Senyum di pagi hari

0 0 0
                                    

Eva dan Candra berjalan bersama ke ruang tamu, di mana mereka duduk di sofa yang nyaman sambil menikmati secangkir teh hangat. Cahaya pagi mulai menyusup masuk melalui jendela, menerangi ruangan dengan lembut.

"Sungguh menyenangkan bisa bersama-sama, meskipun ini begitu pagi," ujar Eva sambil tersenyum pada Candra.

Candra juga tersenyum. "Benar sekali. Terima kasih telah menemaniku, Eva. Kamu selalu membuat suasana menjadi lebih hangat."

Eva mengangguk. "Tentu saja, Candra. Aku senang bisa membantumu merasa lebih nyaman di sini."

Mereka berdua terus bercakap-cakap, saling bertukar cerita tentang pengalaman mereka masing-masing. Eva menceritakan tentang kehidupan di Amsterdam, bertemu teman lamanya, dan petualangan mengeksplorasi kota yang indah itu. Sedangkan Candra menceritakan tentang kenangan masa kecilnya di Bangka Belitung, tentang pantai-pantai yang indah dan kehidupan masyarakatnya.

"Wah, suara pantai yang kamu ceritakan terdengar begitu menenangkan," kata Eva dengan antusias. "Aku benar-benar ingin mengunjunginya suatu hari nanti."

Candra tersenyum. "Kamu harus melihatnya sendiri, Eva. Aku yakin kamu akan jatuh cinta dengan keindahannya."

Eva tersenyum pada kata-kata Candra. "Ya, aku harus melihatnya. Sama seperti aku melihatmu pertama kali dan aku akan jatuh cinta dengan pantai-pantai itu."

Candra membalas senyumnya. "Aku yakin pantai di Bangka Belitung akan menjadi tempat yang sempurna untukmu, Eva. Suasana alamnya begitu indah, sama seperti keindahan yang terpancar dari dirimu saat pertama kali aku melihatmu."

Eva tersipu malu namun tetap tersenyum. "Terima kasih, Candra. Aku senang bisa mendengar itu dari kamu."

"Tapi sebelum aku ingin pergi ke Bangka Belitung, aku ingin menjelajahi Amsterdam bersamamu," kata Candra dengan penuh semangat. "Aku ingin merasakan bagaimana rasanya menjelajahi kota ini bersama orang yang sangat istimewa bagiku."

Eva tersenyum lebar. "Aku juga ingin itu, Candra. Aku akan menjadi pemandu wisata terbaik untukmu di Amsterdam!"

Mereka berdua tertawa gembira, merencanakan petualangan mereka di masa depan.

Saat jam menunjukkan pukul 6 pagi, Candra merasa sudah waktunya baginya untuk pulang ke rumahnya. Dia harus mengambil buku pelajaran untuk sekolah serta seragamnya yang tertinggal di rumah. Candra menoleh pada Eva dengan senyum ramah.

"Eva, maaf jika aku harus pergi begitu cepat," ucap Candra dengan penuh permintaan maaf. "Aku perlu pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang sekolah."

Eva memahami situasi itu dengan baik. "Tidak masalah, Candra. Aku harap perjalanannya tidak terlalu melelahkan untukmu."

Candra mengangguk. "Terima kasih, Eva."

Candra melihat Eva dengan rasa ingin tahu yang tulus, "Apakah kamu akan masuk sekolah hari ini setelah perjalanan jauh itu, Eva?"

Eva berpikir sejenak, mempertimbangkan opsi yang ada. "Sejujurnya, aku belum memutuskannya. Aku merasa agak lelah setelah perjalanan panjang ini, tapi juga ingin menjaga keteraturan jadwalku."

Candra mengangguk paham. "Aku mengerti. Jika kamu memutuskan untuk masuk sekolah, aku akan senang menjemputmu nanti sore."

Senyum terima kasih terukir di wajah Eva. "Terima kasih, Candra. Aku akan memutuskannya dan memberitahumu nanti."

Candra tersenyum hangat. "Baiklah. Jangan ragu untuk memberitahuku jika kamu membutuhkan apa pun, baik itu jemputan atau sekadar teman bicara."

Eva tersenyum balas. "Terima kasih, Candra. Aku pasti akan melakukannya."

Langit biru dimatakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang