ke kuburan Weir tadi" Ucap Wayu.

"Ohh"

Wayu membuka pintu mobilnya, begitu juga dengan Singto yang membuka pintu belakang mobil.

"Aku kesini menggunakan taxi tadi, tolong antar aku pulang, tuan" Ucap Singto.

Wayu hanya diam, dia menghidupkan mesin mobilnya dan menjalankannya pergi dari sana.

Di sepanjang jalan hanya ada keheningan, rasanya benar-benar canggung, apa lagi mengingat kejadian tadi saat Wayu mengatakan ingin mendekatinya secara terang-terangan, Singto bingung harus mengatakan apa, Wayu juga tak terlihat ingin mengajaknya bicara. Tiba di depan rumah Singto, Wayu menghentikan mobilnya.

"Terima kasih sudah mengantar ku pulang, tuan" Ucap Singto.

"Ya" Ucap Wayu.

Setelah memastikan Singto masuk ke rumahnya, Wayu menjalankan mobilnya pergi dari sana.















Tbc.

Same But DifferentOù les histoires vivent. Découvrez maintenant