3| Semua Orang Tahu Insiden di Kedai Teh

21 4 0
                                    

Nala menatap penampilannya di cermin, dia terlihat cantik sekarang. Level kepercayaan Nala telah naik ke level tertinggi. Senyum simpul tersungging dibibirnya yang berwarna plum muda.

"Menurutmu apakah Bendara akan menatapku lebih lama hari ini?" Tanyanya sembari mengagumi baju yang dikenakannya. Menatap lengan bajunya yang lebar dan panjang, memberi ide kepadanya.

"Minta penjahit untuk membuat saku belati yang dapat pas dileganku." Nala memeraga bagaimana ia akan menalikan saku itu di lengan bagian atas dekat siku. "Juga buat saku di lengan baju untuk menyembunyikan racun."

"Rara ..." Danurdara dan Dianti berkatanya dengan serentak sembari berlutut.

"Kenapa? Aku harus bersiap untuk melindungi diri. Setidaknya ketika Bendara sudah muak dan memutuskan untuk melakukan eksekusi, aku bisa pergi tanpa rasa sakit. Ya, walau aku tak percaya dia akan melakukannya. Bagaimana pun selama ini Bendara Raden Mas Sanskara selalu mentoleransi tindakanku."

"Lakukan saja yang aku minta," ujarnya sembari keluar kamar yang diikuti oleh Dianti sedangkan Danuardara melakukan apa yang Nala perintahkan.

Nala menatap kereta kuda didepannya dengan puas. Setelah masuk, rasa puasnya berkali lipat. Kereta kuda ini memiliki kursi yang empuk dan camilan yang enak. Namun untuk membuatnya dapat berbincang dengan Bendara, ini saja tak cukup. Ia harus memiliki pengetahuan yang sama dengan pria itu.

Lama Nala bergulat dengan pemikirannya hingga tak sadar bahwa mereka telah sampai di depan istana. "Rara kita sudah sampai."

Nala segera keluar. Menatap sekeliling dengan bingung. Mereka baru sampai di depan gerbang istana. "Kereta dan kuda selain dari keluarga inti raja dilarang untuk masuk." Jelas Dianti saat menyadari bahwa diamnya gadis itu adalah tanya yang harus ia jawab.

"Bagus." Dianti tak ingin gadis itu hilang kendali jadi segera menghampiri dayang yang telah menunggu kedatangan mereka untuk mengantarnya ketempat penjamuan.

[]

Nala tak tahu bahwa kerajaan Bentang Khatulistiwa dapat seluas ini. Jika ia dibiarkan jalan sendirian sepertinya akan memakan waktu beberapa jam untuk dapat menemukan jalan yang benar.

Nala membungkuk memberi hormat kepada putri duduk bersama dengan tamu lainnya. "Gusti Raden Ajeng, ham ..."

"Nyimas sudah tiba. Ayo duduk." Ajaknya dengan segera sembari menerima hadiah yang Nala bawa. Jamuan itu dilaksanakan oleh sang putri dengan menggundang para putri menteri.

Nala duduk di kursi yang masih kosong. Kursi itu menglilingi satu meja panjang. Nala menatap gadis-gadis itu satu persatu dengan tatapan menilai. Sial. Dia bukan yang tercantik. Jika dibandingkan gadis-gadis itu kecantikannya hanya rata-rata.

Nala meremat tangannya yang berada di bawah meja. Buku-buku sejarah mengatakan jika wanita yang menjadi pendamping para pangeran adalah wanita cantik yang berbudi luhur. Wanita ningrat yang diinginkan semua pria.

Nala menghela napas. Mengambil cangkir teh didepannya seperti yang para gadis itu lakukan.

"Aku mendengar jika Nyimas Rara kemarin sakit," kata sang putri dengan lembut setelah meneguk tehnya.

Nala dapat melihat tatapan penuh ejekan yang mereka layangkan padanya. "Benar Gusti Raden Ajeng, hamba juga mendengar jika Raden Rara Kayla pingsan tepat setelah Bendara Raden Mas Sanskara meninggalkan kedai teh."

Nala meremat gelas tehnya dengan keras, berusaha menahan kemarahannya yang sudah mendesak. Berusaha tersenyum sealami mungkin. "Terima kasih atas perhatian Gusti Raden Ajeng, hamba baik-baik saja."

Salah seorang gadis yang mengenakan baju berwarna hijau sage segera menimpali dengan prihatin. "Benarkah baik-baik saja? Dikatakan bahwa semua orang di ibukota tahu bahwa Raden Rara Kayla keluar dibantu pelayannya dengan wajah yang seolah tak bernyawa."

Setelah mendengar perkataan gadis itu,  Nala dapat mendengar cekikikan dari gadis-gadis disekitarnya. Sudut matanya juga menatap sang putri yang tersenyum kecil dan menggelengkan kepala pelan seolah tak berdaya dengan yang gadis-gadis itu katakan.

Nala tidak pernah dibully dalam hidupnya. Ini pertama kalinya ia ditindas oleh seseorang. Dan penindasan itu dimulai dengan pertanyaan penuh perhatian yang Gusti Raden Ajeng lontarkan.

Nala tak bisa bergaul dengan orang-orang seperti ini. Jika bukan karena status mereka ... Nala memikirkannya dan terkejut dengan pemikirannya sendiri.

"Aku mungkin akan menjambak mereka satu persatu saat ini."



***
[07 April 2024]

...

Biru

Nala dan Kisahnya: Became the Daughter of the King's AdvisorWo Geschichten leben. Entdecke jetzt