5| Kamu Selalu Mendorongku Pergi

20 3 0
                                    

"Randen Rara, dengan segala kerendahan hati tolong sedikit saja bersikap seperti wanita sewajarnya!" Bantara juga merasa kesal namun sebisa mungkin tetap bersikap sopan.

"Bagaian mana dari diriku yang tidak seperti wanita? Aku terlahir sebagai wanita. Dibesarkan sebagai wanita dan tetap menjadi wanita selamanya." Jawaban Nala membuat Bantara ingin segera menghunus pedangnya. Mengapa dari sekian orang harus ia yang menghadapi gadis ini.

"Bantara dengar, biarkan aku untuk melihat Bendara sedikit lebih lama? Hanya melihat. Aku tak pernah melakukan apapun selain dari itu." Bantara segera melihat kearah Sanskara yang terlihat menyudahi pembicaraan. Namun tak mendapat petunjuk. Mengalihkan pandangan pada Dianti yang ikut menggelengkan kepala.

Tiga orang yang lebih tua dari itu berjalan kearah mereka yang memang satu-satunya jalan untuk keluar dari halaman Sanskara. "Raden Rara," mereka menyapanya dengan ramah sebelum berlalu yang juga Nala tanggapi dengan senyum tipis.

Melihat bahwa Bantara tengah melirik Sanskara untuk meminta instruksi, Nala segera berusaha untuk melewati pria itu, namun berhasil di cegah.

"Sebentar Bantara, hanya sebentar." Nala dengan kesal menghentakan kakinya membuat Bantara meringis. Dia tak bisa menghadapi wanita seperti ini. Lebih mudah menghadapi lawan di medan perang dari pada menghadapi Nala.

Dianti berusaha untuk menghentikan namun Nala menatapnya tajam membuatnya diam, menjadi pengamat kembali.

"Tempramenmu semakin buruk." Suara dalam itu menghentikan kekesalan Nala. Ia menatap pria yang telah berdiri di antara mereka. Lagi jantungnya berpacu lebih kencang. Dan kali ini, Nala merasa senang.

"Memang," ujarnya sembari melipat tangannya di dada membuat Dianti memijat keningnya. Bukan seperti caranya merayu pria yang disukai. Raden Raranya memang berbeda.

Sansakara melihat sifat menyebalkan gadis itu dengan kesabarannya yang terbatas. "Sekarang sudah bertemu jadi pulang." Lagi, Nala menekuk wajahnya. Suara Sanskara memang enak didengar tapi perkataannya tidak.

"Penasihat Yesha pasti akan ..." Nala langsung menatanya dengan tatapan berbinar yang menyilaukan membuat Sanskara berhenti berbicara dan membuang tatapan.

Nala masih menatapnya dengan tatapan harapan. Namun akhirnya ia tak tahan. "Aigooo manisnya. Bendara sangat manis jika begini." Nala mengatakannya dengan wajah memerah dan nada jenaka membuat Dianti dan Bantara segera mengalihkan pandangan dengan ekspresi yang seolah bertanya siapa orang itu.

"Mahapatih, hamba masih memiliki hal lain untuk dilakukan." Setelahnya Bantara segara memberi hormat dan berjalan dengan cepat. Ia tidak ingin mendengar perkataan tak tahu malu gadis itu.

Dianti menatap kepergian Bantara dengan iri. Dia ingin meminta pria itu untuk membawanya menjauh juga.

"Langit akan segera gelap, lekaslah kembali." Sanskara dapat melihat bahwa antusiasme di mata gadis itu lenyap berganti keluhan membuatnya menghela napas.

"Kembali, kembali, kamu selalu mendorongku pergi," katanya dengan nada tak terima. "Lihat saja ..."

"Lekaslah kembali." Sanskara memotong perkataan gadis itu dan berbalik pergi dengan cepat. Nala menatap kepergian pria itu dengan senyum simpul. Tak lama setelah Sanskara menghilang dari pandangannya seorang dayang datang berkata bahwa ia akan mengantarkan mereka.

"Lihat, dia hari ini lebih peduli padaku."


***
[13 April 2024]

Nabatala tengah bahagia. Senyumnya terlihat cerah menyilaukan mata.

Biru

Nala dan Kisahnya: Became the Daughter of the King's AdvisorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang