Bab 005: Sambutan Kepada Utusan Baru

78 19 26
                                    

Di tengah jalan utama yang dipenuhi oleh penduduk yang berlalu-lalang, Dimas berjalan mengikuti tentara penjaga. Secara tak disengaja lelaki Bumi itu mendengar bisikan dari warga setempat, yang menyangka bahwa Nadella--dewi penjaga Kristal Suci-- telah mengirimkan utusan-Nya. Karena tidak mau ambil pusing, Dimas hanya berjalan tanpa mengatakan apa-apa.

Setelah belasan menit berjalan, kini Dimas telah tiba di depan istana Henada Empire, yang seluruhnya terbuat dari batu. Tentara penjaga melaporkan akan menemui Sang Kaisar pada rekannya yang bertugas menjaga di depan pintu utama.

Beberapa saat kemudian para penjaga istana memberi izin untuk masuk. Kemudian penjaga gerbang menatap Dimas dan berkata, "Ikuti saya, Sang Utusan Kristal Suci. Saya akan mengantarkan Anda ke ruang singgasana." Dimas mengangguk dan berjalan mengikutinya di belakang.

Di dalam istana terdapat lorong panjang dengan hamparan karpet merah yang membentang. Dinding batu dihiasi dengan lentera berisi kristal bercahaya kuning keemasan. Lelaki berambut hitam itu terkagum karena tidak mungkin adanya aliran listrik di dunia barunya itu. Ia menganggap bahwa sumber energi di sekitarnya berasal dari sihir.

Setelah berjalan selama beberapa menit, penjaga gerbang membuka pintu sebuah ruangan. "Masuklah, Tuan. Yang Mulia ingin bertemu dengan Anda."

Dimas langsung menuruti apa yang diperintahkan padanya. Di balik pintu itu terdapat seorang lelaki berusia sekitar 50 tahunan duduk di kursi tahta. Sebuah mahkota menghiasi kepala yang seluruh rambutnya telah memutih, menunjukkan aura penuh kharisma layaknya seorang raja. Tidak salah lagi, dia adalah Alfonso Henada, pemimpin tertinggi di Kekaisaran Henada.

"Selamat datang, wahai sang Utusan Kristal Suci. Saya telah menunggu kedatangan Anda," ucapnya lalu tersenyum.

Rasa kebingungan setengah mati memenuhi batin Dimas. Bagaimana tidak, ini adalah pengalaman pertamanya berhadapan langsung dengan seorang pemimpin kekaisaran, yang pastinya memiliki otoritas paling tinggi.

Akhirnya lelaki bersurai hitam tersebut berlutut, dalam saat yang bersamaan menempelkan kedua tangan di depan wajahnya. "Salam hormat saya, Yang Mulia. Ada apakah gerangan Anda memanggil saya?"

Alfonso hanya tertawa pelan dan bertanya, "Apakah itu cara Anda menghormati seorang raja? Baru kali ini saya melihat yang seperti itu."

"Eh. I-Itu ... Saya hanya bertindak secara spontan saja, Yang Mulia," jawab Dimas canggung.

"Sudah! Tidak perlu banyak basa-basi lagi," balas Alfonso dengan tegas. Dia menghela napas sejenak lalu menambahkan, "Saya benar-benar bersyukur atas kedatangan Anda, wahai utusan-Nya."

"Maaf. Jika ucapan saya sedikit lancang. Tapi ...." ucap Dimas penuh keraguan.

Alfonso hanya mengangkat alis kanannya dan berkata, "Tapi apa? Katakan saja."

"Tapi ... Sebenarnya saya masih tidak mengerti. Untuk apakah gerangan dipanggilnya saya ke dunia ini?"

Mendengar pertanyaan Dimas barusan, Alfonso hanya mengangguk pelan. "Benar sekali. Waktu pertama saya bertemu dengan Tuan Diky lima tahun silam, dia juga merasakan apa yang Anda rasakan."

Tiba-tiba ingatan Dimas tertuju pada seorang pria yang menjadi Utusan Kristal Suci sebelum dirinya. Tanpa memandang wajah sang Kaisar lelaki bersurai hitam itu berucap, "Sekali lagi. Saya mohon maaf jika sedikit lancang, Yang Mulia. Apakah yang Anda maksud ialah Diky Ernawan?"

Sang Kaisar hanya mengangguk pelan. Pandangannya ia arahkan pada lampu gantung di langit-langit. Pembicaraan seketika terhenti. Tak pelak keheningan pun menyeruak dan memenuhi sekitar ruang singgasana.

Dimas merasa sangat canggung. Karena tidak ingin berlama-lama ia berucap tanpa menatap wajah Sang Kaisar, agar tidak mengurangi rasa hormat. "Ka-kalau begitu. Saya mohon izin dulu, Yang Mulia."

Utusan Kristal SuciWhere stories live. Discover now