Momen canggung

0 0 0
                                    

Setelah Eva keluar dari bandara, Candra melihatnya dengan tatapan penuh kagum. Matanya tak bisa berpaling dari kecantikan Eva yang mempesona di antara kerumunan penumpang lainnya. Langkah Eva begitu anggun, dan senyumnya memancarkan kegembiraan yang tak tertahankan. Candra merasa seperti melihat seorang bidadari turun dari surga, dan hatinya berdegup kencang dalam antisipasi untuk menyambut kedatangan Eva dan keluarganya dengan hangat.

Dengan hati yang berdebar-debar, Candra melangkah maju menuju Eva dan neneknya. Langkahnya cepat, dan wajahnya tersenyum sumringah. Begitu mereka berada dalam jarak yang cukup dekat, Candra mengangkat tangannya dan tersenyum lebar ke arah Eva.

"Eva!" serunya dengan penuh kegembiraan.

Eva membalas senyuman Candra dengan hangat. Sementara itu, nenek Eva menatap Candra dengan senyuman lembut di wajahnya. Candra segera melangkah lebih dekat dan meraih tangan nenek Eva dengan lembut, saling bertukar salam dengan penuh hormat.

"Salam kenal, Nenek Eva. Saya Candra," ucap Candra sopan.

Nenek Eva tersenyum ramah. "Salam kenal, Candra. Eva sudah banyak bercerita tentangmu. Aku senang bisa bertemu denganmu."

Dengan senyum hangat, Candra segera menawarkan diri untuk membantu membawa koper-koper Eva dan neneknya. Dia mengangkat koper-koper dengan cermat, memastikan semuanya aman dan nyaman.

"Biarkan aku yang membawakan koper-koper ini, Eva. Ayo kita pergi ke tempat keluargamu yang sudah menunggu," ucap Candra ramah.

Eva tersenyum terima kasih, merasa lega dengan tawaran bantuan dari Candra. Mereka berjalan bersama-sama menuju tempat keluarga Eva yang sudah menunggu dengan sabar di luar bandara.

Sesampainya di tempat keluarga Eva, Candra meletakkan koper-koper dengan hati-hati di depan mereka.

Setelah Candra meletakkan koper-koper di depan keluarga Eva, mereka semua bergerak menuju mobil Candra yang sudah tersedia di tempat parkir. Candra membuka pintu bagasi mobilnya dengan cepat, memberikan ruang yang cukup untuk memuat semua koper.
"Saya akan membantu memasukkan koper-koper ke dalam mobil, Eva. Papa Eva, Hendra, tolong beri tahu saya bagaimana cara terbaik untuk menata barang-barangnya," ucap Candra dengan antusias.

Papa Eva dengan senang hati menyambut tawaran bantuan Candra. "Tentu saja, Candra. Mari kita atur koper-koper agar semuanya muat dengan baik."

Mereka bekerja sama dengan cermat, memasukkan koper-koper ke dalam bagasi mobil dengan rapi dan efisien. Candra memastikan setiap koper diletakkan dengan aman dan nyaman, sementara Papa Eva dan Hendra memberikan panduan tentang cara terbaik untuk menata barang-barang di dalamnya.

Setelah selesai, mereka semua melihat hasil kerja mereka dengan puas. Semua koper-koper sudah tersusun dengan rapi di dalam bagasi mobil, siap untuk dibawa pulang.

"Sudah selesai, Eva. Semua koper sudah masuk dengan baik," ucap Candra dengan senyum.

Eva tersenyum puas melihat hasil kerja mereka. "Terima kasih banyak, Candra. Kamu sangat membantu."

Papa Eva dan Hendra juga memberikan pujian kepada Candra atas kerja sama dan bantuan yang diberikannya. Mereka merasa lega bisa menyelesaikan tugas tersebut dengan cepat dan efisien.

Setelah semua koper-koper sudah masuk ke dalam bagasi mobil, Eva memandang kedua orangtuanya dengan penuh harap. Dengan lembut, dia meminta izin untuk berbicara dengan Candra sebentar.
"Papa, Mama, bolehkah aku berbicara sebentar saja dengan Candra?" ucap Eva dengan sopan.

Papa Eva dan Mama Eva saling bertatapan sejenak sebelum mengangguk setuju. Mereka melihat ekspresi wajah Eva yang penuh keinginan untuk berbicara dengan Candra, dan mereka senang melihat kedekatan antara kedua anak muda tersebut.

"Tentu saja, Sayang. Kamu bisa bicara dengan Candra sebentar," jawab Papa Eva dengan ramah.

Dengan senyum bahagia, Eva berbalik kepada Candra. "Candra, bisakah kita berbicara sebentar saja?"

Candra mengangguk sambil tersenyum. "Tentu saja, Eva. Ada yang ingin kamu bicarakan?"

Eva menggelengkan kepala, mempersilakan Candra untuk keluar dari mobil sejenak. "Ayo kita keluar sebentar dari mobil. Aku ingin berbicara denganmu."

Mereka berdua keluar dari mobil dan berjalan sedikit menjauh dari tempat parkir. Eva menatap Candra dengan serius, mengekspresikan perasaannya dengan tulus.

Eva menatap Candra dengan tulus dan ekspresi penuh terima kasih. "Candra, aku tidak bisa cukup mengucapkan terima kasih atas semua yang kamu lakukan hari ini. Bahkan walaupun sudah larut malam, kamu masih mau menjemputku di bandara. Aku benar-benar terharu dan bersyukur memiliki seseorang seperti kamu."

Candra tersenyum hangat mendengar ungkapan terima kasih dari Eva. "Tidak perlu mengucapkan terima kasih, Eva. Aku senang bisa membantu dan menyambut kedatanganmu dengan hangat. aku akan selalu ada untukmu."

Eva mengangguk dengan penuh pengertian. "Terima kasih, Candra. Aku sangat beruntung memilikimu."

Tiba-tiba, Eva menutupi mulutnya dengan tangan, seolah-olah ingin mengungkapkan sesuatu yang lebih dari sekadar ucapan terima kasih. Dia menatap Candra dengan penuh makna, lalu dengan penuh keberanian, dia mengatakan, "Ik hou van je, Candra."

Candra mengetahui apa yang dikatakan Eva, namun dia memilih untuk merahasiakannya, membiarkan ungkapan cinta itu hanya mereka berdua yang tahu.

Namun, ketika Eva tiba-tiba mendekat ke arahnya, tubuh Candra tegang. Matanya melebar sedikit, mencerminkan kebingungannya atas perilaku tiba-tiba Eva.

"Uh, Eva, apa yang kamu lakukan?" tanya Candra, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya berdebar kencang.

Eva memandang Candra dengan mata berbinar-binar, wajahnya yang memancarkan rasa canggung. "Maaf, Candra. Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku merasa seperti aku harus melakukan ini."

Sebelum Candra bisa bereaksi lebih lanjut, Eva mendekatkan bibirnya ke arah Candra, seolah-olah ingin menciumnya. Candra terdiam, tidak tahu apa yang seharusnya dia lakukan dalam situasi yang tak terduga ini. Dia bisa merasakan detak jantungnya berdegup kencang, dan pikirannya menjadi kabur karena kebingungan

sebelum bibir Eva benar-benar menyentuhnya, Candra dengan lembut menahan Eva dan berkata dengan penuh kelembutan, "Bukan saat ini, Eva. Tapi suatu saat nanti, di Amsterdam."

Eva menatap Candra dengan sedih, namun juga memahami bahwa momen itu tidak tepat. Dia mengangguk dengan berat, menahan keinginannya.

"Ya, kamu benar," kata Eva dengan suara lembut. "Suatu saat nanti, di Amsterdam."

Candra dan Eva saling menatap satu sama lain dengan ekspresi yang campur aduk antara canggung dan penyesalan. Meskipun keduanya tahu bahwa momen itu tidak tepat, tetapi mereka juga merasakan kekuatan dari perasaan yang sama.

Ketika mereka berdua kembali ke dalam mobil, suasana menjadi sedikit tegang. Hendra, kakak Eva, mengolok-olok mereka dengan senyum lebar, namun dia tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi di antara Eva dan Candra di luar mobil.

"Pffft, kalian berdua ini," kata Hendra sambil tertawa. "Apa yang kalian lakukan di luar sana?"

Candra dan Eva hanya saling bertukar pandang, tidak tahu apa yang seharusnya mereka katakan. Mereka tidak ingin memberi tahu Hendra tentang momen canggung yang baru saja mereka alami.

"Hendra, biarkan mereka saja," kata Papa Eva, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari kejadian tadi. "Mereka mungkin hanya ingin berbicara tentang rencana mereka selama di kota."

Langit biru dimatakuWhere stories live. Discover now