3. Espresso

30 12 1
                                    

Kring kring kring

Jam menunjukkan pukul tujuh, alarm di salah satu kamar apartement itu berbunyi. Tangan laki-laki itu mengambil alarm dan mematikannya. Lalu dirinya menyipitkan matanya untuk melihat arah jarum jam.

....

"Nai, lu ke toko gak?" Tanya Nazwa sambil menggubrak gubrak bahu Naira, dirinya masih tertidur padahal ini sudah hampir jam delapan. Nazwa yang bekerja dikantor itu, selalu terbangun lebih awal. Mungkin membangunkan Naira pun sudah menjadi rutinitas hariannya.

"Nai bangun Nai, ini udah jam sembilan" ucap Nazwa pada Naira sambil mengenakan makeupnya.
"Nai gue jalan ya, lo gak ada yang bangunin nanti, bangun cepetan"

Naira malah terus menggumam dan mengguling-gulingkan badannya.

"Satu..."
Kata kata andalan itu keluar dari mulut Nazwa.
"Iya-iya gue bangun Naz"
Naira pun duduk, dan memakai kacamatanya, ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul delapan.

"Apaan si, masih jam delapan" rengek Naira.
"Gue jalan ya Nai, jangan lupa mandi." Nazwa pun keluar dari kamarnya dengan tergesa gesa.

Saat Nazwa memasuki lift, lift cukup ramai, dirinya melihat ada Juan didalamnnya, karena merasa masih cukup untuk dirinya, dia pun masuk.
Lalu dirinya berdiri disamping Juan.

"Lo Juan ya?" Bisiknya pada Juan.
"Iya" jawabnya sembari mengerutkan alisnya.

"Kenapa?"

"Sendiri?"

"Iya, gue kerja"

"Teman anda tidak?"

"Dia punya toko"

"Oh okay." Lalu dirinya memberikan kartu nama pada Nazwa saat lift hendak sampai lobby.
Nazwa pun menerimanya, dan membaca kartu nama miliknya.

Juan Praditama
20 Sept 1999
As a manager of company Star i.

"Oh dia di Star i kerjanya," batinnya. Dia yang mengerti ini adalah kode untuk memberikan kartu pada Naira, Nazwa pun bersaut kepadanya.

"IYAAA NANTI GUE SAMPEIN" Teriaknya pada Juan yang sudah hampir menghilang dari pandangannya.

...

Hari sudah menunjukkan sorenya. Matahari terbenam di sebelah barat. Langit selalu cantik akhir akhir ini.
Naira yang berada di dalam toko pun akhirnya keluar untuk melihat langit sore dan mengambil beberapa jepretan gambar dengan ponselnya.
Naira sangat suka langit, hampir seluruh gambar diponselnya adalah jepretan hasilnya yang berisi gambar langit.

"Nai" tangan seseorang menepuk pelan bahu Naira.

Naira menengokkan kepala ke arah belakang, yang membuat dirinya sedikit tersentak kaget hingga matanya membulat. Namun setelah melihat siapa yang menepuknya, matanya berubah menjadi memalas. Dirinya kembali membalikkan diri dan memutuskan masuk ke dalam toko.
Tapi tangan seseorang itu terlalu cepat menarik tangannya.

"Nai, kita perlu bicara" ucap Alga sambil menatap Naira dengan dalam tanda memohon Alga.

"Apalagi yang perlu diomongin sih?"

"Ayo ke kafe sana dulu." Alga memegang tangan Naira dengan kedua tangannya.

Lalu Naira membalikkan kepalanya ke arah toko, dan melihat karyawannya sebagai kode.

"Iya gapapa pergi aja dulu" ucap Siska yang mengerti kode atasannya itu.

Mereka berdua memasuki kafe, dan mencari tempat duduk dipaling ujung. Namun sudah ter-isi tampaknya. Akhirnya mereka duduk ditempat kursi yang tersisa.
Dan Alga mempersilahkan Naira memesan minumannya terlebih dahulu.

"Tumben ga lychee tea" celetuk Alga dari mulutnya, karena ia terbiasa melihat Naira selalu memesan minuman dengan rasa leci. Tapi kini dirinya malah memesan kopi espresso.

"Lo paham." Singkat, dan padat. Itulah jawaban yang Naira katakan.

Alga pun berpikir, bahwa Naira akan memesan minuman sesuai lawan bicaranya, jika dirinya memesan leci teh, tandanya itu pertemuan yang baik. Tapi, ketika dirinya memilih espresso, artinya pertemuan kali ini sangatlah pahit.

Alga menghela nafasnya.

"Maaf Nai" itulah yang Alga ucapkan saat dirinya melihat Naira meneguk minumannya.

...

Naira's MistakeWhere stories live. Discover now