11| Kurasa Maharani Telah Memutuskan Siapa yang Menjadi Selir Putra Mahkota

11 2 0
                                    

Nala dan Dianti menyelinap melalui jendela kamar saat jam pergantian pelayan dan penjaga. Berjalan dengan cepat di antara pelayan yang berlalu lalang. Mereka berjalan berusaha untuk bersikap biasa saja.

"Raden Rara tidak ada di kamarnya. Cepat periksa seluruh kediaman. Jangan biarkan ia keluar." Nala mengintip melalui bahunya sebelum mempercepat langkahnya.

"Raden Rara berhenti!" Nala tak menyangka akan secepat ini ia ketahuan. Namun ia tak bisa berhenti. Sembari menghindari kejaran para pelayan, Nala dan Dianti segera berlari menuju pintu samping dan menuju jalan utama.

Nala menaiki kereta kuda dengan tergesa. Kereta itu berlari meninggalkan kediaman penasihat terdekat raja dengan sekelompok pelayan yang berhenti mengejarnya.

Nala membuka kain yang memisahkan tempan kusir dan ruangannya. "Dianti, mari kita pergi ke rumah makan dulu. Aku harus membawakan Bendara makanan yang enak. Bendara pasti tidak mendapat makanan yang layak di sana." Dianti segera berbicara dengan kusir sedangkan Nala kembali menutup kain yang disingkapnya.

Bersandar ke dinding kereta dan memejamkan mata. Wajah terlihat lelah dan penuh kesedihan. Tangannya terangkat, mengusap air mata yang jatuh tanpa sengaja dari ujung matanya.

Perasaannnya kacau. Ia tak memiliki kekuatan untuk membela dan membantu pria yang disukainya. Jika pada akhirnya Bendara berakhir dengan sia-sia apa yang harus ia lakukan?

Nala membuka kain yang menetupi wajahnya, menepuk-nepuk pipinya dengan konstan berusaha menyadarkan dirinya untuk tidak terlalu banyak berpikir hal-hal yang mengerikan.

Nala merapikan penampilannya saat kereta berhenti. Ia tak bisa bertingkah menyedihkan, para ningrat yang melihatnya tak sengaja mungkin akan berpikir Bendara telah dijatuhi hukuman mati.

Nala turun dari kereta dengan percaya diri. Wajahnya tanpa ekspresi. Menatap sekitar dengan tajam berusaha mengintimidasi orang-orang yang menatapnya.

Meski penampilannya sederhana, pelayan yang menyambut tamu di depan tak berani menghiraukannya. Aura mulia seorang ningrat dapat terlihat dalam tingkah lakunya. Apalagi cerita tentang sang Raden Rara dan Bendara Raden Mas Sanskara telah menyebar luas. Beberapa buku bahkan mengambarkan sebagai cinta bertepuk sebelah tangan, beberapa bercerita tentang cinta di balik malam. Cinta yang tersembunyi dari agungnya Istana. Tidak ada orang di ibukota yang tidak mengetahui kisah dan wajah mereka.

Pelayan itu menundukan kepalanya, menuntutnya untuk duduk di salah satu meja yang tak terlalu mencolok. "Kemas makanan dan minuman terbaik di tempat ini. Pastikan tidak ada kesalahan." Dianti memberi tahu pelayan itu yang pergi dengan ceria.

Nala menahan badannya agar tetap duduk tegap meski kepalanya mulai pusing karena belum tidur dari semalam. Tangannya yang masih diperban kain memijat keningnya dengan pelan.

Dianti menuangkan teh ke dalam gelas yang baru saja pelayan letakan di meja. Mendorong gelas itu ke depan Nala dengan pelan agar tak mengganggunya.

Nala menatap asap teh itu dengan tak berdaya. Sejak bertansmigrasi ia menjadi seperti pecandu teh. Namun tak ayal mengambil gelas itu. Menghirup aroma khas dan menyegarkan dari teh membatunya menyamarkan aroma makanan yang membuatnya tak nyaman.

Sebenarnya aroma makanan itu sangat harum dan menggugah selera, namun membayangkan bahwa ia bisa menghirup udara bebas dan menikmati makanan enak tapi Bendara tengah didera kesusahan membuatnya mual.

Tak tahu berapa lama waktu berlalu namun Nala sudah tak sabar. "Mengapa mereka menyiapkan makanan begitu lama?" Tanyanya dengan nada kesal.

Dianti yang akan beranjak untuk menemui pelayan dan menanyakan kembali berhenti saat pelayan itu membawakan pesanan mereka dengan rapi.

Dianti segera membayar dan memberikan tips yang membuat pelayan itu tersenyum lebar. Pelayan itu mengantarkan mereka keluar. Melambaikan tangannya dari depan tempat makan dengan semangat. "Jangan lupa berkunjung kembali pelanggan yang terhormat."

Nala hanya melambaikan tanggannya dengan tak acuh sembari berjalan. Jika memiliki sayap ia pasti sudah terbang langsung ke tempat Bendara berada.

Nala mengerutkan keningnya saat melihat Minara dan rombongannya berhenti didepannya, menghalangi jalannya.

"Raden Rara Kayla, aku tak menyangka kita bisa bertemu di sini." Minara memberi hormat khas wanita bangsawan dengan senyum simpul dibibirnya.

"Tak biasanya dapat melihat putri Yesha keluar pagi-pagi. Apakah ada hal yang mendesak?" Tanyanya dengan penuh penasaran yang terdengar palsu di telinga Nala.

"Jangan terlalu banyak berpikir." Nala menjawab dengan tak acuh dan akan berlalu tapi Minara menarik sikunya sebelum berbisik dengan penuh ironi.

"Bendara mendapatkan rahmat dari Maharani bagaimana Raden Rara Kayla dapat berdiam diri? Namun jangan khawatir, kurasa Maharani telah memutuskan siapa yang akan menjadi selir putra mahkota." Setelah mengatakan itu, Minara segera melepaskan tangannya dan berlalu meninggalkan Nala yang menggepalkan tangannya.






***
[09 Mei 2024]

Otwww bertemu Bendara ...

Biru

Nala dan Kisahnya: Became the Daughter of the King's AdvisorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang