2| Nala dan Prioritasnya

27 7 0
                                    

Nala keluar dari kamarnya dengan penasaran. Danuardara dan Dianti yang memang berjaga di depan kamarnya segera memberi hormat. "Rara, bagaimana keadaan anda?" Dianti yang Nala tahu berusia lebih muda dari Danuardara bertanya dengan sopan.

Nala mengganggukan kepalanya. Mengatakan bahwa ia baik-baik saja yang membuat kedua gadis itu menghelas napas lega.

"Bagaimana dengan Bendara Raden Mas Sanskara?" Tanyanya dengan penasaran.

Danurdara yang memang telah membiarkan orang mengikuti Mahapatih Sanskara segera menjawab. "Kembali ke istana." Nala mengangguk mengerti.

"Jika ada informasi lebih lanjut segera beritahu aku. Dan jangan mengawasinya terlalu dekat." Lanjutnya sebelum kembali kekamarnya.

Seorang pangeran yang telah lama hidup di istana yang penuh dengan berbagai intrik, bagaimana mungkin tak menyadari jadi ada orang yang mengawasi kegiatannya? Mungkin informannya masih dibiarkan karena belum menginjak sekala terbaliknya. Atau tidak mengetahui hal pentingnya.

Nala merebahkan tubuhnya di atas ranjang. "Bagaimana aku bisa menyapanya?"

Nala mungkin sadar jika karena perilaku sebelumnya ia harus bertindak sama agar tak ada yang curiga sehingga hidupnya terancam. Namun, jauh di dalam hatinya ada satu harapan untuk setidaknya ia memiliki pegangan. Seseorang yang bisa ia andalkan.

Mungkin ia harus mulai merancang rencana. Ia harus bertindak hati-hati agar mencapai hasil yang diinginkannya. "Sangsakara Kala Kalandra," bisiknya sembari memejamkan mata mencoba mengingat wajah yang pernah muncul dalam kepingan kilas balik dibenaknya.

Pria bertopeng perak itu seharusnya Sangsakara karena dalam benaknya hanya ada satu pria itu yang selalu ia tatap lama-lama.

"Sampai jumpa besok."

[]

"Rara, tolong bangun. Anda harus menghadiri jamuan minum teh yang diadakan Gusti Raden Ajeng Ishawari." Nala yang mendengar suara berisik disekitarnya segera menutup teliganya dengan bantal.

"Raden Rara, tolong." Dianti hampir ingin segera menarik gadis itu langsung turun dari ranjangnya jika tak ingat status mereka sebagai tuan dan pelayan.

Danuardara segera menggeser Dianti dengan pelan dan berbicara dengan suara agak keras yang disengaja. "Apalagi yang bisa kita lakukan sebagai pelayan? Karena Rara tidak ingin hadir, segera kirim permintaan maaf kepada Gusti Raden Ajeng Ishwari."

Dianti menatap Danuardara dengan senyum tipis sebelum nenyahuti. "Tap .. Tapi, Rara harus pergi ke istana. Ini kesempatan bagus untuk Rara bisa melihat Bendara Raden Mas Sanskara."

Nala yang sempat mengerutkan kening karena merasa terganggu segera duduk meski matanya masih terpejam. "Siapa bilang aku tak akan pergi? Yak bahkan jika terjadi hujan petir beraninya hamba sepertiku menolak jamuan seorang putri?" Tanya Nala dengan suara galak sembari mengulurkan kedua tangannya meminta agar ditatik turun dari ranjang.

"Cepat, kita tidak bisa membiarkan Gusti Raden Ajeng menunggu."

Kedua pelayan itu segera bertukar pandang. Harusnya mereka menggunakan nama Bendara Raden Mas Sanskara agar bisa membuat gadis itu bangun dengan suka rela. Karena sejak dulu prioritas Raden Rara tetap sang Bendara.



***
[02 April 2024]

Aku mau mudik dari kosan TT bersama dengan beban-beban tugas perkuliahan:)

Biru

Nala dan Kisahnya: Became the Daughter of the King's AdvisorWhere stories live. Discover now