Bab 045: Kesalahpahaman Yang Berlanjut

2 0 0
                                    

Perlahan matahari mulai terbit menggantikan bulan yang tenggelam di ufuk barat, pertanda hari baru telah tiba. Tak lama berselang, Diky membuka kedua mata dan terbangun dari tidurnya yang lelap. Menyadari kini sudah pagi, ia langsung duduk di ranjang lalu melakukan sedikit peregangan ringan.

Dengan penuh kehati-hatian, Diky menggerakkan kakinya menuruni ranjang. Namun, lelaki itu masih merasa ragu apakah kakinya benar-benar sudah pulih atau belum, mengingat tulangnya patah setelah melompat dari ketinggian belasan meter. Untuk mencari tahu kebenarannya, ia berusaha untuk berdiri meski harus berpegangan agar tidak jatuh.

Secara mengejutkan, Diky sama sekali tidak merasakan sakit atau ngilu akibat efek tulang kakinya yang patah. Tak hanya itu saja, bahkan ia dapat berjalan mengelilingi seisi kamar, seperti sudah pulih seperti sedia kala. Hal ini tentu saja membuat lelaki itu semakin terheran-heran, bagaimana bisa kakinya pulih dan seolah tidak pernah terjadi apa-apa?

Untuk meyakinkan keadaannya, Diky melakukan gerakan lari kecil di tempat selama beberapa saat. Kali ini dia semakin yakin, kakinya benar-benar telah pulih sempurna dan tanpa efek samping sama sekali. Meski sempat kebingungan, lelaki itu memutuskan untuk tidak ambil pusing lalu membasuh wajah dengan air dari ember yang terletak di sudut ruangan.

Tak lama berselang, ketukan pintu terdengar diiringi Dimas yang bertanya dari baliknya. “Diky, apa kamu sudah bangun?”

“Ya. Masuklah,” jawab Diky singkat lalu mengeringkan wajahnya dengan handuk di dekat ember.

Tanpa banyak basa-basi, Dimas langsung membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia saat melihat Diky kini sudah bisa berdiri selayaknya orang normal. Ternyata memang benar, sihir penyembuhan milik Elina sangat kuat, sehingga membuat Diky dapat pulih dalam waktu yang sangat singkat.

“Kenapa kau melihatku begitu? Seperti sedang melihat hantu saja,” ujar Diky dengan nada ketus.

Dimas yang sempat tersentak refleks menggeleng pelan. “Bukan begitu. Aku cuma tidak percaya, kalau kamu benar-benar sudah pulih.”

Diky sempat melihat mata Dimas yang sedikit memerah, beserta dengan kantung mata terpampang di wajahnya. Merasa penasaran, Diky pun bertanya, “Apa semalam kau tidak bisa tidur? Kantung matamu terlihat sangat jelas.”

Dimas menguap karena tak sanggup menahan rasa kantuknya. “Yah, begitulah. Semalam aku masih mengkhawatirkan keadaanmu, sampai-sampai tidak bisa tidur.”

Diky menghela napas panjang lalu berujar, “Apa kau lupa? Hari ini kita akan pergi ke Menara Persembahan untuk mengevakuasi wanita yang ditahan di sana.”

Dimas hanya menggaruk kepala, namun dengan ekspresi kelelahan yang tak mampu ia sembunyikan. “Uhh, maaf. Aku benar-benar khawatir semalaman, hingga tak bisa tidur.”

Tak habis pikir, lagi-lagi Diky menghela napas panjang sembari menggeleng beberapa kali. “Baiklah. Lebih baik kau istirahat saja, Dimas. Biar aku yang jelaskan pada Cecilia mengenai keadaanmu.”

“Hah? Tapi…”

“Tidak ada kata tapi. Kalau kau sampai tertidur, bisa-bisa malah merepotkan orang lain.”

Merasa tidak enak hati, Dimas hanya menggaruk kepalanya. Kemudian ia kembali menguap karena tak sangup menahan rasa kantuknya. “Baiklah. Sekali lagi aku minta maaf, Diky.”

Diky tersenyum kecil, seakan memendam rasa kecewa dalam hatinya. “Tidak masalah. Lebih baik kau tidur sekarang.”

Dengan berat hati, Dimas meminta izin kembali ke kamarnya. Diky pun langsung menutup pintu untuk mempersiapkan diri. Baru saja hendak memasang baju zirah, suara ketukan kambali terdengar diiringi Cecilia yang memanggil dari balik pintu. “Hei, Diky. Apa kau sudah bangun?”

Utusan Kristal SuciWhere stories live. Discover now