5. Payung

23 9 5
                                    

"Gue udah suka orang lain Al, sorry." Naira melepaskan tangannya dari genggaman Alga, lalu dirinya pergi meninggalkan Alga di taman. Alga yang merasakan sesak berdiri dan terdiam ditempat. Meski dirinya sudah ditolak berkali-kali, rasa untuknya tidak akan pernah memudar.

"Susah banget ya Nai, buat suka sama gue" batinnya Alga. Lalu Alga duduk ditaman sambil meremas remas baju bawahnya. Ia sedikit marah dan kesel sebenarnya. Namun, apa boleh buat? Bukankah kita tidak bisa memaksakan perasaan orang lain untuk menjadi milik kita?

Langit menjadi mendung, Alga yang masih duduk di taman pun segera mengangkatkan kaki untuk mencari tempat teduh.

Hitungan detik, menit, tik tik ti tik. Rintikan hujan itu mulai berturunan dari langit, Naira yang masih berjalan kearah tokonya mulai terkena hujan. Laru dirinya berlari diarah trotoar untuk mengejar tujuan.

Sebuah mobil berhenti dipinggir jalan, seorang laki laki membuka pintu mobilnya dan keluar sambil membukkan payung yang ia bawa. Pria itu berlari kecil mengejar Naira.

"Pake payungnya," ucapnya sambil memberikan tangkai payung tersebut pada Naira.

Naira pun menurunkan jaket yang tadi ia kenakan dikepalanya. Lalu dirinya menengokkan kepala kearah Juan.

"Hai, makasih ya" ucapnya sambil tersenyum dan dipadu dengan suara rintikan hujan yang mulai menderas.

Juan pun mengikuti Naira dari arah belakang, hanya tiga ratus meter lagi mereka akan sampai toko.
Naira yang sudah sampai ditoko itu melihat kearah belakang mencari sosok Juan yang mengikutinya tadi, namun matanya melihat Juan memasuki kafe disebelah tokonya.

Lalu Naira-pun menyusulnya, dia keluar dari toko dan memasuki kafe itu. Dia melihat Juan sedang memainkan ponselnya dipojokan. Naira pun berjalan kearah kasir untuk memesan minum.
Dia berjalan kearah tempat Juan sambil membawa dua gelas minuman, dan menaruhnya di meja.

Juan yang sedang memainkan ponsel pun mendongak kearahnya dan tersenyum.

"Terimakasih, duduk Nai." ucap Juan sambil memasukkan ponsel kedalam sakunya.

"Iya kak" Naira pun mendudukkan diri di hadapan Juan.

Tidak saling berbincang, mereka malah saling bingung. Naira yang menggoyang-goyangkan kakinya dibawah meja terasa oleh Juan.

"Kenapa? Gugup ya? Ada yang mau dibicarain?" Itulah topik pembukaan yanh dimulai oleh Juan.

"Mmm, nggak gugup kok. Makasih tadi payungnya ya." Jawab Naira dengan nada agak sedikit canggung sambil memegang megang bagian lehernya.

"Gak perlu canggung, anggap aja kita udah kenal dari lama."

"Eh, iya kak"

"Yang disebelah itu tokomu ya"- ucapnya sambil meneguk minuman yang diberikan oleh Naira.

"Oh iya kak, tepat sekali."
"By the way, kakak kemarin titipin kartu nama ke Nanaz ya?" Tanya Naira.

"Oh kamu terima?"

"Iya, kerja di sebrang kan? Dekat banget."

"Iya, kebetulan saya disana."

"Oh, gitu ya."

Dua orang itu terus berbincang disana, hingga matahari hampir tenggelam di sebelah barat.
Naira mengecek ponselnya dan melihat jam yang kini sudah menunjukkan hampir jam enam sore.

"Kak, aku cabut duluan ya"- ujarnya.

"Oh iya, thanks coffe nya ya" kata Juan sambil tersenyum.

Naira pun membungkukkan sedikit badan yang menandakkan salam pamit pada Juan, dan Juan-pun membalasnya. Lalu Naira pergi keluar dari kafe. Pertemuan itu berakhir, Juan masih duduk dikursinya menunggu dan menatap Naira yang keluar dari kafe hingga punggung nya tak lagi terlihat olehnya.

"Sebenernya salah, tapi sepertinya yang ini tidak buruk" batinnya Juan.




.....

Naira's MistakeWhere stories live. Discover now