persiapan menuju ke Indonesia

0 0 0
                                    

Keesokan paginya, keluarga van der Meer bersiap-siap dengan semangat untuk perjalanan mereka ke bandara. Mereka mengecek kembali semua barang bawaan mereka dan memastikan tidak ada yang terlupakan. Meskipun ada sedikit rasa sedih karena meninggalkan Amsterdam, mereka juga sangat bersemangat untuk melanjutkan petualangan mereka di Indonesia.

Eva dengan hati-hati menaruh kotak sepatu beserta suratnya di dalam tasnya, memastikan semuanya aman dan terjaga dengan baik. Dia merasa gugup dan berdebar-debar untuk memberikan hadiah itu kepada Candra, tetapi juga penuh harap bahwa sahabatnya akan menyukainya.

Hendra dengan nada nakalnya menimpali, "Heb je Candra niet laten weten dat je naar Indonesië terugkeert vandaag, Eva? Ze zal vast teleurgesteld zijn als ze het niet weet!" ( "Apakah kamu tidak memberitahu Candra bahwa kamu akan kembali ke Indonesia hari ini, Eva? Pasti dia akan kecewa jika dia tidak tahu!" )

Eva tersenyum sambil menggelengkan kepala, "Ik heb haar een bericht gestuurd gisteravond, Hendra. Ik weet zeker dat ze op de hoogte is." ( "Aku sudah mengirimkan pesan kepadanya semalam, Hendra. Aku yakin dia sudah tahu." )

Meskipun Hendra terus bergurau dengan nada isengnya, Eva merasa lega karena sudah memberitahu Candra tentang keberangkatannya. Dalam hatinya, dia berharap bahwa Candra akan hadir di bandara untuk menyambutnya.

Dengan semangat yang membara, keluarga van der Meer melanjutkan persiapan mereka dan segera berangkat ke bandara. Di dalam mobil, Eva memeriksa kembali pesan yang dia kirimkan kepada Candra, berharap untuk mendapatkan balasan dari sahabatnya.

Saat mobil mendekati bandara, handphone Eva bergetar dengan notifikasi pesan masuk. Dengan cepat, dia membuka pesan tersebut dan senyumnya melebar saat melihat nama pengirimnya: Candra.
"Hey Eva! Aku sangat senang mendengar bahwa kamu akan kembali ke Indonesia! Aku sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu lagi! Aku akan menunggumu di bandara dengan tanda yang besar! Sampai jumpa sebentar lagi! 🎉"

Eva tersenyum lebar melihat pesan tersebut. Hatinya penuh dengan kegembiraan mengetahui bahwa Candra akan hadir di bandara untuk menyambutnya. Tanpa ragu, dia segera membalas pesan Candra dengan ucapan terima kasih dan janji untuk segera bertemu.

Hendra, yang duduk di kursi belakang, melihat Eva tersenyum sendiri sambil menatap layar ponselnya. Dengan nada menggoda, dia menyindir, "Hé, Eva, waarom lach je zo? Heeft Candra je nog een lieve boodschap gegeven?" ( "Hei, Eva, apa yang membuatmu tersenyum begitu lebar? Apakah Candra memberimu pesan manis lagi?" )

Eva tersenyum malu-malu, namun dia tetap berusaha menjaga ketenangannya. "Oh, nee, Hendra. Candra vertelde me net dat hij op het vliegveld op ons wacht," ( "Oh, tidak, Hendra. Candra hanya memberitahu bahwa dia akan menunggu kami di bandara," ) jawabnya sambil mencoba menenangkan diri

Hendra mengangkat alisnya dengan ekspresi yang mencurigakan. "Ah, begitu ya? Tampaknya kamu sangat senang sekali. Apakah ada yang ingin kamu katakan padanya?" godanya sambil tersenyum licik.

Eva tersipu namun tetap tersenyum. "Tidak, Hendra, tidak ada yang istimewa. Aku hanya senang dia akan ada di sana," ujarnya dengan lembut.

Hendra mengangguk mengerti, namun senyumnya tetap melebar. "Oké, Eva. Maar ik weet dat je iets achter die glimlach verbergt." ( "Baiklah, Eva. Tapi aku tahu pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan di balik senyum itu," ) ucapnya sambil berpura-pura serius.

Eva hanya tertawa kecil, mengetahui bahwa Hendra selalu suka menggoda. Meskipun Hendra suka mengolok-oloknya, dia tahu bahwa kakaknya hanya mencoba membuatnya tersenyum.

Keluarga van der Meer tiba di bandara udara internasional Schiphol dengan penuh semangat. Mereka melangkah masuk ke terminal dengan penuh antusiasme, siap untuk memulai perjalanan mereka ke Indonesia.

Di pintu masuk terminal, Eva merasa detak jantungnya semakin cepat saat melihat berbagai maskapai penerbangan yang menawarkan penerbangan ke destinasi mereka. Dia merasa berdebar-debar menantikan saatnya bertemu dengan Candra.

Sementara itu, Hendra berjalan di belakang Eva sambil meraih bahu adiknya dengan penuh kegembiraan. "Nervous, Eva?" godanya dengan senyum lebar.

Eva menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Sedikit, tapi lebih karena rasa tak sabar untuk bertemu dengan Candra lagi," ujarnya dengan tulus.

Mereka berjalan menuju area check-in, di mana mereka segera mengurus proses pendaftaran dan memeriksa bagasi mereka. Setelah semuanya selesai, mereka menuju area keamanan dengan penuh semangat.

Di sana, mereka bertemu dengan beberapa teman keluarga yang juga akan berangkat ke destinasi yang sama. Mereka saling bertukar cerita tentang rencana perjalanan mereka dan berbagi tips tentang tempat-tempat menarik yang harus dikunjungi di Indonesia.

Setelah melewati pemeriksaan keamanan, keluarga van der Meer menuju area keberangkatan. Mereka duduk di bangku yang nyaman sambil menunggu waktu boarding.

Eva terus memeriksa ponselnya, menunggu pesan terakhir dari Candra tentang di mana mereka akan bertemu di bandara. Setelah beberapa saat, pesan masuk dari Candra muncul di layar ponselnya, memberitahu mereka tempat pertemuan yang sudah disepakati.

Dengan senyum cerah, Eva menunjukkan pesan tersebut kepada keluarganya.

Keluarga van der Meer duduk bersama di bangku tunggu, menunggu waktu boarding. Hendra, yang duduk di sebelah Eva, tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda adiknya.

"Met al die glimlachen lijkt het alsof je klaar bent om weer verliefd te worden, Eva." ( "Dengan semua senyum itu, sepertinya kamu sudah siap jatuh cinta lagi, Eva," ) ujarnya sambil tertawa.

Eva tersenyum, namun dia merasa sedikit malu dengan komentar kakaknya. Dia mencoba menjaga ketenangannya. "Hendra, don't be like that," ( "Hendra, tidak usah seperti itu," ) katanya dengan nada lembut.

Papa Eva, dengan senyum nakal di wajahnya, berkata, "Eva, ben je klaar om Candra te ontmoeten? Voor het geval ze een groot spandoek met 'Welkom Terug' voor je meebrengt!" ( "Eva, apakah kamu sudah siap untuk bertemu Candra? Siapa tahu dia membawa spanduk besar dengan tulisan 'Selamat Datang Kembali' untukmu!" )

Eva tertawa kecil, mencoba untuk menanggapi candaan papa dengan santai. "Siapa tahu, Papa. But I think Candra just wanted to give us a warm welcome at the airport,"( Tapi aku pikir Candra hanya ingin memberi kami sambutan hangat di bandara," ) katanya sambil mencoba untuk tetap tenang.

Namun, Hendra tidak bisa menahan diri untuk ikut menjahili adiknya. Dengan ekspresi wajah yang kocak, dia berkata, "Or maybe he'll give you a big hug in front of everyone at the airport!" ( "Atau mungkin dia akan memberimu pelukan besar-besaran di depan semua orang di bandara!" )

Tetapi Hendra tidak berhenti di situ. "Wie weet vind je daar een knappe prins die je op het vliegveld wil kussen." ( "Siapa tahu, mungkin kamu akan menemukan pangeran tampan di sana yang akan menciummu di bandara," ) tambahnya sambil tertawa.

Eva tersenyum kecut. Dia tidak suka menjadi pusat perhatian seperti itu. "Oh, Hendra, jangan mulai," ujarnya dengan nada memohon.

Sementara itu, orang tua Eva dan neneknya hanya tersenyum melihat interaksi lucu antara dua anak dan cucu mereka. Mereka tahu bahwa meskipun terkadang Hendra suka menggoda Eva, mereka memiliki ikatan yang kuat sebagai saudara.

Tiba-tiba, suara pengumuman mengumumkan bahwa pesawat mereka siap untuk boarding. Mereka semua bangkit dari tempat duduk mereka dan bersiap-siap untuk mulai perjalanan mereka ke Indonesia.

Dengan senyum cerah, dia membuka aplikasi kamera dan mengambil selfie cantiknya. Setelah memilih yang terbaik, dia langsung mengirimnya ke Candra dengan pesan singkat.

"Terima kasih atas kejutan di bandara! Aku tak sabar untuk melihatmu," tulis Eva sambil mengirim foto selfie-nya.

Langit biru dimatakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang